Double [Fourteen to Fifteen]

9.4K 515 39
                                    

-- Kyuhyun POV --

"Apa yang harus ku katakan pada Hara-mu dan Jaejoong oppa-ku, eoh?" Junhee masih terus menangis. "Pergi tuan Cho... Aku tidak ingin melihat mu!" Tegasnya dalam tangisan.

Aku pun menyerah. Aku meninggalkan ranjang percintaan kami dengan rasa sakit. Aku membiarkan tubuh ku tanpa busana hanya mengunakan celana panjang tidur milik ku. Berjalan menuju balkon dan menatap keindahan pantai Paris. Menarik nafas ku, mencoba menjernihkan isi fikiran ku. Satu jam sudah aku berdiri di luar dan membaca setiap pesan yang masuk.

Kaki ku membawa ku kembali masuk dan berdiri di ujung tempat tidur. Junhee sudah mulai tenang. "Suah dan kru lainnya mengirim pesan pada ku. Mereka semua sudah kembali ke hotel utama dan akan terbang ke Seoul jam 3 sore ini." Jelas ku, entah Junhee mendengarnya atau tidak. "Kita harus pergi sebelum jam 1 siang dari hotel ini." Tak ada respon. Junhee masih dengan diamnya. "Kau dengar aku?"

"Iya." Sautnya lemah. Tuhan, frustasiku. Apa kau sangat marah pada ku, Junhee-ahh? Aku pun merasa bersalah tapi tidak menyesal. Ayolah, dia istri ku dan aku berhak tidur dengannya. Persetan dengan kontrak bodoh itu, umpat ku kesal. "Aku mau mandi, jasi pergilah kau ke balkon." Perintahnya pada ku. Junhee perlahan menurunkan kakinya dari ranjang. "Ah..." Meringis wajahnya saat ke dua telapak kakinya menyetuh lantai.

"Kau kenapa?" Tanya ku kawatir, berbalik ke arah Junhee-menahan langkah kaki ku menuju balkon- dan dia menatap ku. Aku tidak perduli dengan reaksi wajah ku saat ini. Cukup lama Junhee menatap ku. "Menatap ketampanan ku?" Tanya ku.

"Bodoh!" Ceplosnya dengan wajah merona dan mencoba untuk berdiri. "Aish... Donghae oppa... Sakit..." Manja suaranya menggigit bibirnya.

"Sakit?" Bingung ku. "Dimana?"

"Kau tidak perlu tau." Ketusnya dan mencoba berjalan. "Donghae oppa..." Memekik suaranya menahan rasa nyeri.

"Aku harus tau karena aku suami mu!" Aku sudah menggendongnya. "Apa isi kepala mu hanya Donghae oppa-mu?" Kesal ku menahan cemburu.

"Yah!!!" Kagetnya.

Kaki ku sudah berada di kamar mandi. Menurunkannya dari gendongan ku di bawah shower. "Mandi Junhee." Tegas ku seperti perintah lalu pergi menjauh. Balkon? Tidak. Aku justru duduk di tepi tempat tidur ku. Melihat istri ku membasuh dirinya. Perlahan Junhee melepas jubah tidurnya dan saat ini dia telanjang. Lagi, Junhee meringis saat air melewati tubuhnya. Aku masih menatap punggung telanjang itu, kepunyaan ku.

"Ahhh..." Suara Junhee memecah keheningan kamar kami. "Oppa..." Dirinya terlihat kesusahan untuk mengambil sabun yang butuh dua langkah untuk meraihnya. Aku rasa aku sungguh keterlaluan saat menyatu dengannya.

"Ini..."

"Yah! Apa yang kau lakukan, eoh?" Junhee memberikan punggungnya ke arah ku saat aku menyerahkan sabun kepadanya atau lebih tepatnya saat aku berdiri di sampingnya. "Keluar."

"Sudahlah. Aku pusing melihat mu kesakitan." Jujur ku. "Kau ingin ambil sabun ini atau aku yang menyabuni mu? Aku tidak keberatan untuk menyabuni seluruh tubuh mu!" Perkataanku tanpa bantahan, Junhee pun pasrah mengambil sabun itu dari tangan ku. Selang beberapa saat, Junhee memberikan sabun itu kembali pada ku, "Shampo?" Tanya ku padanya dan dia mengangguk. Cukup lama aku menatap tembok yang ada di depan ku -ya, aku ingin dia percaya kalau aku ini bukan pria brengsek. Aku ini suami yang bertanggung jawab-setidaknya untuk saat ini--, aku berdiri di samping Junhee hingga dirinya menutup tubuhnya dengan handuk. Aku sudah menggendongnya dan berniat membawanya ke lemari tapi tangannya menahan ku.

"Aku ingin ke wastafel. Sikat gigi dan mencuci muka."

Aku pun menurutinya dan menurunkannya dari gendongan ku di depan wastafel. Melihatnya menyikat giginya. "Kau... Masih... Marah?" Tanya ku ragu.

Mischievous WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang