Kantin Fakultas Ekonomi, 20:45
Nadhira perlahan membuka matanya ketika ia merasa tubuhnya digoncang-goncangkan dengan pelan. Akhirnya Reihan sampai! Astaga, ia sampai tertidur begini.
"Rei?" panggil Nadhira dengan suara yang tidak jelas.
Merasa yang dipanggil tidak menyahut, Nadhira mengulanginya sekali lagi.
"Reihan?"
Samar-samar ia melihat kalau yang membangunkannya itu memang seorang laki-laki, tapi wajahnya masih buram. Ia sudah sangat mengantuk dan ingin pulang saja rasanya. Reihan sialan! membuatnya menunggu sampai entah jam berapa ini. Seharusnya kalau cowok itu tidak memaksanya untuk pulang bersama, ia sudah naik ojek dan pulang ke rumah, dan sekarang sudah bermanja-manjaan dengan kasurnya—bukannya malah tertidur di kantin.
"Dhir? Ngapain sendirian disini?"
Mendengar suara yang tidak familier itu membuat Nadhira memfokuskan pandangannya dan mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali.
Bukan Reihan Soeharsono yang berada disana, melainkan Emir Laksamana.
Emir? Kenapa dia ada disini?
"Iya, gue baru mau pulang terus ngeliat lo sendirian."
Nadhira langsung mengumpulkan 'nyawa'nya, mencoba mencerna kalimat Emir. Ia tidak sadar kalau ia menyuarakan apa yang dipikirkannya.
Ketika sudah mulai sadar, Nadhira akhirnya mengerti. Ia ketiduran di kantin ketika menunggu Reihan, lalu entah selang berapa lama setelah ia tertidur, Emir melewati kantin dan tidak sengaja melihatnya sedang tidur. Begitu kan?
"Dhir? Lo jangan ngeliatin gue gitu dong... gue takut," kata Emir kemudian.
Refleks Nadhira langsung tertawa, "Eh, maaf, maaf. Gue emang agak lama loading-nya kalo abis tidur."
Ekspresi Emir langsung berubah ketika mendengar Nadhira berbicara. Ternyata ia memang benar-benar takut! Wajar memang kalau dipikir-pikir. Siapa coba yang akan tidur di kantin tengah malam sendirian? Membayangkannya saja Nadhira langsung bergidik ngeri, padahal ia baru saja melakukan hal bodoh itu.
"Kok lo belum pulang?" tanya Emir sebelum kemudian melanjutkan, "Tadi lo manggil-manggil Reihan, orangnya mana?"
Mendengar pertanyaan itu, Nadhira langsung melirik jam tangannya kemudian beralih ke ponselnya. Masih tidak ada pemberitahuan apa-apa. Ah, udah malem banget! Kemana sih Reihan gak ngasih kabar jadi apa enggaknya!? Mana jam segini udah nggak ada ojek lagi di depan kampus, batin Nadhira kemudian meringis pelan. Kepala dan tengkuknya terasa sakit karena tidur dengan posisi duduk tegap.
"Nggak tau deh, Mir. Tadi dia ngajak gue balik bareng, tapi mau nganter Jasmine dulu katanya," jawab Nadhira pelan sambil memasukkan ponselnya lagi ke dalam tas.
"Sekarang masih nganter Jasmine?"
Nadhira menggeleng, "Gue dari tadi ngechat sampe neleponin dia, tapi nggak diangkat. Pas gue telepon nomornya juga nggak aktif, hp-nya mati."
"Udah coba tanya ke Jasmine?" tanya Emir kemudian, ekspresi khawatir yang terlihat di wajahnya itu membuat Nadhira jadi ikut khawatir.
"Udah, tapi nggak dibales juga. Mungkin lagi nggak mau diganggu, ya?"
Emir terkekeh ketika mendengar pertanyaan itu, namun rahangnya terlihat mengeras.
"Mau pulang bareng gue aja?" tanya Emir ragu-ragu beberapa detik kemudian, membuat Nadhira menjadi panik bukan main.
Pulang dengan Emir? Apa kata orangtuanya nanti?! Apalagi pulang tengah malam begini, duh...
"Eh, nggak usah Mir. Gue bisa naik ojek kok!" dengan cepat Nadhira menolak kemudian segera memakai tas ranselnya dan beranjak dari bangku.
![](https://img.wattpad.com/cover/60614059-288-k822793.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends, Lovers, or Nothing?
Teen FictionFriends, lovers, or nothing? We can really only ever be one. Don't you know, we'll never be the inbetween ♪