Nadhira sedang asyik mendengarkan lagu-lagu John Mayer sambil membolak-balik buku Makroekonomi dan Pengantar Bisnis ketika seseorang menarik earphone-nya.
"Duh!" desah Nadhira pelan kemudian menoleh, mendapati Renata dan Naomi disana.
"Gue lagi ngilangin stress tau! Hari ini mau kuis dan persiapan gue sedikit banget!"
Renata menatap Nadhira dengan tatapan iba sambil memeluk lengan temannya itu, "Dhir, sekarang gimana kabar nenek lo? Kabarin kita dong kalo ada apa-apa, siapa tau kan kita bisa kesana!"
"Kita sampe tau kabar tentang nenek lo dari Jasmine coba! You ruined our friendship, Dhir! " timpal Naomi sambil memasang ekspresi sebal.
Nadhira langsung tersenyum lebar, "Gue nggak kepikiran buat ngabarin siapa-siapa kemarin, maaf yaa. Eyang udah baikan kok, semoga aja sebentar lagi udah boleh rawat jalan."
"Nggak kepikiran ngabarin siapa-siapa, eh taunya disamperin Emir," sindir Renata sambil senyum-senyum sementara matanya melirik ke arah Emir yang duduk sejajar dengan Nadhira dan hanya berbeda dua bangku.
Nadhira langsung membelalakkan matanya, "Hah? Kok kalian tau?"
"Tuh kaaan!" teriak Naomi kencang, Nadhira langsung buru-buru menutup mulut Naomi sebelum semua orang menoleh ke arah mereka. Malu-maluin! gumam Nadhira sambil diam-diam melirik Emir—yang untungnya tidak menoleh sama sekali.
"Ih nggak! Sumpah, gue sama Emir nggak kayak yang kalian pikirin," sergah Nadhira cepat.
"Gerakan bawah tanah lo oke juga, Dhir. Gue ikhlasin deh Emir buat lo, gimana?"
"Temen kita sekarang udah mulai kenal cowok, Nao," imbuh Renata sambil mengibas-ngibaskan tangannya di udara dengan dramatis sementara Naomi menganggukkan kepalanya setuju.
Nadhira langsung meggelengkan kepalanya tidak sabaran, "Gue nggak sengaja ketemu sama dia di Bandung, terus ya dia ikut ngejenguk eyang gue."
"Bukannya lo juga sempet dianterin pulang sama dia waktu itu?"
"Itu juga karena Reihan ninggalin gue gitu aja di kampus."
Naomi menaikkan sebelah alisnya sambil terlihat berpikir, "Kok aneh ya? Don't you think it's kinda weird?"
"Aneh apanya?" tanya Nadhira sewot, sementara yang bertanya hanya cekikikan saja.
"Siapa sih yang nggak tau Emir? Cowok paling dingin se-Fakultas Ekonomi?" tanya Renata retoris, kemudian melanjutkan, "Dari awal kuliah juga udah banyak yang bilang dia ganteng, kharismatik banget pembawaannya, pinter pula! Kurang apa lagi coba? Tapi sayang, dia jutek banget ke cewek-cewek."
"Gue hampir ngira dia gay, loh," Naomi menyauti perkataan Renata.
Nadhira hanya menatap kedua temannya dengan tatapan bosan. Renata memang terkenal sebagai biang gosip, tidak ada satupun gosip yang berhasil lolos dari bibirnya. Ia tahu semua senior-senior ganteng se-Fakultas Ekonomi, ia tahu dosen-dosen killer sampai dosen yang walaupun kita tidur di kelas, kita akan tetap dapat A, ia tahu soal 'ayam kampus' dan bayaran mereka setiap pertemuan, pokoknya tidak ada yang tidak Renata ketahui seputar kampus.
"Satu-satunya cewek yang mau dia ajak ngobrol cuma dosen."
"Atau mba-mba penjual jus di kantin," imbuh Naomi yang memang sejak awal masuk kuliah sudah naksir Emir dan sering memperhatikan cowok itu—yah, tapi hanya sebatas naksir. Toh akhirnya Naomi sudah dekat dengan seorang senior jurusan Teknik Industri.
"Ya terus?" tanya Nadhira tidak sabar.
"Atau Nadhira Idris."
Eh?
![](https://img.wattpad.com/cover/60614059-288-k822793.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends, Lovers, or Nothing?
Novela JuvenilFriends, lovers, or nothing? We can really only ever be one. Don't you know, we'll never be the inbetween ♪