"Sini sarapan dulu Rei," ajak Nadhira ketika Reihan memasuki ruang tamunya, sementara Nadhira sedang sibuk menuangkan jus jeruk di ruang makan yang hanya dipisahkan oleh lemari TV.
Reihan menggeleng sungkan, "Gue udah makan tadi."
"Pake apa? Roti sama Nutella lagi?"
"Tapi kali ini dipanggang," jawab Reihan sambil terkekeh pelan kemudian menyalami ayah Nadhira yang baru saja bergabung dengannya di ruang tamu sambil membawa koran dan secangkir kopi.
Sejak ibunya meninggal akibat kanker dua tahun silam, Reihan memilih untuk tetap tinggal sendiri di rumah peninggalan keluarganya dan tidak ikut dengan ayahnya yang lebih sering berpindah-pindah tempat karena profesinya yang sutradara itu, ataupun dengan kak Adrian yang memilih untuk tinggal sendiri di apartemen di sebuah distrik pusat perkantoran di Jakarta Pusat.
Sejak itu pula, ia seolah-olah menjadi bagian dari keluarga Idris.
Kadang Reihan iri dengan Nadhira, sahabatnya itu memiliki keluarga yang utuh dan damai. Sejak kecil, memori Reihan tentang kedua orangtuanya hanyalah pertengkaran dan caci maki yang hampir selalu ada setiap hari. Ia sebenarnya merasa lega ketika kedua orangtuanya akhirnya memilih untuk bercerai ketika ia masih SMP—walaupun sampai sekarang ia tidak tahu alasannya apa.
Ayahnya adalah sosok yang keras dan perfeksionis, mungkin itu salah satu alasan kenapa ayahnya itu tidak pernah cocok dengan ibunya yang lembut dan sangat toleran.
"Mau jus gak?" tanya Nadhira pada Reihan, yang langsung dijawab dengan gelengan.
Nadhira mendesah pelan kemudian tetap menuangkan jus jeruk dan memberikannya pada Reihan, "Jangan sok malu-malu deh, biasanya juga malu-maluin."
Ayah dan ibu Nadhira hanya tertawa melihat kelakuan kedua 'anak' mereka itu. Ya, bagi mereka, Reihan sudah seperti anak sendiri.
"Yaudah yuk, berangkat!" ajak Nadhira ketika Reihan sudah menghabiskan jus jeruknya dalam sekali teguk.
"Duluan ya Om, Tante!" pamit Reihan kemudian menyalami kedua orangtua Nadhira dan berjalan ke arah mobil Ford Fiesta berwarna putih yang terparkir di depan rumahnya.
Sejak kemarin malam—tepatnya ketika Reihan berpapasan dengan Emir di depan kompleksnya—entah kenapa pikirannya terusik. Ia tahu kalau ada apa-apa diantara mereka berdua, Nadhira pasti akan cerita. Sejak dulu Nadhira selalu menceritakan apapun padanya, dan fakta kalau mereka sedang dekat dan Nadhira tidak mengatakan apa-apa padanya membuatnya merasa... terlupakan?
"Rei? Kenapa kok diem aja? Lagi ada masalah sama Jasmine?"
Pertanyaan itu membuyarkan pikiran Reihan yang melantur kemana-mana, "Eh... nggak. Gue baik-baik aja sama Jasmine."
Nadhira manggut-manggut kemudian memilih-milih playlist di iPodnya melalui kabel aux yang berada di dalam mobil. Kalau sudah urusan memilih lagu, Nadhira juaranya. Dia bisa menghabiskan waktu cukup lama hanya untuk memilih playlist yang akan diputar.
Ketika lagu Friends, Lovers, or Nothing-nya John Mayer mengalun lembut, Nadhira mulai memejamkan matanya. Tidak, dia tidak tidur, melainkan sedang bersiap-siap untuk ikutan menyanyi—dan kalau sudah begitu, Reihan tidak akan bisa menahan tawanya. Sahabatnya itu memang aneh!
Now that we are over
As the loving kind
We'll be dreaming ways
To keep the good alive
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends, Lovers, or Nothing?
Novela JuvenilFriends, lovers, or nothing? We can really only ever be one. Don't you know, we'll never be the inbetween ♪