Hiccup.

228 11 0
                                    

"Dia punya tempat lain yang dituju. Mungkin dia hilang, dan polisi akan menuduh kita sebagai penculik," bentak Jane. Air mukanya sekarang seperti hendak meledak. Tidak. Dia baru saja meledak.

"Aku yatim piatu." Perkataanku seakan-akan bergema. Mereka akhirnya memandang satu sama lain. Aku sangat tidak percaya dengan apa yang kukatakan. Aku tidak pernah mengaku sebagai yatim piatu di dalam hidupku terlebih kepada orang asing di hutan. Mungkin sekarang aku sudah sepenuhnya gila.

Hening, dan suasana mulai canggung, dan untung saja Jane memecah keheningan "Baiklah kau boleh ikut," sahut Jane dengan embusan nafas yang sedari tadi dia tahan. Menyimpan untuk memarahiku lagi mungkin.

Aku tidak tahu apa aku harus senang atau gelisah, tetapi rasa itu bercampur aduk. Aku berusaha untuk tidak membuang nafas pagiku dengan sia-sia. James membiarkan aku ikut dengannya. Ini tidak mungkin. Bahkan aku tidak sadar sepenuhnya saat mengatakannya. Aku tadinya hilang. Tersesat. Tapi yang benar saja, aku baru hilang beberapa jam setelah bus menelantarkanku. Aku bahkan tidak berpikir panjang saat menanyakannya. Intinya, ini tidak mungkin.

"Jadi. Kau ikut atau tidak?" James menaikkan sebelah alisnya.

Aku mengangguk perlahan. Memastikan jawabanku ini sudah tepat. Dalam sekejap pertanyaan bergelimpangan masuk ke dalam kepalaku haruskah? Astaga, benarkah? Serius? Kau akan ikut? "Ya."

**********

Kami berjalan menembus embun dan kabut pagi. Aku tidak tahu kemana mereka akan membawaku, yang pasti aku terlalu bodoh untuk tidak percaya. Kurasa ini pertama kalinya aku terpikat dengan seorang cowok--yang lucunya kutemukan di tengah hutan. Mereka mungkin akan membawaku ke suatu tempat, lalu membunuhku untuk dipersembahkan kepada dewa matahari. Astaga, itu mungkin saja. Mungkin mereka menganut sekte sesat.

"Kau tak apa? Kau terlihat kosong." Aku terkesiap mendengar suara Stewart yang sangat dalam. Aku tak bisa tahu apakah itu suara aslinya atau memang itu hanya gaung.

"Ya. Aku tak apa," jawabku. Sial. Aku sekarang terlihat kikuk.

Hening. Dan Stewart masih berbalik menghadapku sembari berjalan mundur. "Kau nyata, kan?"

"Diam kau konyol!" Jane memukul kepala Stewart dan James tertawa sekali. Dari belakang, aku bisa melihat rahangnya yang berkedut. Betapa itu seperti ukiran. Dan matanya bersinar terkena pantulan sinar matahari.

"Itu dia!" James berhenti. Yang lain hanya mengikuti. Dan aku terjatuh.

Aku bersyukur tidak ada yang melihatku terjatuh, karena mereka semua sekarang berlari menuju van biru muda yang sangat serupa seperti van milik tetangga Hippieku, bedanya tak ada corak bunga di vannya.

Mereka semua masuk ke dalam mobil. James mengisyaratkanku untuk masuk ke dalam.

**********

Lantai mobilnya dipenuhi oleh kayu kering. Jane dan Stewart mendorongku agar duduk di depan. Itu ritual pertama yang dilakukan anggota baru mereka, katanya. James menyalakan radionya. "Kau mungkin tidak tahu sebagian lagu ini, jadi maaf kalau kau tak suka," ujar James. "Band-band beraliran indie dan folk jarang terkenal. Bagiku mendengarkan apa yang tidak didengarkan orang membuatku merasa istimewa." James tertawa seakan-akan yang diucapkannya itu konyol. Tapi serius, aku selalu berpikir bahwa aku aneh karena melakukan hal yang tidak dilakukan orang lain, dan James senang akan itu. Dia mengatakan itu membuatnya... istimewa. Sekarang aku malu pada diriku sendiri.

James menginjak gas dan keluar melalui petak jalan yang tidak kulihat sebelumnya. Setelah sekitar 10 menit, kami akhirnya keluar menuju jalan beraspal dan kelihatannya hutan masih mengelilingi kami. Angin masuk tanpa henti lewat jendela. Beberapa kali aku tertawa dan mungkin sepertinya aku akan menangis. Kenangan-kenangan tentang aku dan kedua orangtuaku, menjelajahi hutan Virginia dipagi hari. Angin masuk. Embun menipis sedikit demi sedikit. Ini... sangat menakjubkan.

Jane dan James bernanyi dan memukul-mukul kursi sesuai irama lagu. Alirannya Folk, dan James berusaha memainkan gitar sambil menyetir, tetapi Jane terlebih dahulu memarahinya sebelum dia nekad menabrakkan van ini demi mengikuti irama lagu. Stewart. Dia hanya diam sambil membaca buku, dan Jane juga memarahinya--dia menceritakan padaku bahwa dia pernah muntah di mobil karena membaca di perjalanan. Dan aku. Entah apa yang ada dipikiranku, tetapi aku merasa mengeluarkan kepala di jendela adalah hal yang harus dilakukan sekarang. Aku merasa aneh daripada istimewa. Maksudku, semua anjing melakukannya. Jadi aku harus menahan egoku dengan ikut bernyanyi walaupun terbata-bata, karena aku tidak pernah tahu lagunya.

"Kau bisa mengeluarkan kepalamu kalau kau mau." James tertawa.

"Apa?" Aku terkekeh. Tunggu, apakah dia membaca pikiranku?

"Kami semua melakukannya. Ayolah. Aku tahu kau mau." James tersenyum. Dia monster senyuman. Seharusnya aku tahu itu dari tadi.

Dia masih menatapku dengan senyumnya. Bukan senyum mengerikan atau apapun itu. Senyum itu tidak cabul atau menggelikan. Itu tulus dan manis. Tetapi tetap saja itu membuatnya menjadi monster senyuman.

Benakku bergemuruh karena James tidak berhenti menatapku. Aku bersumpah bisa melihat pipiku memerah di kaca spion. Satu-satunya hal yang bisa mengalihkannya adalah mengeluarkan kepalaku di jendela. Jadi aku melakukannya.

Pertama aku tidak yakin, dan yang kedua kalinya aku berpikir ulang, baiklah... ini memang yang aku mau. Jadi aku mengeluarkan kepalaku, dan ya, mungkin sekarang aku terlihat seperti anjing, tetapi aku merasa beda. Waktu terasa berhenti, meninggalkan kami dan mobil van ini dan alam ini. Angin berhembus melalui helai rambutku dan aku merasa bukan diriku. Angin membawa diriku yang lama--terbang menuju utara atau timur atau selatan--persetan, aku tidak mau tahu kemana angin membawa diri lamaku--tetapi kupastikan hanya kami dan angin yang bergerak. Lagu-lagu Folknya membuat seakan-akan anginnya yang bernyanyi.

Setelah beberapa menit, aku memasukkan kepalaku lagi, lalu aku tertawa sekencang mungkin--tertawa puas. "Kau senang?" tanya James.

"Ya. Maksudku. ASTAGA. Itu tadi sangat... Luar biasa." Sekarang aku tertawa lebih kencang. Merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja kulakukan.

Setelah kami tertawa, dia kembali mengalihkan pandangannya pada jalan. "Hiccup akan suka denganmu."

"H..hiccup?"

"Van ini," sahut James sambil tertawa.

"Astaga. Van ini punya nama?" Aku berusaha tidak terdengar kejam kalau memang van yang memiliki nama itu wajar, tapi saat James tertawa, kurasa tertawa tentang van bernama itu wajar.

"Stewart yang menamainya." James sekarang tertawa lagi.

"Diamlah," gerutu Stewart dari belakang.

"Astaga." Sekarang aku tertawa lagi. Monster senyum yang berada di depanku sudah sangat mengubahku, dan aku kembali bertanya, "apa ada hal konyol yang lain lagi?"

Aku bisa melihat kalau dia berusaha menghilangkan senyumannya--merendam senyumnya di dalam wajahnya, tapi tak bisa. "Masih banyak. Tapi pertama... apa kau suka Corn Flakes untuk sarapan?"

A Ride to Home (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang