PANTAI! ASTAGA YA TUHAN ITU PANTAI! VIRGINIA BEACH YANG HANYA BISA KULIHAT DI KALENDER DAN WALLPAPER PONSELKU! ITU PANTAINYA!
Tidak persis seperti dugaanku. Sedikit sebenarnya. Kukira tempat ini akan lebih mirip dengan east coast.
Pohon-pohon palm dan mall-mall ternama. Ini lebih dari itu semua. Lebih sedikit tapinya. Udaranya sangat khas Virginia. Berbeda. Sangat berbeda--dengan maksud lebih baik.
Pedagang hotdog, kedai-kedai yang masih tutup dan beberapa kicauan burung.
Aku rasa aku harus menangis tapi tidak tahu kenapa aku tidak bisa, dan tepat pada saat air mata itu ada di ujung, aku selalu berusaha mendorongnya dan menahannya kembali.
Lagu-lagu James sekarang semakin pelan menjadi alunan dan menyamai dengan embusan angin.
Satu hal yang akan kuingat: ini adalah perjalanan terindah yang pernah kulalui.
**********
Aku merasa sudah pasti tidak akan ada lagi keraguan pada setiap langkah yang akan kuambil.
Benakku adalah pelangi setelah badai. Angin menenangkan di musim panas. Gerimis di gurun. Kaktus di kutub. Petir di ruang angkasa. Supernova yang bergerak cepat membelah kegelapan.
Aku seseorang yang berbeda dan tidak ada lagi Rachel lama yang kubenci.
Semua kenangan buruk dan hidup lamaku tersapu angin kencang.
Aku adalah senja baru dan sebuah fajar yang akan segera datang.
Tidak akan ada lagi malam--tidak akan ada lagi kegelapan. Hanya ada senja baru dan fajar yang akan segera datang.
Tidak akan ada lagi air mataku yang mengenal kesedihan.
Aku sudah berada di puncakku.
Puncak hidupku.
Selamat datang di dalam hidup barumu, Rachel.
**********
Kami sekarang sampai--maksud sampai yang ini berarti pantainya. Kami sampai di pantainya.
Tak ada tabir surya, tak ada selancar, tak ada baju ganti, semua yang terjadi disini seperti tak direncanakan dan mungkin hanya mimpi. Tapi saat kau menginjak pasir putih lembutnya, kau akan tahu kalau ini bukan mimpi.
Burung-burung camar berterbangan di atas permukaan laut. Aku berlari. Berlari sekencangnya menuju air.
Ujung celana jeansku basah. Dengan menyatukan tanganku, kuambil setengah air laut yang bisa diambil tanganku. Kucipratkan airnya ke angin basah di sekitarku.
Nanyian angin bagaikan lagu-lagu Folk tentang harapan-harapan ceria yang tak masuk akal bagi beberapa orang. Bagaikan lagu-lagu folk yang dimainkan di tengah badai. Bagaikan lagu-lagu folk yang dimainkan di tengah huru-hara perang saudara. Bagaikan lagu-lagu Folk yang dimainkan setelah perang akhir zaman.
Rasa kebebasan seasin laut. Rasanya tenang, basah, dan biru terang. Yang terakhir--biru terang--kebebasan itu kutemui di dalam James.
Dia bergerak ke sampingku, James, dia meninggalkan pakaiannya di pesisir.
Secara perlahan aku berjalan mendekatinya.
Air laut membuat langkahku menjadi berat--kusyukuri ini karena aku bisa melihatnya lebih lama saat berjalan.
Langit dan pantulan laut tak ada bedanya di matanya yang lebih biru daripada warna biru. Senyumnya mengembang dan dadanya kembang kempis.
Aku sekarang berlari lalu dengan cepat memeluknya. Kulingkarkan tanganku di sekitar lehernya. Kami tertawa, lalu bibir kami bertemu.
Hangat. Asin. Manis. Bergetar. Dan bersinar--entahlah, bersinar terdengar konyol. Tapi aku merasakan berjuta-juta bintang, lubang hitam, planet, kosmos, dan apapun itu.
Aku berenang di dalam biru matanya, bersandar di atas dadanya, menghirup sedalam-dalamnya bau rumput dan tanah basah sehabis hujan yang melekat pada dirinya.
Dengan cepat, kami berdua jatuh ke dalam air.
Tangan kami masih berpegangan. Kami berusaha agar tetap mengapung, dan lumayan berhasil. Jadi, kami tetap harus meludahkan keluar air asin yang memasuki mulut kami.
Jari-jari James berdesakan di dalam rongga-rongga jariku. Kulit kapalannya bergesekan, dan kemungkinan bisa menimbulkan percikan api apabila dilakukan dengan cepat.
Ombak membawa kami ke dekat pesisir, tetapi kami masih tetap di dalam air.
Aku bisa merasakan pasir di kulit kepalaku, dan semakin ombaknya menerjang, semakin tipis pula gundukan pasirnya.
"Kau belum pernah kesini?" James bertanya.
"Ya. Kurasa kau pernah menanyakannya."
"Kau suka tempat ini?"
"Ya."
**********
1...
2...
3...
Totalnya ada 10 ombak tenang yang menerjang dalam 2 menit yang tenang.Masih di dalam air. Harus menunggu sampai jariku mengeluarkan kerutan, baru aku akan keluar dari air, atau... aku tidak akan keluar apapun yang terjadi.
1...
2...
3...
6... ada 6 burung camar. Masing-masing terbang ke arah yang berbeda. Sebagian berputar dan sebagian lurus dan menjauh dari pesisir menuju laut lepas.Burung yang pertama, terbang memutar di atasku. Kebingungan. Dia tampak kacau.
Dia terlihat lebih kecil daripada yang lainnya. Kemana dia akan pergi? Bagaimana dia akan mendapatkan ikan? Dia bahkan tidak mendekati permukaan air.
Dia kebingungan. Tetap berputar pada lingkaran yang sama. Lalu dia berhenti dan terbang lurus menuju pesisir. Pulang ke sarangnya dan memberitahukan keluarganya kalau dia telah berusaha yang terbaik untuk mendapatkan makanan? Atau bunuh diri karena putus asa? Entahlah, yang satu itu terdengar konyol.
Sehelai bulu dari sayapnya jatuh. Berputar-putar di udara sebelum mendarat tepat di atas wajahku.
Aku mengambilnya.
Akan kusimpan.
Akan kusimpan bulu camarnya.
Mengingatkanku akan putaran hidup yang sama? Tidak. Hidup tidak mungkin akan berputar pada lingkaran yang sama, asalkan dia keluar dari putarannya.
Beberapa menit kemudian, burung itu kembali. Kali ini dia dengan cepat meluncur ke dalam air lalu membawa terbang seekor ikan di mulutnya.
Aneh atau tidak, aku senang melihatnya.
Tertawa puas tapi berusaha agar tidak terdengar.
Burung itu baru saja keluar dari lingkarannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/60621781-288-k546728.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Ride to Home (On Going)
RomanceRachel tidak menyangka tersesat di hutan membuatnya bertemu dengan seorang cowok tampan, dan menyeretnya ke dalam perjalanan panjang menuju Virginia Beach. Sebelumnya, hidup Rachel adalah sebuah bencana. Kini hidupnya adalah anugerah. Dia menemukan...