Jantungku berdegup kencang, dan sepertinya itulah suara yang paling didengar oleh James. Dan aku takut kalau memang benar.
James melepaskan pelukannya setelah dia turun dari troli. Dia mengambil kotak-kotak Corn Flakes yang ada di troli lalu melemparnya masuk ke mobil.
"Aku sudah lapar. Sebaiknya kita bisa sampai ke ladang jagung sebelum pemiliknya datang," kata James.
Stewart mengambil botol-botol air minum di trolinya lalu menarik Jane keluar dari troli. Melihat apa yang dilakukan Stewart, aku tidak menyangka James tidak melakukan hal yang sama.
"Maaf." Sebuah tangan terulur padaku. Aku mengamatinya sampai mataku dan mata James bertemu. Aku mengambil tangannya lalu dia menarikku.
Tarikannya terlalu kuat membuat aku berbenturan dengannya. Dadanya seperti besi, tangannya seperti batu, nafasnya hangat melewati telingaku. Tidak ada yang bisa menggatikan bekas tangannya yang tadi memelukku. Hal yang paling kutakutkan dari semua ini adalah, jantungnya yang berdegup seirama dengan punyaku.
Aku tahu aku bodoh sekali untuk mudah jatuh cinta kepada seorang cowok yang menemuiku kelaparan, kehausan, dan tersesat di hutan. Aku tidak kenal lama dengannya. Bagaimana bisa dia juga merasakan hal yang sama?
Aku tidak tahu apa yang harusku perbuat, tetapi tidak ada pilihan. Jadi, aku yang menjauh darinya dan dia hanya berdiri terdiam. Aku berbalik masuk menuju mobil Van tanpa melihat ke belakang dan berpura-pura tak terjadi apa-apa. Aku tahu dia masih berdiri disana. Terdiam. Dan akhirnya bergerak saat Stewart memanggilnya.
Aku tidak tahu. Sial! Aku berpikir 'Aku tidak tahu' lagi untuk kesekian kalinya. Aku sangat buruk dalam bertindak. Aku bahkan tidak berterima kasih padanya. Dan astaga--apakah wajahku memerah? Kalau memang benar--aku tidak tahu kata-kata apa yang akan kusambung dengan 'kalau memang benar'. Ini semua membuatku frustasi, dan hal terburuknya aku duduk di kursi terdepan. Di sebelah James.
**********
Aku berharap waktu berlalu dengan cepat dan menyalahi teori Einstein. Saat aku berharap lagu-lagu James di radio bisa memecah kecanggungan, tetapi ternyata tidak. Keringatku sudah berhenti mengucur keluar saat angin berkelebat masuk. Setidaknya James memperhatikan jalanan dan bukan kepadaku.
Beberapa menit kemudian kami sampai di ladang jagung yang tadi. Kami semua turun dari van. Daun-daun kering jagung berserakan di jalannya dan menghasilkan bunyi dedaunan kering yang remuk saat diinjak. Stewart keluar dari pintu belakang van dengan tangan dipenuhi oleh kotak-kotak sereal Corn Flakes. Tidak konyol atau menggelikan untuk memakan Corn Flakes di ladang jagung. Ini hanya--unik. Orangtuaku selalu membuatku memakan sesuatu berbahan kentang-kentangan, polong-polongan, atau sejenisnya--dan kadang pula kacang-kacangan. Mereka tidak melarang, aku hanya tidak pernah memakan sesuatu seperti sereal Corn Flakes sebelumnya. Tunggu. Apakah tadi kami membeli susu?
"Baiklah, kita ambil yang ke arah barat, membelakangi matahari," ujar Jane.
Setelah itu, kami berjalan 2 meter jauhnya ke barat sampai akhirnya menemukan ladang yang bisa dikatakan sedikit gundul. Kami duduk di atas tanah tanpa karpet atau apapun, lalu Stewart melempar kotak-kotak sereal Corn Flakesnya.
"Masing-masing mendapatkan jatah satu kotak," ujar James sembari menjulurkan kotaknya satu persatu kepada kami. Dan seperti kuduga, keringat mengucur dengan hebat dari segala pori-pori yang ada di permukaan kulitku. Aku berpura-pura sebisa mungkin untuk tidak merasakan hawa canggung mengikat di sekitarku. Dengan cepat--tidak keras atau terlihat gugup--aku mengambil kotak sereal dari tangannya.
Aku membuka kotaknya dengan gegabah lalu mengambil serealnya dalam genggamanku.
"Kau sangat semangat rupanya." Suara itu. James berbicara padaku. Aku harus membalas apa?
Ya Tuhan tolong... "Hahaha," balasku. Sial. Bukan pilihan kata--kurasa 'Hahaha' buka sebuah kata-kata--yang bagus, tapi setidaknya aku bersuara. "Jujur, sebelumnya aku belum pernah memakan sereal ini," tambahku.
"Maksudmu merek yang ini?" tanya James.
Aku senang dia setidaknya merespon "Tidak. Aku selalu memakan sesuatu seperti sayuran asli untuk sarapan."
"Ih, kau vegan? Apa enaknya?"
Aku tertawa dan mengatakan berbagai hal tentang betapa sulitnya menjadi vegetarian. Seperti, "Kau hanya memakan salad saat Thanksgiving" dan "Kau harus rela menolak makanan bersifat daging dari orang tersayang"
"Stewart mantan vegan. Dia menyerah saat melihat Cheeseburger," ujar James sambil tertawa. Tidak tahu kenapa, akhirnya aku ikut serta tertawa. Maksudku,tidak ada yang bisa menahan diri saat melihat Cheeseburger, tidak ada yang bisa--mungkin aku adalah pengecualian.
Suasana kembali hening dan sedikit canggung beberapa menit kemudian. Tapi terimakasih Tuhan, Stewart menggerutu lagi. "Kenapa kita tidak beli susu saja tadi?" Selang beberapa menit yang hening, dan dia kembali menggerutu "Kenapa kita selalu membelakangi matahari?" Seharusnya dia sadar tidak ada yang memperhatikan setiap gerutuannya.
Suasanan kembali menjadi sarapan hening, dan Jane tiba-tiba bersuara, "Astaga Stewart! Kau lupa memberi makan Amy!"
Aku terdiam. Amy. Aku benci apapun itu yang mereka namakan. Kenapa harus Amy? Tunggu. "Siapa Amy?" tanyaku.
"Kucing Stewart yang cacingan," balas Jane.
"Dia tidak cacingan! Dasar konyol!" balas Stewart.
"Bulunya rontok dimana-mana. Aku benci kucing sialan itu. Tapi sebaiknya kau beri makan saja. Aku tidak mau membuang mayatnya saat mati kelaparan!" timpal Jane.
Jadi, Amy adalah kucingnya Stewart. Kucing rontokan dan cacingan. Entah kenapa aku tiba-tiba saja tertawa dengan keras.
Stewart kembali memggerutu lalu pergi ke Van. James ikut tertawa "Aku suka kucing itu," ujarnya. Lalu dia kembali memakan sarapannya.
**********
Angin bersemilir di ladang jagung. Kabut menipis. Aku melihat hutan dari kejauhan dan menyadari bahwa akhirnya aku bisa lepas ke alam liar dan memakan Corn Flakes. Corn Flakes. Dan sekarang aku bingung tentang hubungan Corn Flakes dan dustaku tentang Vegetarian. Tetapi Ya Tuhan, Corn Flakes ternyata enak. Dan aku juga menyadari betapa konyolnya aku memuja Corn Flakes-Corn Flakes yang kumakan itu. Konyol.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Ride to Home (On Going)
RomanceRachel tidak menyangka tersesat di hutan membuatnya bertemu dengan seorang cowok tampan, dan menyeretnya ke dalam perjalanan panjang menuju Virginia Beach. Sebelumnya, hidup Rachel adalah sebuah bencana. Kini hidupnya adalah anugerah. Dia menemukan...