Tidak disangka-sangka beberapa meter darisini memang benar ada sebuah kota kecil. Seingatku dulu tidak ada.
Sebagian dari rumah-rumahnya bergaya sama--rumah tingkat dua dengan sedikit bergaya Victoria berdinding wallpaper dan taman bunga di depannya. Aku yakin seperti inilah kebanyakan rumah-rumah di kota kecil di inggris.
Kami berjalan beberapa meter ke dalam kotanya. Tidak ada kendaraan, hanya beberapa orang pejogging, pengantar susu, pengantar koran, dan beberapa pengendara sepeda.
Tepat 2 meter selanjutnya, kami menemukan supermarket. Disana berdiri supermarket kecil berwarna jingga di dekat pom bensin.
James mengambil trolley, lalu menyurhku naik ke dalamnya.
Sebenarnya kami tidak bisa dibilang melakukan balapan Trolley, karena tidak ada orang selain kami berdua, jadi kami hanya berkeliling supermarket menggunakan trolley.
Kami pergi kebarisan sereal lalu mengambil beberapa kotak sereal Corn Flakes,dan katanya James hendak merasakan sereal yang lain jadi dia mengambil sereal warna-warni bergambar unicorn.
"Kau yakin akan membelinya?" tanyaku.
"Entahlah. Kurasa ini enak," lalu James melemparkan kotak serealnya ke trolley. "Lagi pula kita tidak akan makan sereal hari ini."
"Maksudmu?"
"Kita akan makan di kafe. Aku melihat semacam kedai atau kafe dari arah barat. Kuharap saja tempat itu buka."
**********
Langit mulai semakin terang dan pengendara sepeda dan pejalan kaki bermunculan.
Kota kecil ini memiliki satu jalan utama yang besar dan kelihatannya mengarah lurus ke kota yang lebih besar.
Aku sudah hampir tersandung seperti lebih dari 6 kali hari ini. Sepatu Stewart ukurannya 45, aku bersumpah aku pernah mendengar James meledeknya dengan 'bigfoot'.
Dan akhirnya tepat di depan kami, kedai WALLABE berdiri. Cukup aneh untuk membaca namanya. Aku berusaha mengingat apa arti kata itu sebenarnya. Tunggu. Bukankah itu hewan mirip kangguru?
Kami memarkirkan trolley belanjaannya di luar kedai, lalu kami memasukinya.
Sebagian--setengah--atau lebih dari kedainya berwarna coklat muda kulit terbakar dan bergambar benua Australia. Ada beberapa hiasan kaktus palsu di setiap meja, dan ada sebuah permainan 'menunggang rodeo' di pojok--yang satu ini aneh karena jelas-jelas itu seharusnya menjadi ciri khas kalau tempat itu berbau Meksiko bukannya Australia.
Pegawai kedainya kelihatannya baru-baru saja datang. Aku dan James duduk di meja paling belakang.
"Tempat ini berbau seperti steak," bisik James.
"Itu hal yang bagus. Kau tak usah berbisik."
"Steak kangguru."
Aku terkejut. "Kau bercanda kan?"
"Aku bercanda. Tapi jujur tempat ini bau steak."
*********
Kami berunding tentang menu sarapan selama satu menit, lalu kami harus duduk bertatapan selama beberapa menit karena kelihatannya tidak ada pelayan atau pegawai yang lalu lalang. Setelah merasa cukup lama James akhirnya mencari-cari pegawainya sampai ke belakang.
Pelayan wanita berbaju ketat muncul dari belakang dan mengucapkan permintaan maaf berkali-kali.
Rambutnya bergaya Afro dan kulitnya berwarna hitam tetapi lebih muda daripada Stewart.
"Kalian mau pesan apa?"
"2 kopi dan 2 steak daging," kataku.
"Ada yang lain?"
"Tidak."
Lalu pelayan itu pergi.
"Kukira gaya rambut Afro sudah punah," kataku.
"Tidak. Tidak semua. Tapi kelihatannya aku pernah berpikir seperti itu."
Aku mengangkat pundakku dengan pelan "Terakhir kali Michael Jackson saat berumur 16 atau sekitar itu dan itu seperti tahun 80-an."
"Kau belum lahir kan?"
"Sudah pasti. Tapi ibuku punya rekamannya."
"Kau punya VCR?"
"Begitulah. Ayahku menolak untuk membeli DVD. Katanya VCR di rumah masih bagus, dan kalau dilihat-lihat, orangtuaku memang punya banyak rekaman. Mereka bahkan menggunakan kaset VCR untuk menyimpan video pernikahan mereka."
"Wow. Kau penyimpan barang rupanya."
"Diamlah. Itu tidak sekonyol yang kau pikirkan."
"Aku tidak berpikir itu konyol."
Aku terdiam. "Seharusnya mereka membuat lantai kedai ini hitam putoh dan bukannya coklat putih," kataku berusaha mengganti topik.
"Itu akan terlihat sangat 90-an. Tapi kebanyakan kedai masih seperti itu."
Aku tertawa "Mereka sangat tertarik dengan lantai dansa. Dan kau tahu tidak? ada beberapa negara yang menggunakan tisu toilet sebagai tisu kedai."
"Untunglah bukan McD karena makanan-makanannya itu adalah hidupku."
"Kukira 'hidup'mu itu Cornflakes."
Lalu kami tertawa.
Tiba-tiba pintu kedai dibanting terbuka. Seorang pria memegang kayu besar di tangannya dan memakai baju dalam dengan bekas bir di bajunya masuk ke dalam kedai dengan marah. "GRISHA! KELUAR KAU DASAR PELACUR!"
Aku bertatapan dengan James. Kami saling berpegangan. Bukannya berlebihan, tapi aku bisa memikirkan apa yang akan dilakukan orang mabuk dengan sebatang kayu di tangannya.
"Baiklah, kalau begitu, adikmu akan menanggungnya." Lalu dia berjalan keluar.
Aku mendengar kegaduhan di dapur. Lalu tangisan.
Setelah satu menit berlalu, pelayan tadi keluar sambil membawa pesanan kami. "Maaf soal tadi," katanya. "Dia selalu kesini. Itu membuat kedai kami jarang pengunjung."
"Siapa dia?" Tanyaku. Sebenarnya aku tidak ingin ikut campur urusan apapun dengan ini tapi lagipula kami akan pergi besok.
"Dia ayahku."
"Ayahmu?" James terkejut.
"Ya. Dia berusaha menjualku di klub, jika aku menolak dia akan menyiksa Eliot adikku. Tapi hari ini aku menyembunyikannya disini. Oh. Maaf. Nikmati hidanganmu." Setelah itu dia kembali ke dapur.
"Tadi itu mengerikan," bisikku.
"Ya. Sebaiknya kau memakan makananmu," balas James.
![](https://img.wattpad.com/cover/60621781-288-k546728.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Ride to Home (On Going)
RomanceRachel tidak menyangka tersesat di hutan membuatnya bertemu dengan seorang cowok tampan, dan menyeretnya ke dalam perjalanan panjang menuju Virginia Beach. Sebelumnya, hidup Rachel adalah sebuah bencana. Kini hidupnya adalah anugerah. Dia menemukan...