Lingkaran Kejujuran.

77 6 0
                                    

Rachel's POV.

Bisa dihitung aku baru dua minggu bersama mereka, dan aku sudah memiliki hubungan lebih-dari-teman dengan James. Stewart pernah memberitahuku tentang pribadi James yang kadang berubah-ubah dan itu sesuatu yang buruk. Mendengar Stewart menceritakan itu kepadaku--cewek baru di kelompok mereka--membuatku merasa kecewa kepada Stewart yang membicarakan James dibelakangnya. Stewart begitu yakin ada sesuatu yang selalu membuat "pribadi" James berubah-ubah. Kadang dia melamun, kadang dia ceria dan tiba-tiba menjadi termenung seakan-akan teringat sesuatu yang menyedihkan. Stewart selalu yakin ada sesuatu yang James sembunyikan semejak mereka bertemu. Dan hari ini, kami duduk melingkar di dalam lingkaran kejujuran.

Bisa dikatakan ini adalah sebuah permainan, dan caranya mudah, dimulai dari arah jarum jam 12 lalu berputar. Sebenarnya ini seperti permainan kebenaran atau tantangan, bedanya kita hanya bisa memilih kebenaran.

Jane mengajukan diri, bersukarelawan sebagai giliran pertama, setelah itu berputar dari Stewart, aku, lalu yang terakhir James. Jane memang ingin menjadikan James yang terakhir.

Sebenarnya aku tidak ikut campur tangan dalam permainan menginterogasi-James-secara-tidak-langsung ini, maksudku aku baru disini, dan aku sangat tidak ingin merasa berkhianat dari James, ditambah lagi hubungan kami yang baru saja dimulai. Apapun yang terjadi, ini hanyalah hal konyol yang dilakukan Stewart dan Jane yang memiliki konspirasi konyol tentang James.

Dan permainan pun dimulai.

"Baiklah kita mulai ini dari masa lalu," ucap Jane. Aku melirik sekali ke arah James dan aku bisa melihat matanya yang tidak tenang. "Aku diadopsi sebelum Stewart. Aku masuk sekolah katolik dan akhirnya dikeluarkan gara-gara berkata-kata tak pantas. Aku cukup akrab dengan semua orang, keluargaku lumayan menyenangkan dan kadang aku terlibat perkelahian demi Stewart."

"Trima kasih Jane, dan kau tidak perlu melanjutkan apapun," kata Stewart dengan wajah tidak setujunya "Baiklah, aku diadposi setelah Jane. Aku berada di sekolah yang berbeda mengingat aku bukan penganut katolik. Aku dibully karena menjadi kutu buku yang payah dalam olahraga. Aku juga payah dalam bergaul, dan itu membuatku payah dalam segala hal. Sungguh, aku bida menjalani semua itu tanpa harus Jane terlibat dalam perkelahian. Seperti yang Jane katakan, keluargaku sangat menyenangkan tanpa 'lumayan'. Aku bersyukur mereka mengadopsiku. Hanya hidupku yang payah." Stewart sekarang menunduk lalu terdiam.

Tanpa diberi aba-aba bahwa ini giliranku, aku memulai dengan sendirinya. Aku mengisahkan pembullyan Amy terhadapku, dibalas dengan Jane yang mengatakan kalau dia benar karena membenci apapun yang bernama Amy. Lalu aku menceritakan tentang orangtuaku dan kenapa mereka meninggalkanku pergi, lalu tentang sebenarnya aku tinggal sendirian dan sungguh itu tidak terasa seperti rumah (Paman dan bibiku tinggal di Oregon). Terakhir aku tutup kisahku tentang betapa senangnya aku setelah menjadi pribadi yang berubah semenjak ikut dalam perjalanan mereka.

Jane menepuk bahuku, menyuruhku agar tangguh, dan memang aku sudah melakukannya.

Dan sekarang giliran James. Suasana menjadi hening. Kami semua tahu itu gilirannya tetapi tidak ada yang mau bersuara.

Semenit lewat, dan semuanya menjadi canggung dan panas matahari mulai sedikit terik dan membuat bajunya James basah--atau mungkin dia berkeringat karena gugup.

"James," panggil Stewart dengan pelan, tapi akhirnya terdengar lirih.

Lalu James mendongakkan kepalanya, terdiam. Mulutnya membuka menutup dalam tempo cepat, berusaha untuk berpikir apa yang akan dikatakannya. Aku sekarang yakin benar ada badai kata-kata di kepalanya yang meminta untuk dikeluarkan, tetapi tidak kunjung terjadi.

"James," panggil Stewart lagi.

"IYA AKU TAHU!" kami semua terdiam. Ini pertama kalinya aku melihat James marah. Kini aku yakin dia menyembunyikam sesuatu. Wajahnya memerah bukan karena marah, tapi karena malu. "Maaf," ucapnya lirih.

"Kau hanya harus jujur," ucap Stewart lagi.

James terdiam, lalu mulai berbicara. "Orangtuaku meninggal karena kecelakaan. Aku diambil pamanku lalu aku hidup tenang sampai sekarang." Aku yakin bisa mendengar getir di suaranya. Dan jelas, kami semua tahu dia berbohong. Tapi itu yang James ceritakan padaku.

Kami semua terdiam. Aku berusaha mencengkram pasir dan tanah yang terbelah membentuk garis lingkaran. Stewart hanya memandangi James, dan Jane sama sepertiku, mulai tidak nyaman dengan semuanya.

"Ayolah James," ucap Stewart. Setelah itu, tidak ada kata-kata yang melanjutkan kalimat terpotongnya. Kami harus menunggu setengah menit dan akhirnya dia berbicara. "Kami tahu itu bohong."

Langit biru yang terang bagaikan melontarlan petir yang mencerai-beraikan tanah setelah mendengar Stewart mengatakannya. Wajah James semakin memerah dan akhirnya meledak "SELAMA INI KUKIRA KAU TEMAN!" James berdiri lalu berjalan pergi meninggalakan kami.

Stewart hanya duduk dan meratapi kepergian James. "Omong kosong," gumam Stewart. Lalu dia berjalan pergi ke arah sebaliknya dari James.

**********

Lima menit berlalu dan aku tidak bergerak sama sekali. Aku senang ternyata Jane juga begitu. Telapak kakiku kesemutan hebat, dan aku berusaha menindihnya dengan berat tubuhku. "Aku tidak menyangka ini akan terjadi." Jane lambat-laun bersuara. "Aku tahu terdengar bodoh, tapi kami pikir James menyembunyikan sesuatu yang besar. Kurasa kau juga melihat dia berusaha terjun ke juran tadi malam."

"Ya, aku tahu," balasku. Aku sudah berpura-pura tidak tahu, tetapi akhirnya memori-memori terbesit di benakku.

Aku yang pertama menyadari dia mengerang kesakitan dan berlari sembari menjerit-jerit di hutan seperti kerasukan. Kupikir James akan membenciku.

Ini menyedihkan. Aku tidak menyangka akan terlibat konflik yang berawal dari isu kepercayaan. Kuharap tidak akan terjadi apa-apa.

"Rachel," panggil Jane. Lalu aku menoleh. "Kejar James."

A Ride to Home (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang