Balas dendam.

114 11 0
                                    

Setelah sarapan di ladang jagung, kami melanjutkan perjalanan lurus menuju Virginia Beach, dan tanpa kusadari selama ini aku tidak memakai sepatu.

Aku menggesek-gesekkan kakiku ke ke lantai mobil untuk menghilangkan daun-daun jagung yang kering. Seperti tadi juga, lagu di radionya masih seputar Folk dan Indie. Seleranya sangat unik. Aku baru saja menyadari, maksud unik itu bagus. Lagu-lagunya menghanyutkanku, dan hal yang paling memalukan adalah, aku merasa berada di dalam sebuah film. Jauh dari rumah, tersesat, bertemu mahkluk rupawan di hutan, dan mungkin polisi sedang mencariku.

"Kau sebenarnya hendak kemana?" tanya James, dan aku terkesiap dari dunia di pikiranku.

"Perkemahan," jawabku dengan cepat--berusaha tidak terlihat kikuk.

"Tunggu. Apakah mereka tahu kau hilang?"

Aku hanya terdiam dan menggeleng. Amy dan teman-temannya melemparku keluar dari bus. Aku mencoba untuk bertahan hidup dengan mencari sungai di hutan dan akhirnya tersesat. Kata-kata itu seharusnya keluar dari mulutku dan bukannya hanya berputar-putar seperti partikel debu di bawah sinar matahati yang terpenggal, tapi apapun yang terjadi aku tidak bisa terdengar lemah. Aku hanya tinggal harus meyakini bahwa angin sudah membawa diri lamaku entah kemana.

**********

Amy, si kucing. Aku akhirnya bisa melihat sosok kucing cacingan dan rontokan itu. Tapi kalau dilihat secara seksama, tidak ada yang bisa mengatakan kucing yang hampir sejenis persia ini rontokan atau cacingan. Warnanya putih dan matanya hijau. Jane mengatakan bahwa Stewart memungutnya dari halaman belakang rumah mereka. Awalnya aku sangat tidak percaya saat Jane mengatakan bahwa dia dan Stewart adalah saudara. Ya memang, awalnya aku tidak percaya. Dia dan Stewart secara teknis bukanlah saudara,orangtua mereka adalah orang India, mereka mengadopsi Jane--dia diambil dari keluarga veteran yang orangtuanya sudah meninggal, dan pamannya yang kejam menaruhnya di panti di Winchester--dan Stewart--anak suku Aborigin yang terbuang--saat mereka mengunjungi Queensland. Aku kadang bisa mendengar sedikit logat bahasanya dari mereka berdua. Jadi bisa dikatakan keluarga mereka adalah keluarga anti rasis.

Beberapa jam setelah perjalanan terus menerus membuat semuanya terasa membosankan. Hanya ada lautan hijau yang terhampar seakan tak berujung, dan kadang terlihat beberapa bangunan dan kumpulan rumah. Aku tahu kemana kami akan menuju, tetapi tidak membayangkan ini.

Jane tertidur, Stewart membaca bukunya--To Kill a Mockingbird--dan James memperhatikan jalanan--dan sepertinya dia tidak menyadari keberadaanku. Lagi.

Aku mencoba melihat-lihat ke sekitarku untuk mencari sesuatu yang bisa menjadi hiburanku. Baiklah, kurasa satu-satunya yang bisa menjadi 'hiburan' itu adalah diriku sendiri, karena kelihatannya Amy yang kukira bisa kuajak bermain ternyata sedang memainkan kukunya pada sebuah buku.

Aku tidak bisa tertidur--aku terlihat seperti beruang yang sedang hibernasi saat tertidur--aku tidak akan melakukannya. Oke. Baiklah Rachel, berbicaralah pada James. "Kalian sudah berteman sejak lama?"

James melirikku. "Bisa dikatakan begitu."

"Kalau begitu ceritakan," balasku.

"Jadi... kami semua dulunya bertemu di bandara. Jane disana sedang mencari-cari kopernya yang hilang, dan Stewart sedang bersikeras untuk melawan petugas demi Amy, dan aku yang membantu mereka."

"Tidak semembosankan seperti yang kukira. Jad--"

"Maaf aku belum selesai," ujar James. Sesaat kukira dia marah, tetapi dia tersenyum.

"Oke. Baiklah Tuan," sindirku.

"Jadi, mereka memiliki perjalanan yang sama denganku. Kami ke East Coast. Jadi kami benar-benar berteman saat di pesawat. Saat sampai disana, aku meminta agar Jane mau dipotret saat berselancar. Dan setelah seterusnya, kami selalu bersama. Bagaimana denganmu? Apa kau punya teman atau sesuatu sebelumnya?"

"Aku tidak tahu..." aku terdiam. Ganti topik Rachel! Ganti! "Ngomong-ngomong buku apa yang sedang dicakari Amy itu?"

"Itu buku harian. Itu privasi. Dan kenapa kau mengganti topik?"

Aku terdiam. Astaga. Aku yang memulai percakapan ini. Aku tidak berpikir ini akan sejauh ini. Yang harus kaulakukan adalah jujur. Dia tidak menenalmu. Jadi, aku menarik nafas dan menyiapkan kata-kataku di ujung lidahku, dan akhirnya meledak keluar. "Aku dibully. Amy dan gengnya. Dia selalu membullyku. Dia mengambil jatah makan siang, membenamkanku di toilet, menarik rambutku saat di kelas seni, menaruh permen karet di bawah rambutku, menaruh lendir hijau di lokerku, merobek kaos olahragaku, yang terakhir dia menelantarkanku di hutan." Berhenti Rachel! Aku tahu sudah terlambat berpikir begitu.

"Astaga!" Wajah James marah "dia harus mendapatkan balasan. Dan apa yang kaupikirkan ikut dengan kami?"

"Apa maksudmu?" Jantungku berdetak dengan cepat. Dan kurasa suaranya mulai terdengar semakin nyaring.

"Kau harus membalasnya sebelum ikut dengan kami."

"Tidak. Gengnya banyak," jawabku.

"Tidak. Kita harus. Pasti mereka berkemah di Brown Moose. Kita hanya harus mengendap dan kau tidak harus berkemah." Lalu James memutar mobilnya.

"TUNGGU!" Jane terbangun. "Kenapa? Kenapa kita harus membalaskan dendamnya?"

"Tak apa James. Tak usah," ujarku. Bisa kupastikan wajahku memerah dan bercampur raut memelas.

"Apa kau tahu rahasia kotornya?" James bertanya dengan kesal. Dia melajukan vannya secepat yang dia bisa menuju ke arah kami semua datang.

"Aku... dia pernah memakan kotoran hidugnya!" Seisi van menjadi hening. Aku panik dan aku tidak tahu apa yang kukatakan. Itu kebohongan.

"Baiklah. Kita akan mentato wajahnya," ujar James. Lalu, dia mengeluarkan alat pembuat tato dari laci.

A Ride to Home (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang