Membakar Rokok.

66 5 0
                                    

Ini sudah seminggu aku tidak makan apapun dari daging, bisa dilihat kalau reaksiku saat memakan Steak terlihat berlebihan, tapi setidaknya James menyukainya.

Aku bisa melihat pelayan yang keluar dari dapur lalu duduk di salah satu meja.

Aku melihat dia membawa seseorang seperti anak laki-laki kecil berumur 11 tahunan. Dia pasti Eliot.

Aku seharusnya berkonsentrasi pada makananku dan bukannya pada urusan orang, tapi seperti itulah aku.

Setelah selesai sarapan, kami meninggalkan kedainya dan meninggalkan satu dolar di mejanya.

Kami mendorong kembali trollynya menuju tempat parkir, lalu duduk-duduk disana.

James membongkar-bongkar kantong belanjaan di trolleynya, lalu mengeluarkan satu kantong plastik besar.

"Apa itu?" Tanyaku.

"Rokok," jawabnya.

"Kau tahu aku benci orang merokok?"

"Tidak. Kita akan membakarnya tapi tidak akan menghisapnya. Kurasa kita harus ke atas bukit."

*********

Ada tanjakan rata lurus mengarah ke atas bukit. Aku tidak tahu pasti apa yang akan dilakukan James dengan satu kantong rokok-rokok itu tapi tadi katanya akan dibakar.

James sekarang yang mendorong trolleynya. Anginnya lumayan sejuk dan bertambah sejuk pada setiap langkah maju yang kami ambil.

Lalu akhirnya kami sampai di puncaknya. Sebenarnya semuanya aspal dan ada satu mobil merah terparkir di ujungnya. Singkat kata tempat ini adalah tempat parkir. Atau mungkin tempat penjualan mobil bekas, tapi tidak ada siapa-siapa disini.

Ujung dari bukitnya di pagari dan ada tanah kosong di depannya yang cukup rata. "Disana kita akan membakarnya," kata James.

Aku memberikan kantong plastik rokok tadi kepadanya.

Dia mengambil satu kotak lalu membukanya. "Kita akan melempar satu rokok untuk satu masa lalu."

Ini yang aku tidak suka darinya. Dia selalu membahas masa lalu--bisa dikatakan dia menyebut 'masa lalu' lebih dari 6 kali minggu ini. Dan hari ini, dia melakukannya lagi.

"Kau mau ikut?" Tanyanya.

"Sebenarnya aku sudah puas dengan mentato wajah Amy. Tapi kurasa aku melakukan ini karena aku benci pada rokok. Kau tahu kan, penyebab kanker," kataku. Aku bisa melihat senyum hilang dari wajahnya.

"Baiklah. Kita akan mulai."

Dengan cepat dia berbalik dan melontarkan semua kekesalannya di udara dan mulai melempar rokok-rokok itu.  Aku sebenarnya tidak terlalu suka dengan ini, tapi aku mulai melontarkan rokok-rokoknya. Entah kenapa ini mulai menyenangkan. Ini membuatku merasa bebas.

Semua rokok yang kami lempar terkumpul di tanah membentuk gundukan rokok.

Setelah rokonya habis, kami melontarkan kotak-kotaknya. James meraba-raba sakunya lalu mengeluarkan korek api.

Dia membukanya lalu api keluar. "Yang terakhir ini untuk Stewart." Lalu dia melemparkan koreknya.

Awalnya hanya mengeluarkan asap, lalu api besar mulai muncul dan menghanguskan rokok-rokok yang di atasnya.

Asap besar mulai keluar dari bawah. Entah apa yang akan dipikirkan orang-orang kota ini saat melihat asap yang mengepul dari atas bukit.

Apinya mulai membesar dan asap mengalahkannya.

Api membakar semua rokoknya--masa lalu James--membuat setiap batang menjadi abu-abu yang terbang terbawa angin. Bau tembakau menyeruak kemana-mana.

Tangan James melingkari leherku, dan aku hanya diam. James bertanya, "Kau percaya padaku kan?"

Pertama aku ragu untuk menjawabnya. Tapi aku berusaha meyakinkan diriku dan kurasa ini pertanyaan terkahirnya tentang kepercayaan, lalu aku menjawab, "Akan selalu."

**********

Jalanan kotanya mulai ramai dengan sepeda dan mobil. Orang-orang terlihat menunggu di halte bus. Burung-burung mulai mencari cacing dan ulat. Kotanya sudah ramai.

Aku beberapa kali berbalik untuk melihat asapnya masih mengepul dari atas bukit. Beberapa orang terlihat memperhatikan asap itu--untungnya 'beberapa orang' itu masih bisa dihitung dengan satu tangan.

James masih mendorong Trolleynya. Kami akan kembali ke van.

Kami bisa melihat hutan dari kejauhan dan padang rumput yang semakin luas. Orang-orang mulai berdatangan untuk berpiknik.

James menghentikan trolleynya lalu mulai mengambil sereal-sereal dan minuman yang kami beli lalu berjalan kembali ke dalam hutan.

"Kau!" Seseorang berteriak lalu kami berbalik. Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat, tapi itu pelayan kedai tadi, berlari-lari. Di tangan kirinya dia memegang sepatunya, dan tangan kanannya menggandeng Eliot.

Dia mulai mendekat dan terengah-engah. Bau permen karet bisa tercium dari nafasnya.

Lalu di bertanya, "Bisakah aku ikut dengan kalian?"

A Ride to Home (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang