P

27K 2.8K 455
                                    

HAPPY READING BEES

I think the best day will be when we no longer talk about being gay or straight...
It's not a gay wedding, it's just a wedding...
It's not a gay marriage, it's just a marriage...
(PINK)

Tapi ada hal yang Tritan lewatkan dan tidak ia perhatikan. Dia meninggalkannya begitu saja. Dia melewatkannya begitu saja. Kenyataan bahwa Nath menangis seharusnya bisa membuatnya juga terluka, tapi sayang Tritan tidak melihatnya. Karena Nath memang berniat untuk menyimpan rasa sakitnya sendirian. Nath tidak ingin membagi perasaan yang kini ia rasakan kepada Tritan, karena Nath berani bersumpah jika rasanya... sangat menyakitkan.

'Dari awal ini hanya tantangan, tidak seharusnya aku mengharapkan sesuatu yang lebih bukan?' Nath menuruni bebatuan itu sendirian, tanpa ada sepasang tangan kokoh yang setidaknya berniat menuntunnya lagi. Batu demi batu, tapak demi tapak, langkah demi langkah, Nath lalui sendiri. Tritan berjalan di depannya, tanpa menoleh ke belekang sedkitpun.

Nath tahu kalau Tritan tidak lama lagi akan meninggalkannya. Tritan yang pergi menjemput kebahagiannya dan meninggalkan Nath sendirian dengan perasaannya yang terlanjur hancur berkeping-keping. Nath pikir ini bukan salah Tritan, melainkan salahnya sendiri. Dari awal, Nath menggunakan hatinya saat bersama dengan Tritan, ia tidak memikirkan hasil dari perbuatannya. Sekarang Nath harus memetik hasil dari buah yang ditanamnya, bukan manis yang didapatkannya melainkan rasa asam yang sangat sepat.

.
》》》
.

"Aku minta maaf, tapi kamu bisa turun di halte saja kan sayang? Jika aku mengantarmu sampai rumah, bisa-bisa aku terlambat menemui Natalie." Tritan memandang Nath memohon, Nath yang sedari pantai memang hanya diam dan tak berbicara sedikitpun, kini hanya tersenyum sambil menatap wajah Tritan. Bahkan Tritan tidak lagi berusaha membuat percakapan di antara mereka setelah masuk ke dalam mobil tadi. Tritan terlihat sangat tampan dengan senyumnya, makanya Nath hanya diam dan sesekali memandangi Tritan setelah mobil mulai berjalan pelan. Sampai Tritan membuat usaha Nath harus berakhir sampai di sini, ia menyuruh Nath turun dari mobil dan melanjutkannya dengan naik bus.

"Terima kasih untuk hari ini Tan, aku senang." Setelah mengucapkan kalimat itu pelan dengan suara yang cukup kecil, Nath segera keluar dari mobil Tritan. Tapi tangan Tritan dengan sigap berusaha menahan tangan Nath, tapi sayang Tritan tidak mendapatkannya. Tritan tidak lagi sesigap dulu untuk menggenggam tangan Nath. Nath juga sudah terlanjur menutup pintu mobil Tritan dan pergi menunggu di halte bus itu sendirian. Tidak ada orang lain selain Nath, halte bus itu sangat sepi dan kosong hari ini.

Senyuman bahagia yang terpatri di bibir Tritan sebelumnya luntur seketika, entah mengapa ia merasa jika kini dia sudah sulit untuk digapai. Tritan merasa Nath semakin jauh dari gapaiannya. Nath-nya yang selama ini ia rengkuh kuat, serasa berusaha melepaskan diri darinya. Tritan merasa jika tidak lama lagi, Nathaniel Drew, Nath-nya akan pergi meninggalkannya. Sendirian.

Tangan Tritan sudah ada di pegangan pintu mobilnya, ia berniat turun dari mobil dan menjemput Nath-nya kembali naik ke atas mobil tapi terlambat. Nath sudah naik ke dalam bus, dan bus itu meninggalkan halte dan dirinya yang terdiam membisu menatap kepergian bus itu.

Tritan merasa hatinya seperti dicengkram, Tritan menyentuh dadanya pelan. Apa yang terjadi pada dirinya sebenarnya? Kenapa ia bisa merasakan sesuatu seperti ini? Sesak? Sakit? Pedih? Atau apapun itu Tritan tidak tahu. Yang pasti hatinya terasa sangat tidak enak, perasaannya tidak lagi kembali nyaman.

Dari dalam mobil, Tritan bisa melihat Nath yang mengambil tempat duduk di bagian belakang. Dari dulu Nath suka duduk di kursi bagian belakang bus, Tritan selalu memperhatikan itu. Tritan hanya menatap Nath nanar, bagaimana caranya agar hatinya kembali tenang? Tritan tidak tahu.

DizzephyrTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang