Part 6-2

50 3 0
                                    

"Dania." Willy janskey akhirnya dia membuka suara selama kami dalam perjalanan pulang.
Kini dia menginjak rem dan menghentikan mobilnya.

"Apa?" Jawabku menatap matanya.
"Apa kau buru buru untuk kembali kerumah?" Tanyanya lagi. Matanya masih menatapku.
"Tidak juga.."
"Baguslah" dia mengalihkan pandangannya kedepan sekarang.
Lalu melanjutkan pertanyaannya lagi.
"Apa kau ingin minum bersamaku?"
"Kurasa itu ide yang bagus ketika kita telah melewati hari yang sangat melelahkan." Jawabku sambil tersenyum.

"Baiklah"
Dia ya, willy janskey kini kembali menyetir. Dia terlihat begitu tampan. Aku sampai lupa, dia pernah menjadi pacarku didepan kamera. Kuharap itu bisa terjadi dikenyataan.

***

Willy janskey menghentikan mobilnya. Tempat ini begitu sepi. Bahkan jauh dari jalan raya.
Tidak ada mobil yang berjalan kesini.
Suatu fikiran konyol terlontar diotakku.
Apakah dia ingin menyatakan cintanya padaku?
Tidak mungkin. Aku menggelengkan palaku.
"Kenapa?" Willy menegurku dengan wajah aneh.
"Tidak." Jawabku singkat.
"ayo kita turun." Willy jankey turun dari mobilnya. Diikuti aku yang berjalan dibelakangnya.
"Bukankah kau ingin mengajakku menikmati wine ?"
Sekarang aku berdiri disampingnya.

Entah apa yang akh rasakan saat jni perasaanku tak menentu. Detak jantungku seakan memberi jawaban. Aku merasakan hal yang tidak wajar.
Tuhan apa yang terjadi padaku?

"Oh ya aku hampir saja lupa akan hak itu ,tunggu disini."
Dia berjalan kearah mobil, membuka bagasi mobil sport miliknya.

Mataku kini mencoba memperhatikan sekitar. Ini begitu gelap.
"Ini segelas wine untuk lawan aktingku." Dia memberikan segelas wine padaku. Dan dia juga menggenggam segelas wine lagi tetapi lebih sedikit. Dibandingkan wine didalam gelas milikku.
"Terima kasih. Tapi, bagaimana kau bisa?"
"Kau tau dimusim seperti ini, aku selalu membeli wine dan kutaruh dimobilku." Jelasnya singkat.

"Ayo kita harus duduk."
Willy janskey menatap ku dan menarik tanganku.
"Duduklah disini?" Dia menepuk cap mobil depannya.
"Apa tidak apa apa?" Tanyaku ragu.
"Tidak masalah, jika terjadi sesuatu mobilku ini sudah diasuransikan."
"Oh baiklah." Aku menaiki bagian depan mobilnya.
Diikuti wily janskey yang duduk disebelahku.

Aku meminum wine yang diberikan wily tadi.
Ah, tenggorokanku seperti tidak bersahabat. Apa mungkin ini efek dari aku sudah jarang minum.

"Baiklah, dania. Apa kau marah padaku?" Willy janskey membuka percakapan diantara kami.
"Untuk apa? Maksudku memangnya kenapa?" Aku kembali menyesap wine digenggamanku.
"Soal aku mengajakmu kerumah sakit."
"Tentu saja tidak. Aku justru berterima kasih padamu. Dengan kau mengajak aku seperti tadi aku jadi tau bahwa, aku telah menutup mata dikehidupan ini."
Aku menarik nafas dalam, dan menatap kedepan. Melihat pemandangan tanpa cahaya.

Tetapi aku masih mampu melihat sepasang mata indah itu. Ya milik willy janskey.
"Kau tau, micell adalah penggemar beratmu. Aku mengenal anak itu cukup lama." Willy mulai bercerita. Sesekali dia menyesap winenya.
"Anak itu adalah pejuang. Melawan penyakit parahnya. Dan dia memiliki satu impian untuk bertemu denganmu."willy menatapku . Dan aku tersenyum membalas tatapannya itu.
"Aku sangat terharu. Kau baik baik saja?" Tanyaku melihat perubahan mata willy.
"Ya, tentu saja." Jawabnya sedikit murung.

Love (why so difficult)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang