Part 6-4

122 5 0
                                    

"Kenapa kau menangis?" Tanya willy janskey heran.Tangannya hampir saja menyentuh pipiku, tetapi aku menghalau hal itu.

"Aku?"
"Kenapa aku begitu kekanak kanakan seperti ini. Harusnya aku tidak boleh membiarkan diriku ini menangis didepan rekan kerjakukan?" Tanyaku sambil menghapus air mata yang keluar dari mataku.

Willy janskey tetap menatapku.
Lalu dia mulai berbicara.
"Apa ada sesuatu yang juga terjadi?"
"Memang, tetapi. Itu panjang jika aku ceritakan?"
"Ceritakanlah padaku, aku akan senang mendengar ceritamu." Jelasnya sambil meminum wine miliknya.

"Kau kira aku menyukai London?" Aku tersenyum pahit mengingat kota itu.
"Kurasa, terakhir yang kau cerita." Willy janskey ikut tersenyum. Terlihat begitu manis.

"Ya, memang. Ayahku tidak maksudku dulu sebelum ayahku meninggal. Dia sangat menyukai kota itu. Dan kau taukan aku merayakan tahun baru disana. Bertemu ibuku."

Ibu yang tidak berpihak padaku.
Fikirku lalu melanjutkan perkataanku.
"Banyak hal yang berubah saat aku disana."
"Pasti menyenangkan bukan?, bertemu ibumu." Dia mengambil kesimpulan dengan cepat, tetapi kesimpulan itu tidak terlalu benar.

"Tidak juga." Jawabku singkat sambil memegangi gelas yang berisikan wine.
"Kenapa? Apa ibumu lupa padamu?"
"Hei willy, ibuku tak sejahat itu." Tukas ku dengan tertawa kecil.
Lalu aku melanjutkan.
"Ibuku sangat baik sekali, dan saudari tiriku juga sangat baik. Dan juga ayah tiriku."
"Wah, kau cukup bahagia juga ternyata." Cetusnya.

"Aku mendapat masalah besar disana."
"Apa maksudmu dania."
"Aku meninggalkan pesta tahun baru yang diadakan spesial untukku." Aku menatap langit lagi.

"Kau? Kau?"
"Kau mau bilang, aku keterlaluan bukan?"
"Aku tidak bilang seperti itu."
"Okeh, aku yang bilang."
"Lanjutkan ceritamu." Willy janskey merebahkan tubuhnya di atas cap mobil. Dan juga disampingku.

"Ibuku begitu marah, dan menamparku di london?"
"Apa?" Willy janskey begitu terkejut lalu terbangun lagi. Matanya kembali menatapku.
"Iya.." jawabku dengan wajah ditekuk.

"Hei dania, kau sedih? Kau jangan sedih seperti itu. Jika kau tidak bisa cerita karena hal itu pribadi. Jangan dipaksakan."
"Aku ingin menceritakan segalanya." Aku tersenyum dengan menghapus air mata yang saat ini keluar dari ujung mataku.

"Tapi kenapa kau harus meninggalkan pesta?"
"Pertanyaan bagus." Jawabku secepat kilat.
"Kau tau wil, saudari tiriku ely wangston. Ingin menikah."
"Bukankah itu hal yang diharapkan setiap orang." Willy mendengus mendengar perkataannya.

"Aku tau, dan aku juga senang mendengarnya. Aku begitu mendukung hubungan ely." Jawabku dengan nada senang.
Tapi aku tidak bisa berbohong dengan perasaanku. Aku masih sedih jika menyadari hal yang terjadi pada bloom.

"Lalu apa hubungannya?"
Willy mengerutkan dahinya.
"Will, ely ingin menikah dengan kekasihku" tangisku pecah.
"Oh tuhan? Takdir macam apa ini. Bagaimana bisa? Maksudmu Bloom?"

Aku mengangguk dan dibarengi air mata yang membasahi pipiku.
"Entahlah, aku juga tidak mengerti."

Willy janskey mendekatkan memelukku dengan erat. Aku menyenderkan kepalaku disana. Begitu nyaman kurasa. Aku tau yang kubutuhkan sebenarnya adalah seseorang yang bisa merelakan bahunya untukku. Seperti willy janskey

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 14, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love (why so difficult)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang