Part 6-1

54 3 0
                                    

Willy janskey menghentikan mobilnya. Dia turun lebih dahulu untuk membukakan pintu untukku. Aku terdiam dan mematung ketika aku mengetahuinya bahwa dia membawaku kerumah sakit. Aku benar benar dibuat bingung kali ini.

"Maksudmu apa?kau membawaku kerumah sakit."
"Maafkan aku dania." nada suaranya merendah membuatku tak enak padanya.
"Baiklah,"

Aku mulai berjalan memasuki gedung rumah sakit, lalu menaiki lift. Willy janskey menekan tombol naik ke lantai tujuh. Oh tuhan, apa lagi ini. Sejujurnya aku teringat dad ketika aku kerumah sakit. Dad bagaimana keadaanmu? Apa kau bahagia sekarang?

Pintu lift terbuka, lalu janskey menarik lenganku. Tanganya begitu hangat walaupun sekarang suhu udara new york minus.

Willy sedikit berbincang dengan seorang suster yang bertubuh besar serta rambut yang sudah memutih karena usiannya yang terus bertambah. Lalu dia menengok kearahku yang sejak tadi diharuskan menunggu, entah menunggu apa? Akupun tidak tau.
Willy melambaikan tangan memanggilku. Lalu mengajakku masuk keruangan salah satu pasien.

Akupun berjalan kearahnya dan mengikutinya hingga masuk keruangan yang kurasa suhu pendingin ruangannya terlalu berlebihan.
"Kemarilah, dania." dia tersenyum kearahku.
Aku melihat seorang gadis kecil kukira usianya baru lima tahun. Dan dua orang dewasa yang kurasa ayah serta ibu anak itu.
"Hai, michell." willy janskey mendekati ranjang anak itu dan menarik lagi lenganku.
Kedua orang tua tadi menatapku tersenyum. Matanya terlihat merah , mungkinkah kurang waktu tidur atau terlalu banyak menangis aku tak dapat memastikannya.

"Kau lihat ini Dania." willy janskey menatapku dengan mata birunya. Anak itu tersenyum walaupun terlihat sulit karena ada saluran oksigen menutupi hidungnya.
"Hallo michell." aku melambai canggung kearahnya.
"Dania, ini adalah kedua orang tua michell." willy memperkenalkanku pada keduanya.
Tak lama kedua orang tua gadis kecil itu meninggalkan kamar untuk urusan rumah sakit.

Didalam ruangan kini hanya ada aku, willy janskey dan michell.
"Michell, kau sakit apa?" aku mengelus rambut lurus dan panjang milik michell.
Willy janskey menatapku dengan kesedihan yang tergambar diraut wajahnya.
"Aku tidak sakit lagi, aku sudah bertemu kau. Mrs.dania kau lebih cantik dibandingkan kau ditv." michell memegangi tanganku wajahnya terlihat bahagia tapi bibirnya sangat pucat. Dimatanya terdapat lingkaran mata yang terlihat seakan mengalami waktu yang sulit cukup lama.
"Benarka?" air mataku hampir saja jatuh, melihat ketangguhan yang terlihat dari anak kecil itu. Walaupun aku belom terlalu mengenalnya tapi aku tau dia adalah anak yag tangguh.

Dua jam telah berlalu, jam kunjungan keluarga juga telah habis michell harus segera tidur. Akupun berpamitan pulang pada kedua orang michell yang terlihat begitu lelah.
"Terima kasih.michell kita sangat menyukaimu dania. Tapi syukurlah tuhan masih memberikan kesempatan untuk bertemu denganmu ."
"Oh tuhan, aku tak pernah tau. Kemana saja aku selama ini. Kau beruntung tuan dan nyonya memiliki anak yang begitu cerdas dan kuat." ibu michell memeluku dengan cukup erat. Dia menangis dipelukanku, akupun ikut meneteskan air mata. Rasanya aku tak dapat melalui kehidupan seberat yang kedua orang tua michell alami.

Waktu juga semakin larut, aku dan willy janskey juga memutuskan untuk pulang kerumah. Lelah rasanya sudah memiliki waktu yang panjang seharian ini.

Love (why so difficult)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang