Haiiiiii, ada yang kangen? Nggak kayaknya deh. Gak janji bakal update rutin tapi diusahakan hehe.
Happy reading :)
------
Hold you in my arms
I just wanted to hold
You in my armsSedang apa dia di sini? Berbagai pertanyaan langsung muncul di benak Vanno. Banyak yang ingin dia tanyakan, tetapi lebih baik disimpannya saja dahulu. Ada hal lain yang harus dia pastikan.
"Ngelamun mulu ah Abang nih," guraunya membuyarkan lamunan.
Wanita yang ada bersamanya sekarang adalah Karen, kembaran Nina. Di antara si kembar, hanya Karen yang memanggilnya abang, sedangkan Nina memanggilnya langsung dengan nama.
"Ngapain kamu di Jakarta?" tanya Vanno langsung.
"Ih, abang gimana sih, kan mau ngurusin pernikahan. Semuanya juga udah di Jakarta tahu." Jawabnya cepat seperti kereta api.
Vanno termenung, semuanya? Jika semuanya, berarti....
"Nina juga?"
Karen mengangguk. "Iyalah abang, Nina malah yang paling sibuk ngurusin semuanya. Abang harus dateng ya, udah dapat undangan kan?"
Nina yang paling sibuk? Ya, berarti sudah jelas, apalagi yang dia harapkan? Wanita yang dicintainya akan segera jadi milik orang.
Vanno mengangguk. "Nina yang ngasih undangannya," ucapnya pelan.
"Yaudah abang, aku balik dulu ya. Abang jangan lupa makan. Bye abang."
Lagi-lagi Vanno mengangguk. Makan katanya? Bahkan nafsu makannya entah sudah hilang kemana. Ah Nina. Kenapa sesakit ini?
***
Sudah seminggu sejak pertemuannya dengan Karen. Sejak itu pula Vanno merasa hatinya tidak baik-baik saja. Pekerjaan di kantor pun terbengkalai karena Vanno tidak bisa fokus. Dia sudah berusaha melupakan Nina, tetapi kenapa tetap tidak bisa? Hatinya bahkan kini semakin dipenuhi gadis itu.
Vanno sebenarnya enggan pulang ke rumah. Pulang ke rumah berharap mendapatkan ketenangan, malah mendapatkan hal sebaliknya. Satu hal inilah yang membuat Vanno kadang malas pulang ke rumah. Malas karena lagi-lagi disodorkan pertanyaan yang sama. Seminggu kemarin rumahnya sepi karena kedua orang tuanya pergi ke luar negeri. Sekarang sudah ramai kembali.
"Vanno, anak Mami yang paling ganteng, kapan kamu mau ngasih Mami cucu?"
Ah Mami, bagaimana aku mau memberimu cucu kalau wanita yang ingin kunikahi saja akan diambil orang lain.
"Zhafran udah nikah, anaknya Tante Monica juga bentar lagi mau nikah, kamu kapan nyusul sih Vanno?"
"Aku nggak mau nikah, Mi." Cepat-cepat Vanno meninggalkan Maminya dan menuju kamar. Tak dihiraukannya lagi kicauan Maminya di belakang. Merebahkan diri di atas ranjang mungkin bisa memperbaiki mood-nya yang terlanjur rusak.
Alunan piano terdengar di lorong yang sedang dia lewati ketika mencari adiknya. Vanno melirik jam tangan, masih jam belajar rupanya meskipun sebentar lagi bel tanda pulang sekolah berbunyi. Entah siapa yang melarikan diri dari kelas dan bermain piano di jam belajar seperti ini. Penasaran membuatnya terus mengikuti suara alunan piano hingga suara piano pun terdengar semakin jelas, begitu juga dengan nyanyiannya yang tadi hanya terdengar samar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catch The Bride
RomanceTujuh tahun aku membiarkan hatiku mencintainya tanpa kepastian. Tetapi baginya hanya butuh satu hari untuk membuat remuk hatiku. Tujuh tahunku tidak berarti lagi. Menghilanglah dari hidupku, Karenina. -Rivanno Alamsyah Dipa Auriga-