Selamat membaca :)
_________________________________________
Because I've been waiting
All this time to finally say it
But now I see your heart's been taken
And nothing could be worse***
TRING.
Denting notifikasi chat dari ponselnya membuat Nina menjauhkan jemari dari tuts pianonya. Diambilnya ponsel yang sengaja ia letakkan di atas piano.
Darel Gavin Blade: Let me guess, perasaanmu sedang kacau. Apa yang kukatakan ternyata benar. Bukan begitu, Nina?
Kalau tidak ingat sedang berada di rumah, mungkin Nina sudah melemparkan ponselnya lalu berteriak sekencang-kencangnya. Dadanya sangat sesak. Kepalanya dipenuhi banyak hal yang membuatnya semakin sulit bernapas.
Kemarin sore Darel mengiriminya beberapa foto yang membuat hatinya terasa sakit. Foto tunangannya dan seorang perempuan muda yang tidak ia kenal. Tak masalah baginya kalaupun foto itu berisi Vanno dan perempuan lain, namun senyum lebar tunangannya dalam foto itu yang membuatnya merasa tidak nyaman. Belum lagi kalimat yang disertakan Darel dalam foto, semakin membuat perasaannya teraduk.
Sementara kamu menangis karena putus asa, tunanganmu tertawa bersama perempuan lain. Bukankah itu tidak adil, Nina?
Nina tidak tahu darimana Darel mendapatkan foto itu. Tetapi mengingat Darel sudah kembali ke Jerman bersama Tiffany dan Karen, kemungkinan Darel sendiri yang mengambil foto itu. Darel memang tidak waras!
Jadi demi mendapatkan penjelasan, kemarin Nina memutuskan menelpon tunangannya itu. Nina sempat putus asa saat panggilannya belum juga diangkat. Namun setelah panggilan tersambung, Nina mendapati ada suara perempuan lain disana. Membuat Nina bertanya-tanya, apa gadis itu sama dengan yang ada di foto?
Benarkah Vanno sudah menemukan penggantinya? Lalu bagaimana dengan dirinya? Apa dia sudah terlambat?
Kemarin Nina memutuskan mengirimi Vanno chat yang berisi segala pertanyaan dikepalanya. Namun bukannya menjawab, Vanno malah mempertanyakan perasaannya. Bahkan ketika Nina akhirnya memberanikan diri mengaku cinta pada Vanno, tunangannya itu tidak membalas apapun. Miris sekali. Jadi sesakit itu perasaan Vanno selama ini.
Dilarikannya jari jemari lentiknya ke atas tuts piano. Darel benar, perasaannya sedang kacau, sangat kacau. Karena dia tidak bisa berteriak, jadi hanya lewat permainan piano, dia bisa mencurahkan isi hatinya.
Alunan nada itu menyakitkan hati. Siapapun yang mendengar dentingan piano Nina pasti bisa menebak kalau pianisnya sedang dalam keadaan sedih, termasuk seorang lelaki yang masih tampak gagah diusianya yang sudah tidak muda lagi.
Marco bersidekap sambil bersandar di dinding, memperhatikan putri kesayangannya yang tampak serius di depan piano, bermain dengan sepenuh hati. Dari pilihan instrumen yang dimainkan, Marco mengerti kalau Nina sedang tidak baik-baik saja.
Nina memainkan Ballade No. 1 op. 23 in G Minor dari Chopin. Awalnya alunan nada akan menggambarkan suasana sedih, lalu meraung-raung di pertengahan, namun reda di akhir instrumen.
Marco bertepuk tangan saat Nina menyelesaikan permainannya, membuat putrinya itu menoleh lalu berdiri dan langsung berlari kepelukannya. Dibiarkannya Nina menangis sepuasnya. Marco hanya diam seraya mengusap rambut puterinya. Ayah mana yang tak sakit mendengar tangisan pilu anak kesayangannya, namun Marco tahu jika Nina nanti akan baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catch The Bride
RomanceTujuh tahun aku membiarkan hatiku mencintainya tanpa kepastian. Tetapi baginya hanya butuh satu hari untuk membuat remuk hatiku. Tujuh tahunku tidak berarti lagi. Menghilanglah dari hidupku, Karenina. -Rivanno Alamsyah Dipa Auriga-