Bacanya sambil dengerin lagu di multimedia ya. Semoga feel-nya dapet.
Selamat membaca :)
_____________________________________________________
Bohong yang baik itu tidak ada.Bohong adalah bohong.
-Henry Ward Beecher-
***
Makan malam baru saja usai. Semua orang sudah bergeser dari ruang makan ke ruang keluarga. Seperti yang sudah direncanakan, malam ini Vanno dan keluarganya datang untuk melamar Nina secara resmi.
Di sinilah sekarang mereka berada, dia dan keluarganya duduk di ruang keluarga rumah Nina berhadapan dengan keluarga Nina yang menanti maksud kedatangan mereka kemari.
"Epin, tolong panggil Nina ya," minta Tante Monica pada adik Vanno.
Tadi, sesaat setelah makan malam usai, Nina permisi ke kamarnya. Ada barang yang ingin dia ambil katanya.
"Biar Vanno saja, Tante," serunya menawarkan diri. Tante Monica mengangguk.
Setelah mendapat persetujuan, Vanno naik ke lantai dua menuju kamar Nina. Pintu kamar Nina tidak tertutup sempurna, namun demi kesopanan dia memutuskan untuk mengetuk pintu.
"Jadi kamu akan meneruskan rencanamu pada Vanno?"
Itu bukan suara Nina. Yang jelas lawan bicara Nina seorang perempuan.
Mendengar namanya disebut, Vanno mengurungkan niatnya yang semula ingin mengetuk pintu begitu. Dari celah pintu, dia bisa melihat Nina sedang menghadap laptopnya. Melakukan video call sepertinya.
"Tentu, bukankah dari awal kamu tahu jika aku tidak akan berubah pikiran? Jadi kenapa kamu bertanya lagi?" Wajah Nina menunjukkan ketidaksukaan terhadap lawan bicaranya.
Sebenarnya apa yang kamu rencanakan, Nina?
"Kamu memang tidak berubah," seru lawan bicaranya.
Nina tidak memakai headsheet atau semacamnya sehingga Vanno bisa mendengar perbincangan mereka.
"Well, semua orang memang harus egois demi memuaskan keinginannya bukan?"
Dahi Vanno mengernyit mendengar nada bicara Nina. Ini bukan seperti Nina yang dia kenal. Nina biasanya lemah lembut dalam berbicara. Tidak sarkartis seperti saat ini.
"Ya terserah kamu saja, aku hanya ingin mengingatkan kalau semua ini hanya akan menyakiti dirimu pada akhirnya."
"Tidak perlu khawatir, bukan aku yang akan sakit hati nantinya," ucap Nina tenang.
Jadi siapa? Aku? Apa kamu akan menyakitiku lagi, Nina?
Buru-buru Vanno mengetuk pintu begitu melihat Nina selesai melakukan pembicaraan. Menarik napas dalam, bersikap tenang. Sesungguhnya perasaan Vanno sekarang campur aduk. Dibukanya pintu perlahan.
I will leave my heart at the door
I won't say a word
They've all been said before
So why don't we just play pretend
Like we're not scared of what's coming next
Or scared of having nothing left"Hai," sapanya seakan-akan tak ada yang terjadi. Disunggingkannya senyum yang paling terbaik. Dia tak mungkin menunjukkan wajah kesal, kan?
Nina terlihat terkejut, namun dengan cepat dia mengubah raut wajahnya. Vanno mengulum senyum melihat perubahan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catch The Bride
RomanceTujuh tahun aku membiarkan hatiku mencintainya tanpa kepastian. Tetapi baginya hanya butuh satu hari untuk membuat remuk hatiku. Tujuh tahunku tidak berarti lagi. Menghilanglah dari hidupku, Karenina. -Rivanno Alamsyah Dipa Auriga-