Epilog

41.5K 1.8K 55
                                    


Haloooo, akhirnya sampai juga kita di epilog. Kalo misalnya kurang greget, maafkan aku ya :)

Nah karena besok sudah lebaran, aku ingin mengucapkan, minal aidin walfaizin. Mohin maaf lahir batin. Selamat hari raya idul fitri 1437 H.

Selamat membaca :)
Sampai jumpa di cerita selanjutnya setelah lebaran ya :)
----------------------------

"Iya, Pi. Aku nggak akan berubah pikiran. Lagian barang-barangnya udah dikirim ke sini semua. Aku bahkan udah beli apartemen Marlo buat kami tinggal. Nina juga udah dapet kerja kok. Semuanya bakal baik-baik aja. Papi nggak usah terlalu khawatir. Aku bakal sering pulang kok. Ya udah, bye, Pi. Salam buat Mami ya. Assalamualaikum."

Vanno menaruh ponselnya di atas nakas setelah panggilan berakhir. Papinya sampai saat ini masih membujuknya untuk tinggal di Indonesia. Bahkan sesaat sebelum pernikahannya, Papinya menawarkan hal yang sama. Memintanya tetap tinggal di Indonesia. Padahal, Vanno sudah memantapkan dirinya untuk tinggal di Frankfurt bersama Nina.

Setelah resepsi pernikahannya selesai, keesokan harinya Vanno langsung memboyong Nina ke Frankfurt. Barang-barang sudah dia kirim lebih dulu lewat jasa ekspedisi. Pekerjaannya sudah terlalu lama ditinggalkan. Apalagi tanggung jawabnya kini bertambah.

Vanno menggeser pintu terhubung menuju ke balkon. Di depan sana ada wanita cantik yang berdiri sendirian di pinggir balkon. Pandangannya menengadah ke atas, menatap langit Frankfurt. Embusan angin mempermainkan helai-helai rambut panjangnya yang tergerai.

Vanno melingkarkan lengannya untuk merangkul wanita cantik itu. "Hai, Sayang." Vanno mengecup pipi Nina dari belakang, lalu memutar tubuh itu agar menghadapnya. Sebelah tangannya meraih sejumput rambut Nina yang tampak kusut karena diterbangkan angin, menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

Nina tersenyum. Balas melingkarkan lengannya ke pinggang lelaki itu. "Hai... udah selese nelponnya?"

"Hmm.... Kamu nggak nyesel kan tinggal di sini sama aku?" Vanno menatap Nina lekat-lekat. Sorot matanya penuh cinta. Senyuman terselip di bibir Vanno. Senyum bahagia seorang lelaki yang merasa hidupnya sudah sempurna.

Nina balas menatap lelaki di depannya. Tak ada lagi keraguan dalam dirinya. Dia sudah mempercayakan hidupnya di tangan Vanno. Lelaki yang kemarin sudah resmi menjadi suaminya. "Nggak. Aku mau tinggal di mana kamu berada. Mau di Indonesia, mau di sini, semuanya sama aja buat aku. Asal di dekat kamu, di mana pun nggak masalah. Rumahku itu kamu. Tempatku pulang juga kamu."

"Wow." Hanya satu kata itu saja yang lolos dari bibir Vanno. Lelaki itu takjub. Untuk pertama kalinya, dia mendengar Nina berucap panjang lebar. Dia tidak menyangka kalau Nina yang selama ini sulit membagi isi hatinya, kini malah mengucap kata-kata yang membuat degupan jantungnya menggila.

"I love you," bisik Nina di telinganya.

Senyum Vanno kian mengembang mendengar pernyataan cinta Nina. Dihelanya tubuh Nina ke dalam pelukan. Mendekapnya dengan erat, menghidu aroma tubuh Nina yang menenangkan, merasakan kehangatan kulitnya. Tidak akan Vanno biarkan Nina pergi lagi dari sisinya. Hanya maut yang nanti akan memisahkan mereka. "I love you too, Na. There isn't one person in the world that I want more than I want you."

-Selesai-

Terima kasih sudah membaca cerita cinta Vanno dan Nina ya :)
Terima untuk semua dukungan kalian terhadapku selama ini.
Love u, all :*

Catch The BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang