Selamat membaca :)
____________________________________
Flughafen Frankfurt am Main merupakan salah satu bandara tersibuk di Eropa. Jadi tidak heran kalau sangat ramai. Meski begitu, kecil kemungkinan orang akan tersesat karena banyaknya petunjuk dan panduan di bandara.
Nina sendiri, tentu saja tidak akan tersesat karena sudah hafal dengan bandara ini. Setelah melewati pengecekan imigrasi dan pengambilan bagasi, Nina pun keluar dari pintu bandara. Di luar bandara, sudah ada orang yang menjemputnya.
Mobil jemputan dan tempat tinggal tidak jadi masalah untuk Nina. Karen yang tahu bahwa dirinya akan ke Frankfurt memaksa agar Nina menerima semua kemudahan yang sudah diaturnya. Dan seperti biasa, saudara kembarnya yang berada di Berlin itu berhasil memaksanya untuk menerima segala fasilitas yang sudah disiapkan. Nina bersyukur karena jalannya untuk menemui Vanno dimudahkan.
Mobil jemputan yang tadi membawanya dari bandara, kini sudah sampai di apartemen Praedium. Entah kebetulan yang disengaja atau tidak, apartemen milik suami Karen itu merupakan apartemen yang sama dengan tempat tinggal Vanno. Hanya berbeda lantai saja, Nina di lantai 15 dan Vanno di lantai 16.
Berangkat dari Jakarta pukul 6 sore dan sampai di Frankfurt pukul 7 pagi waktu Frankfurt. Tubuhnya benar-benar terasa lelah sekarang. Apalagi saat di pesawat, ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Rasa cemas terlalu menggelayuti perasaannya. Takut Vanno menolaknya, dan berbagai ketakutan lainnya turut menari dipikirannya. Padahal ini kesempatan terakhir untuknya.
Meski begitu lelah, namun ingin sekali rasanya Nina cepat-cepat bertemu Vanno. Namun niat itu diurungkannya, mengingat sekarang masih sangat pagi untuk bertamu. Mungkin tidur jadi pilihan terbaik untuk saat ini.
*
Jarum jam menunjukkan pukul 12 saat Nina terbangun dari tidurnya. Tidak ingin membuang waktu karena matahari sudah tinggi, Nina bergegas mandi. Hanya 20 menit waktu yang ia butuhkan untuk mandi dan bersiap.
Sebelum beranjak ke luar kamar, Nina mengecek kembali penampilannya di depan cermin. Gaun santai selutut berwarna merah muda dan make-up yang natural yang sepertinya sudah pas. Setelah yakin, barulah Nina meninggalkan apartemen.
Padahal hanya berjarak satu lantai, namun rasa cemas Nina tidak juga berkurang. Saat tadi masuk ke dalam lift, gugup mulai menggelayuti. Berada di dalam lift sendirian membuatnya semakin tidak tenang. Dan ketika pintu lift akhirnya terbuka—sampai di lantai 16, degup jantungnya mulai tidak normal.
Nina melihat sekali lagi alamat yang diberikan Radit sembari melangkah keluar dari lift. Dicarinya apartemen 01 di lantai itu. Nina bertambah gugup begitu sampai di depan pintu apartemen Vanno. Dihelanya napas berkali-kali sebelum akhirnya memencet bel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catch The Bride
RomanceTujuh tahun aku membiarkan hatiku mencintainya tanpa kepastian. Tetapi baginya hanya butuh satu hari untuk membuat remuk hatiku. Tujuh tahunku tidak berarti lagi. Menghilanglah dari hidupku, Karenina. -Rivanno Alamsyah Dipa Auriga-