12.Janji

12.7K 678 2
                                    

First, tap vote (+comment) ^^ then, enjoy the story :)

~~~

Seorang anak kecil tengah menikmati lollypop di tangan kanannya. Tangan kirinya di pegang erat oleh ayahnya agar tidak pergi entah kemana. Mata gadis kecil itu bergerak liar, menatap sekeliling dengan pandangan takjub, juga takut.

"Daddy, ditempat ini banyak sekali orang." Gadis itu mendongak, melihat wajah Ayahnya yang tampak bisa saja, tidak terusik dengan orang yang sedari tadi mondar-mandir. "Untuk apa kit- Auuw."

Elly menatap kesal blazer hitamnya yang sekarang tertempel lollypop. Ia baru saja akan menyumpah-serapahi orang bodoh yang tidak melihat saat jalan, jika anak kecil itu tidak beringsut di balik tubuh ayahnya.

Thomas yang melihat kelakuan anaknya itu hanya mampu meringis. "Maaf nona, anak saya sedari tadi asik mengaggumi tempat ini, sehingga ia tidak melihat nona berjalan didepannya." Karyawan bagian pemasaran itu sedikit membungkuk, hormat sekaligus permohonan maaf atas perilaku anaknya.

"Ayo Candine, minta maaf sama nona ini." Setidaknya Thomas tidak ingin anaknya lari begitu saja dari masalah. Ia melihat anaknya yang mengintip takut-takut. "Ma- maafkan aku."

Elly berjongkok, menyetarakan tinggi gadis kecil bernama Candine itu. Ia tersenyum lembut. "Tidak apa Candine. Lain kali kau harus lebih berhati-hati."

Candine mengangguk. Ia keluar dari persembunyiannya, dan memeluk Elly. "Boleh aku memanggil mu kakak?"

Elly sedikit tertegun, ragu-ragu di balasnya pelukan gadis kecil itu. Thomas terkejut dengan kelakuan anaknya. "Candine, tidak sopan memeluk orang sembarangan."

"Tidak apa-apa." Elly tersenyum sopan pada Thomas. Ia mengacak gemas rambut Candine. "Aku Elly, salam kenal."

Sekarang mereka berinteraksi bebas tanpa kenal waktu dan tempat. Thomas yang harus segera mengerjakan pekerjaannya, menginterupsi obrolan hangat kedua perempuan itu.

Candine sedikit tidak rela, dan membujuk ayahnya agar memperbolehkannya bermain dengan Elly. "Tidak apa Candine. Besok datanglah keruangan ku, kita bermain di sana." Elly mengedip mata jenaka.

Candine yang menangis karena ayahnya melarang keras bermain bersama Elly mengacungkan jari kelingking. "Janji?"

"Janji." Elly menautkan kelingkingnya. Janji sudah terbentuk, dengan riang dia berjalan mengikuti tempat ayahnya bekerja.

Elly berdiri dari tempatnya. Ia tersenyum hangat melihat rambut gadis kecil itu menari riang. Ia pernah merasakan hal seperti itu. Pernah.

"Senang melihat senyumanmu."

Suara bass sontak membuat Elly menoleh. Ia menatap pria di depannya curiga. Wanita itu tidak merasa pernah bertemu dengan pria sok akrab didepannya itu.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya tuan-"

"Yoas. Tidak perlu terlalu formal."

Pria itu tersenyum miring. Elly ingin sekali memutar bola mata, jengah melihat pria yang tebar pesona seperti Yoas. Tapi tidak, Elly hanya tersenyum formal, kemudian pamit undur diri.

Dia dibesarkan dengan penuh tata krama.

Elly segera melenggang pergi, meninggal pria yang bernama Yoas itu sendiri. Ia tidak berpindah dari tempatnya berdiri, walaupun Elly telah jauh meninggalkannya.

Pria itu menarik satu bibirnya, tersenyum sinis. "Senang juga bertemu denganmu."

~~~

Suara detakan jarum jam memenuhi ruangan berwarna hitam putih itu. Ketukan pelan di meja kerja besar terdengar berirama. Sekalipun ruangan itu nampak kelam, ada kelembutan yang terlihat di dalamnya. Sebuah figura photo tampak sengaja di telungkupkan. Menyembunyikan fakta bahwa dunia dongeng itu sempat ada.

Stupid Alpha's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang