19. Tarian Hujan

8.7K 444 6
                                    

Pipin harap kalian bisa bedain font untuk masa lalu sama masa sekarang. Karena itu beda.

Ps :
jangan sungkan komentar ya ;) kali ini pipin coba perhatikan keinginan atau keluhan kalian akan karya Pipin satu ini :) thank you so much before!

Sekiranya readers mau baca note paling bawah :)

Dan Pipin mau ngasih bocoran : perhatikan ditiap chapter baik baik ya.

VOTE nya jangan lupa! ^^ thanks.

Happy reading

~~~

Suara derik pintu mengejutkan Elly. Dengan cepat di letakkannya kembali buku merah muda itu, kemudian kembali ke kasur secepat yang ia bisa.

Kepala William muncul, memandang senyum cerah yang dibalas kaku oleh Elly. Ia berhasil kembali ke tempatnya tepat waktu. Dalam hati ia bersyukur akan itu.

"Apa yang kau lakukan?"

"Tidur?" Jawab Elly tidak yakin. Ia mengerutkan keningnya. "Dan sekarang aku terbangun. Bisa kau antar aku kembali?"

"Kemana? Disini tempatmu."

"William" Elly bersidekap tidak suka. "Kita sudah membahas hal ini."

Kedua tangan William terangkat tinggi, tanda ia menyerah. Senyumnya terbit melihat wajah Elly melembut. Tandanya ia tidak kalah, namun juga tidak menang.

"Ada tempat lain yang ingin kau kunjungi?"

Elly tampak berfikir. Ia merasa bosan jika kembali ke apartemennya. Namun ia juga tidak mau tinggal ditempat pria itu.

"Central Park"

Elly berjalan turun dari kasur. Ia menatap William sebelum mengambil tas tangannya. Ia memberi kode agar William segera bergerak atau ia akan meninggalkan pria itu dengan tatapan bodohnya.

---

Tetesan air yang tadinya hanya sedikit sekarang sudah mampu mengguyur satu kota. Semua orang berlari, melindungi diri dari ancaman sakit jika tetap melintasi jalan saat itu. Ramalan cuaca kali ini benar, akan turun hujan lebat pukul lima sore.

Mata Elly hanya menatap kosong kaca jendela mobil yang kini menunjukkan tetes hujan. Kaca itu sedikit berembun karena nafasnya. Suara hujan cukup mampu untuk menenangkan pikiran wanita itu.

William hanya diam. Tidak ingin merusak kebahagian kecil matenya itu.

Sedari tadi ia merasa ada yang disembunyikan oleh wanita itu. Namun ketika melihat Elly sedikit memberi jarak diantara mereka, ia cukup mengerti bahwa wanita itu ingin ruang dan waktunya sendiri. Mungkin suatu saat wanita itu akan bercerita.

Tangan Elly bergerak perlahan, membentuk sebuah huruf abstrak di kaca berembun itu.

"Aku menulis nama kakak disini."

Celoteh lucu adiknya membuat air matanya tertahan. Ia mencubit adiknya gemas. Ada saja hal lucu yang dilakukan adiknya itu.

Diluar hujan sangat deras. Padahal pendeta baru saja mendoakan jenazah itu. Terpaksa semua orang pergi dari tempat itu segera sebelum pakaian mereka basah kuyup.

Pemakaman umum itu seketika sepi.

Kaca jendela mobil itu berembun karena nafas mereka. Penghangat udara memang tidak dinyalakan. Lagipula siapa yang membutuhkan itu ditengah suhu yang rendah.

"Lihat, aku mempelajarinya bersama Mrs.Yoon," Gadis kecil itu tersenyum lebar, seakan tangis diluar sana tidak mempengaruhinya. "Aku sangat jenius, bukan?"

Stupid Alpha's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang