21.Beberapa Detik Keterlambatan

7.5K 423 15
                                    

Warning : kalau kurang paham, baca lagi part/chapter sebelum-sebelumnya atau bisa tanya Pipin langsung :)  banyak kalimat mengadung kekerasan di chapter ini.

VOTE dan COMMENT doong. Pipin mau tau tanggapan kalian.
O iyaa, Pipin mau ngucapin TERIMAKASIH yang sudah nambahin cerita ini ke reading list ;)

Happy reading!

~~~

Suara tembakan itu melesat cepat.

Beberapa pengunjung yang berada disekitar area itu memekik, lari sekuat tenaga untuk lari dan tidak ikut campur dengan apapun yang kini tengah terjadi.

Penembak itu memegang senjatanya terengah-engah. Tangannya sedikit gemetar. Bukan, dia tidak takut dengan senjata. Dia bahkan terlahir untuk itu.

Hanya saja ia  takut terlambat beberapa waktu saja.

Suara erangan kesakitan menerbitkan senyum jahat orang didepannya.

Elly dengan cepat mengambil pistol yang lepas dari tangan Alexander. Ia mengarahkan senjata itu tepat di jantung Alexander.

Meysi yang tadi merasa janggal dengan pesan Elly segera berlari menuju tempat yang dituliskan wanita itu di memo. Dia tau sekali, tidak ada alasan Elly untuk keluar rumah disaat sakit.

Lagipula mana ada orang sakit masih memikirkan bumbu makanan?

Meysi menembak tangan pria itu saat dia akan melepas pelatu pistol yang ada di pelipis Elly. Tangan pria itu hanya tergores karena mengenai lesatan cepat peluru. Itu cukup diterima, pikir Meysi.

Tangan Elly terus bergerak liar ditubuh Alexander. Sekarang pria itu tersudut. Elly dengan cepat menahannya sebelum pria itu sempat melarikan diri.

Senyum Elly sangat mengerikan. Tangannya menodong keras moncong pistol tepat di perut Alexander membuat pria itu sedikit mengaduh.

"Maafkan aku. Apa ini sakit?"

Senyum jenaka yang mengerikan itu melesatkan kemarahan Alexander sampai keubun-ubun. Dia merasa sangat direndahkan. Namun pria itu memilih untuk diam.

"Kenapa kau hanya diam?" Elly menggeleng kecewa, tapi sedetik kemudian dia terkekeh pelan. Ia memindahkan moncong pistol dari perut pria itu kini ke pelipis.

"Apa aku harus memecahkan kepala ini agar aku tau apa yang sedang kau pikirkan?"

"Itu tidak sakit."

Akhirnya pria itu mengeluarkan suaranya. Tawa keras keluar dari bibir Elly, namun siapapun bisa tau bahwa mata wanita itu memancarkan kebencian yang kentara.

Beberapa saat kemudian Elly terdiam, mengangguk paham. "Tidak sakit ya?" Tangan wanita itu kembali bergerak, memindahkan senjata api itu tepat di jantung Alexander.

"Apa aku harus menembak ini juga agar kau dapat merasakan sakit yang aku rasakan?"

Lagi-lagi pria itu lebih memilih untuk menutup mulutnya. Ia menatap Elly dalam. Wanita itu kini tengah menatapnya bengis dan bibir yang melukiskan kebencian disana.

Tubuh Elly mendesak Alexander, membuyarkan sedikit kewarasan pria itu. Dia berbisik, pelan namun sangat menggoda ketika bibir itu sedikit mendesah.

"Apa perlu aku membuatmu berteriak?"

Posisi Alexander dan Elly saat ini mampu membuat siapapun salah paham. Termasuk William. Lelah berlari bahkan tidak mempengaruhi kepalan tangannya yang mengeras.

Dengan cepat pria itu menghampiri mereka tanpa peduli teriakan Meysi.

William menarik kasar Elly, kemudian memberi bogeman tepat di wajah Alexander.

Stupid Alpha's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang