30. Tak Terundang

4.1K 259 25
                                    

Mau ngamuk? Bete gak update setelah sekian lama? Hihiw.

Baca author note ya untuk kejelasan. Jangan lupa vote dan komentar jika berkenan.

Happy reading!

~~~

Ada banyak definisi waktu. Beberapa orang mengatakan waktu adalah penyembuh paling mujarab. Atau semua hal telah ditentukan dan tinggal menunggu waktunya.

Bagi Elly, waktu adalah hal terkejam yang ada di muka bumi. Waktu tidak penah menunggu apakah kamu siap atau bahkan terseret oleh arus waktu. Waktu akan terus berjalan dan memaksamu.

Sama seperti sekarang.

Ini tepat sepuluh hari semenjak hari yang Elly tandai sebagai hari sial.  Dia terpaksa bekerja hari ini. Walaupun sebenarnya tidak siap dan masih ingin bergelung dibawah selimut sembari merenungi hidupnya, tapi dia tidak tega ketika Fiona menghubunginya dengan nada penuh permohonan. Pekerjaan yang dibiarkan menumpuk membuat Fiona menyerah. Lagipula semua pekerjaan itu adalah miliknya. Dia merasa bersalah dengan Fiona.

Secangkir teh hijau dengan asap yang masih tergepul terhidang di meja kerja Elly. Dia sangat bersyukur memiliki Fiona sebagai sekretarisnya. Fiona sangat mengerti apa yang dibutuhkannya. Elly mengucapkan terimakasih kemudian kembali dengan berkasnya.

Setelah terdengar pintu tertutup, barulah Elly menunjukkan raut lelah. Pantas saja Fiona sampai memohon padanya agar kembali bekerja. Pekerjaannya teramat banyak bahkan seperti tidak ada habisnya. Sudah berapa banyak pertemuan yang terpaksa dibatalkan? Berapa banyak berkas yang belum diperiksanya? Kali ini dia merasa amat menyesal karena bersikap kekanakan sampai menelantarkan pekerjaannya.

Lagipula kenapa pula dia harus merenungi hidup? Hidupnya memang sudah dipenuhi kesialan dari dulu. Lagipula tidak satupun dari ayah, ibu ataupun ibu tirinya itu akan peduli. Persetanan dengan masa lalu.

Pikiran Elly melayang. Dia teringat William. Bagaimana pria itu? Elly tersenyum kecil teringat William adalah orang pertama yang berhasil mengaduk emosinya sedemikian rupa. Bahagia, marah, sedih, dan kecewa. Senyum Elly runtuh seketika, tergantikan dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Elly menggeleng. Dia meraih cangkir teh hijaunya. Tidak sehangat tadi, tapi cukup menenangkan pikirian Elly yang semerawut.

Dia tidak boleh terus menerus diam ditempat dengan penyesalan dan kekecewaan kemarin. Waktu tidak menunggunya. Banyak hal yang harus dikerjakan. Banyak hidup yang bergantung. Sekarang dia bukanlah Elly remaja yang hanya bisa menangis ketika semua orang pergi. Sekarang dia adalah Elly yang menopang hidup orang banyak. Jika dia gagal, maka semua karyawannya terkena dampak.

Elly meletakkan kembali cangkir teh hijau dan mulai fokus dengan pekerjaannya.

~~~

Pintu ruangan kerja Elly terbuka dan kembali menutup secara otomatis. Fiona berjalan menunduk merenungkan keanehan Elly.

Dia tidak habis pikir apa yang ada di kepala cantik atasannya itu sampai tidak masuk kerja beberapa hari. Selama hampir 3 tahun menjadi sekretaris wanita itu, tidak pernah dia melihat Elly melewatkan pekerjaannya barang satu menitpun. Elly selalu datang tepat waktu, istirahat yang kadang terlewatkan karena terlalu fokus, dan lembur yang tidak terkira waktunya.

Dan tiba-tiba wanita itu bolos bekerja lebih dari seminggu? Itu tidak masuk akal.

Fiona memekik kecil. Di depannya tiba-tiba ada seorang pria tersenyum manis. "Hai," Sapa pria itu membuat pipi Fiona merona.

Pria itu Rafael.

Fiona berdehem sebentar untuk mengembalikan suaranya yang menghilang. "Selamat Pagi tuan, ada yang bisa saya bantu?" Sial. Fiona berharap pria itu tidak sadar bahwa ia tengah gugup karena ditatap intens.

Stupid Alpha's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang