17.Suddenly Married

9.4K 511 11
                                    

Vote nya yuuk :)

Terimakasih. Happy reading!

~~~

"Aku selalu bertanya-tanya, kenapa kau tidak sekalian membeli penthouse?" Meysi bicara diantara kunyahan popcorn. "Ya walaupun harga apartemen ini seharga dengan penthouse."

Dentingan adukan teh menjadi jawaban. Tidak ada yang berbicara setelahnya. Yang ada hanya suara televisi yang menayangkan kartu mahluk hidup aneh berbentuk kotak kuning.

Meysi masih saja sama, terus membicarakan kekayaan yang membuatnya risih. Seperti hukum kehidupan, yang kaya akan terus membuang uangnya bukan untuk hal penting. Elly hanya menyeruput tehnya tenang saat Meysi protes akan sikapnya yang terlalu acuh.

Seperti biasa, Meysi akan mendatangi apartemennya tiap pagi pada akhir pekan dan menghabiskan waktu berbicara yang ditanggapi dengan seadanya oleh Elly. Awalnya Elly sedikit terganggu dengan keberadaan sahabatnya itu. Namun akhir-akhir ini ia sudah terbiasa dengan ocehan Meysi.

Dering ponsel terdengar. Meysi merogoh ponselnya, wajahnya tampak jengah. Namun diterimanya juga panggilan itu.

Elly hanya duduk tenang di sofa dekat jendela. Hari ini hujan. Alhasil ia tidak bisa lari pagi, rutinitasnya tiap akhir pekan.

Pikirannya melayang ke saat malam tadi. Sesampainya William di apartemen Elly, ia meletakkan wanita itu hati-hati di kasurnya. Takut jika kasar sedikit saja, maka wanitanya itu bisa rusak. Ia bertujuan untuk pergi setelah mengecup lembut kening Elly. Namun tangannya ditahan. Terlihat wanita itu tidur dengan kening berkerut, peluh membanjiri kening yang baru dikecupnya.

Mimpi buruk.

Akhirnya William memilih untuk tidur bersama Elly sampai wanitanya itu tenang. Walaupun besok ia harus menerima segala makian Elly. Pria itu sedikit meringis membayangkannya.

Sedangkan Elly hanya diam dalam dekapan hangat William. Sedari tadi ia sudah sadar dari mimpinya. Hatinya sesak dengan perasaan hangat, tapi juga marah karena lagi-lagi ia menerima secara pasrah perlakuan lembut William.

"Maaf sekali Mr.White, kami memiliki acara lain di jam itu." Meysi duduk tepat di sebelah Elly. Tangannya memegang sebuah undangan yang terikat pita emas. Cantik.

Ponsel malang itu diletakkan sembarangan. Meysi tampak masih menggerutu kecil karena percakapan singkat melalui ponsel tadi.

"Ada apa?"

"Dasar orang gila!" Pukulan geram melayang pada sofa malang yang menjadi samsak tinju Meysi ketika amarah menguasainya. "Pria tua itu masih saja memaksa agar kita memenuhi acara sialannya itu."

"Memangnya acara apa?"

Meysi mengibas-ibaskan tangannya yang memegang undangan berpita emas itu. "Kau pasti mengurungkan niatmu bertanya jika kau tau. Oh, aku menemukan ini di depan pintu apartemenmu."

Elly hanya menyeruput tehnya tenang saat Meysi langsung membuka undangan tersebut. Detik-detik berikutnya terdengar cekatan nafas terkejut dari Meysi. Wanita itu menepuk keningnya, menggeleng kepala pelan.

"Satu lagi acara diluar akal sehat."

~~~

Karpet merah tergelar menuju pintu masuk. Di sisi kanan kiri ada pagar yang membatasi para wartawan, juga penjaga yang siap sedia jika wartawan melakukan hal diluar batas.

Satu persatu artis dan model kalangan atas memasuki hotel yang sudah di tata se-elegan mungkin guna memanjakan mata para tamu undangan. Blitz kameran wartawan berkelap-kelip berebut mengambil angel terbaik. Para pejabat tinggi dan pengusaha juga turut menghadiri acara yang membuat para wartawan dengan semangat menjadikannya halaman utama.

Stupid Alpha's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang