Seorang gadis menatap pria di depannya datar. Orang sejak dulu ia hormati, kini sedang tertawa remeh, menertawakan hidup. Papanya.
"Well..." Pria itu menepuk pundak anaknya, terkekeh kecil sebelum menyesap rokoknya. "Kau tumbuh dengan cepat ya. Apa sebentar lagi ada keluarga pihak laki-laki melamar mu depan Papa mu ini?"
Gadis itu hanya diam, membiarkan pria itu larut dalam minuman keras, teman dari zat adiktif yang hampir tiap saat menyelip di bibirnya. Ia hanya duduk manis, dan menunggu Papanya melantur lebih dalam, maka dia akan tau alasannya.
Ruang kerja yang penuh dengan tumpukan buku itu tampak nyaman sebenarnya. Hanya saja aroma alkohol begitu pekat disana, belum lagi kepulan asap berputar di ruangan yang lumayan tertutup itu. Hanya ada penyaring udara kecil yang terlalu berusaha keras.
Pria itu terkekeh. Ia merogoh sesuatu di laci meja kerjanya, kemudian diberikan kepada gadis itu. Saat gadis itu ingin bertanya, Papanya itu batuk keras membuatnya membatalkan niatnya.
"Huh.. Aku sudah tua ternyata." Pria itu lagi-lagi terkekeh. Ia melihat anaknya tetap duduk disana, setia mendengar semua celotehan aneh di bawah pengaruh alkohol milik nya. Anak dari istri sah nya, bukan dari orang yang dicintainya.
"Kehidupan tidak bisa diulang, tapi bisa kau kenang dan pelajari, agar suatu saat kau tidak jatuh di kesalahan yang sama. Boleh itu kesalahan pribadi, maupun kesalahan orang lain."
"Tapi, bagaimana mengenangnya? Tentu saja menggunakan kemampuan mengingat, salah satu dari kehebatan yang dimiliki otak kita."
Pria itu berhenti sejenak, menandas habis isi botol alkohol kelimanya.
"Tapi ingatan itu tidak bertahan lama. Bisa hilang kapan saja. Untuk itulah manusia terus berupaya agar tiap moment yang terjadi di dunia dapat di abadikan. Salah satunya adalah menulis. Hanya pastikan saja tulisan mu tidak hilang, semuanya akan tercatat tanpa ada tiap moment yang hilang."
" Tapi, bukannya ini mahal?" Gadis itu mengelus perlahan pena digenggamannya. Terdapat perekam suara di benda itu. Antara senang dan takut untuk menerima hadiah pertama dari Papanya, barang yang diberikan secara langsung dan cuma-cuma padanya.
"Jangan pedulikan harganya." Pria itu mengerut kening tidak suka. Ia merasa dilecehkan jika ditanya tentang harga suatu barang. Semua hal mampu ia beli dengan uangnya.
Gadis itu menunduk, diam dan tidak mau membantah lagi perkataan Papanya. Tidak ada yang mau membayangkan rasa sakit cambukan Papanya itu jika merasa terusik.
"Ya. Terima kasih."
~~~
Ruang kerja sebuah mansion mewah terlihat dipenuhi orang. Namun disana hening, tidak ada yang berani membuka mulut. Takut sepatah kata saja membuat pria yang duduk dengan rahang kerasnya ngamuk.
Pria itu membanting keras gelas kristal yang sedari tadi dipegangnya. Nafasnya memburu, tampak lelah berdebat dengan diri sendiri. Para pengawal setianya pun sedikit bergerak mundur ketika merasakan amarah tuannya.
"PANGGILKAN JALANG ITU KESINI!" bentakannya membuat para pelayan lari terbirit-birit memanggil orang yang di maksud majikan mereka.
Pria itu kembali duduk di kursi kebesarannya. Bersender dan memijit pangkalan hidungnya, berharap rasa penatnya bisa sedikit hilang.
Pintu terbuka lebar, memperlihatkan seorang wanita yang sedang berjalan dengan angkuh. Ia bersedekap saat melihat pria di depannya menatap dirinya tajam. Ini akan menjadi hal yang panjang, batin wanita itu menggerang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Alpha's Love
Kurt AdamAda yang tidak diketahui dari banyak hal yang dipahami. ~~~ Bertemu mate adalah impian terbesar semua werewolf. Lebih baik lagi werewolf dan mate bertemu dengan keadaan romantis meleleh hati. Setelah itu hidup bahagia selamanya. Terdengar naif, teta...