1. Berawal

260 15 1
                                    

BRUKK!!

Zeta mengaduh, hatinya mengumpat.

Ia ingin memaki orang yang menabraknya. Namun niatnya Ia urungkan mengingat suasana hatinya yang tertutup awan kelabu.

"Lo gapapa?" tanya orang yang menabraknya-ralat-menubruknya.

Zeta membersihkan pipinya dari bekas air mata yang sempat mengalir deras, tapi siapa yang bisa menghilangkan tampak sembab dalam waktu 60 detik, ya enam puluh detik.

Zeta mendongak.

"Fine", mengulaskan sedikit senyum ia pikir akan mempercepat waktunya dibanding dengan harus memaki laki-laki sepantarannya yang terlihat... ganteng? wait, apa yang barusan Zeta katakan dalam hati? ganteng? hell Zeta, it's first time you meet him. Dan lo bilang dia ganteng? Se-akut itukah pandangan lo menangkap cogan - cogan di sekeliling lo, Zet.

"Hallo, lo beneran gapapa?" Zeta mengerjap. Ia melamun rupanya.

"Loh, Lo nangis? eh sorry mana yang sakit?" Terdengar panik.

Zeta tidak lepas dari lamunannya, memperhatikan setiap inci laki - laki dihadapannya. Mata caramel yang menarik.

"Sorry Gue beneran gak sengaja, gue obatin ya?" tanpa mendengar jawaban Zeta, laki laki itu menariknya ke arah danau yang cukup sepi di cuaca mendung sore ini.

"Lo jangan kemana-mana, gue cari obat merah. Gak bakal lama", ia berlalu entah kemana meninggalkan Zeta yang masih asyik dalam lamunannya.

Whoops, Zeta melamun selama itu? ia terperangah ketika melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan angka 5.47 p
m.

Zeta kalang kabut sendiri, ia harus sampai kerumah sebelum adzan maghrib terdengar. Ia tidak ingin mendapat masalah ketika sampai kerumah.

Tapi....

Laki laki itu belum kembali, sabodomat lah, yang penting Ia tidak mendapat masalah ketika sampai dirumah. Batin Zeta mengingatkan.

Ia menuju jalan raya yang tidak jauh dari danau tadi. Mencari taksi yang dapat Ia tumpangi sampai ke rumah.


o-o



"Mah, aku pulang" teriaknya, tidak teriak juga sih. Suaranya lemas tidak bertenaga.

"Darimana aja kamu? Mamah lumutan nih nungguinnya" Alen melirik anaknya. Ia tahu darimana anaknya, Ia hanya berniat mencairkan suasana.

"Harus aku jawab mah?"

Alen bungkam, melihat punggung anaknya berlalu mengarah ke lantai 2 dimana terdapat kamar yang Zeta tempati.



o-o



Zeta menghempaskan tubuhnya di kasur dengan sprei bermotif monochrome. Penyuka warna hitam-putih ini menghela nafasnya. Lelah. 

Ini bulan ke 3 dia hidup tanpa Garen, biasanya laki - laki itu tiada henti menggangunya. Ia juga sering kesal setengah mati karena tingkah Garen. Zeta merindukan laki - laki itu. Amat sangat merindukannya. Ia bahkan sempat berpikiran untuk menyusul Garen, ternyata hidup tanpa laki - laki itu tidak terlalu asik. Lagi lagi Zeta terlarut dalam lamunannya.

Zeta tersadar ketika melupakan sesuatu, entah apa. Otaknya harus bekerja cepat kali ini.

Ia bangkit memeriksa tasnya.

Handphone. Ada

Earphone. Ada

Buku Pelajaran. Ada

Buku diary....

"BUKU DIARY GUE?!" Zeta menjerit hingga mamahnya berlari kekamarnya.

"Zeta kamu kenapa?" Alen mengguncang tubuh Zeta.

"Garen mah, Garen" Suaranya bersamaan dengan air mata. 

"Iya mamah tau, kamu yang sabar ya" Prihatin dengan kondisi Zeta, Alen mengelus rambut Zeta yang berwarna kecoklatan.

"Bukan mah... bukan, Garen" 

Alen memeluk Zeta lagi dan membiarkan Zeta menangis dipelukannya. Zeta tertidur dalam pelukan Alen.



o-o



Zeta terbangun dengan celana dan baju yang terakhir ia gunakan. Tubuhnya lengket karena seharian tidak terkena air. Seingatnya tadi Ia menangis nyaris histeris. Bukan diarynya yang penting, tapi tulisan terakhir Garen disana yang membuatnya menjerit. Ia tidak rela jika tulisan Garen yang terakhir harus hilang entah kemana.
yyy
Zeta memilih tidur karena besok Ia harus masuk ke sekolah barunya. Ia tidak ingin tampangnya nanti terlihat seperti zombie yang habis memakan otak manusia pada malam hari. Pamornya bisa turun nanti.

Sebelumnya Ia harus mandi dulu, mungkin bisa sedikit menyegarkan otaknya yang dipenuhi Garen, Garen, dan.... Garen.  

"Ren Lo jahat banget sih, Gue mau mandi nih, pergi kek dari otak Gue."

Zeta melangkah kearah kamar mandinya, air segar bercampur dinginnya malam membasahi seluruh badannya. Zeta merasakan nyeri di bagian lutut, saat ia menunduk terdapat lecet disekitar lututnya, tidak parah memang, tapi namanya lecet terkena air pasti perih kan.

Oh ya, Ia sempat bertubrukan dengan seseorang saat keluar pemakaman, lalu orang itu menariknya ke danau dekat pemakaman dan menyuruhnya menunggu. Bodoh, Ia lupa. 

Orangnya nyariin gak ya, sabodo teuing lah. Kenal juga nggak.

Zeta meneruskan mandinya. Setelah selesai mandi, Ia berganti piyama tidur dan kali ini benar benar terlelap hingga pagi.







To Be Continued

Pretty HurtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang