Oh, Afka...
***
Zeta baru mengerti mengapa Kori menyiram dan mengingatkannya seperti itu.
Kori menyukai Afka.
Tapi kenapa harus Ia yang menjadi sasarannya? Ia tidak mencoba untuk merebut Afka bukan? Bahkan Ia baru mengenal Afka hari ini. Type overprotect.
Zeta berlalu ke toilet dengan seragam yang basah dan membawa sweater yang Ia gunakan tadi pagi.
o-o
Zeta celingukan mencari kemana calon penumpang yang biasanya menunggu bus disini. Halte ini teramat sepi, mungkin karena ini bukan jamnya pulang sekolah ataupun pulang kantor.
Seharusnya Zeta telah sampai dirumah dua setengah jam yang lalu, namun karena Ia harus berhadapan dengan Kori dan mengurus surat surat ke pindahannya di kantor tadi, maka Ia baru keluar dari sekolah beberapa menit yang lalu.
Sialnya, mamahnya sedang ada acara mendadak sehingga tidak bisa menjemputnya, dan kebetulan supirnya juga sedang sakit. Zeta menghela nafas.
Hari pertama yang panjang bukan? Batin Zeta.
Langit mulai gelap, namun bus yang lewat selalu penuh. Zeta tidak berani mengambil resiko kecopetan atau terdesak penumpang lain jika Ia naik bus tersebut.
Zeta masih setia menunggu hingga tetes tetes air hujan mulai berdatangan. Seketika hujan turun dengan derasnya.
Ia hendak memberi tau mamanya bahwa Ia masih menunggu bus di halte.
Tutttt...
Tutttt...
Baru dua kali nada sambung terdengar, tiba tiba nada sambung itu berhenti.
"Mah, aku masih di halte. Mamah dimana? bisa jemput kan mah?" Zeta mengoceh tanpa mengucap salam.
"Mah, jangan diem terus dong, hujan nih. Aku gak bawa payung" Zeta berkata lagi. Namun tak ada jawaban di seberang sana.
Zeta mengecek layarnya.
Bodoh!
Ternyata handphonenya mati total. Sial sekali Ia hari ini.
Terdengar klakson mobil di depan halte, Zeta menggerutu. Disana tidak ada siapa siapa selain Zeta dan mobil ini terus membunyikan klakson.
Pintu mobil terbuka dan seseorang muncul dari kemudi membawa payung.
"Kok Lo belum pulang?"
"Cepetan" Orang itu memayungi Zeta. Wajahnya tak terlihat. Zeta takut orang ini akan berbuat macam macam padanya.
Setelah masuk ke dalam mobil, dengan perlahan Zeta mengambil botol minumnya dan memukul orang itu berkali kali.
"JANGAN MACEM MACEM SAMA GUE" Teriak Zeta.
"Aw, Zet--"
"RASAIN LO"
"Zet, ini--"
"LO BAKAL GUE LAPORIN KE POLISI"
"ZETA, INI GUE AFKA" Afka membuka penutup kepala hodienya hingga wajahnya terlihat jelas. Bibirnya berdarah. Afka meringis.
"Yaampun Afka, bibir Lo berdarah" Zeta panik dan merasa bersalah. Ia mengambil tisu di tasnya dan membersihkan darah di bibir Afka. Afka menahan nafasnya ketika wajah Zeta terlalu dekat dengannya. Detak jantungnya berpacu dengan cepat dan darahnya berdesir.