Never
Hari ini SMA Gozen gempar, entah informasi darimana bahwa ada siswa 11 IPA 2 yang menjadi korban tabrak lari. Belum genap 24 jam, namun berita tersebut telah tersebar luas seantero sekolah.
Di tempat lain, kamar perawatan yang senyap menjadi saksi betapa pedulinya seseorang terhadap orang lainnya. Laki-laki itu masih setia duduk di kursi yang tersedia untuk orang yang mengunjungi pasien.
Perempuan yang terbaring tak berdaya dengan wajah pucat itu melirik ke sebelahnya. Menatap wajah yang terlihat kusut itu dalam dalam, Ia merasa tidak enak karena 'teman' nya itu rela bolos sekolah hanya untuk menunggunya.
Merasa diperhatikan, laki-laki itu menoleh
"Lo pengen sesuatu?" Tanyanya.
Sebagai jawaban, gadis itu mengangguk.
"Mau apa?" Jawab laki laki tersebut.
"Mau Lo pulang."
Laki laki itu menunjukkan wajah terkejut, 'apa maksudnya' matanya seolah berbicara.
"Muka Lo capek banget, Gue gak papa. Pulang sana."
Laki-laki itu memutar matanya, kemudian menjawab.
"Ndasmu. Liat tuh kepala bocor gitu, koma 12 jam, Lo bilang gak papa?"
Perempuan itu nyengir kuda kemudian menjawab
"Emang gak kenapa napa, nih masih idup.""Iya, Lo masih idup. Temen Gue yang sekarat."
"Hah?" Zeta langsung menegakan posisinya.
"Siapa yang sekarat, Af?!" Katanya setengah berteriak.
Ups.
Afka keceplosan.
"Kucing." Jawabnya asal.
"Jujur sama Gue atau Gue bakal lari ke bawah terus nanya informasi pasien." Ancamnya.
Afka diam.
Ia benar benar keceplosan.
Bodoh! Rutuknya.
Beruntunglah semesta menyelamatkannya, ketukan pintu terdengar diiringi langkah masuk.
"Afka maaf merepotkan ya." Alen menyapa Afka.
Belum sempat Afka menjawab, Zeta langsung memberondong ibunya dengan pertanyaan.
"Mah, siapa yang sekarat?" Suaranya parau.
Alen terkejut dengan pertanyaan anaknya, ditambah suara anaknya yang bergetar. Ia melirik ke arah Afka yang di balas Afka dengan gerakan salah tingkah. Sudah Afka katakan kan, kalau Ia keceplosan? Ya, meskipun dalam hati sih.
"Tenang dulu, nak. Nanti Mamah jelasin."
"Gak, Mah. Jawab Zeta, atau Zeta lari ke bawah sekarang." Ancam Zeta dengan isakan yang keluar dari mulutnya.
Tak mendapat jawaban, Zeta pun berteriak.
"Zeta nyelakain orang lagi, Mah? Zeta pembunuh!" Kali ini Ia histeris. Tangannya bergerak menarik selang infus dengan cepat. Afka yang berada di sampingnya kecolongan, darah bercucuran.
Panik, Afka menekan tombol yang berada dekat dengan ranjang. Para perawat bergerak cepat masuk ke ruang perawatan tersebut. Beberapa saat kemudian, Zeta merasa ada sesuatu yang masuk ke tangannya, kesadaran Zeta pun menghilang.
---
Suara alat alat di ruangan tersebut mengganggu pendengarannya, rasanya ingin sekali Ia mencopot semuanya lalu kembali ke rumah. Bukannya tak ada seorang pun ingin di rawat dengan intensif kan?