"Mah, Maafin Afka mah" Afka tertunduk melihat kondisi mamah tirinya, Kiraz. Afka baru masuk ke dalam rumah ketika pulang dari rumah Zeta dan dihadiahi pukulan di pelipisnya. Reza kalap saat melihat Afka baru pulang jam 8 malam, sedangkan mamahnya menunggu di depan supermarket sendirian.
"Percuma, mamah juga gak bakal bangun" Sarkas keluar dari mulut Reza, emosinya sekarang sudah mereda. Reza merupakan anak kandung Kiraz, namun entah kenapa Kiraz selalu mendahulukan Afka disetiap saat. Membuat Reza iri tentu saja.
"Gue salah Rez, harunya Gue gak kerumah cewek itu. Gara gara Gue mamah jadi kayak gini" Afka masih menunduk, hatinya terasa diremas remas. Ia benci kehilangan. Rasa takut akan kehilangan selalu berputar di kepalanya.
"Mamah nunggu Lo 2 jam sendirian, bayangin Ka. Yang Gue gak habis pikir kenapa mamah gak mau ngehubungin Gue? Gue anak kandungnya, bukan Lo" Emosi Reza seperti naik kembali dan muncul ke permukaan.
"Gue gak tau Rez, gak sempet liat handphone. Handphone Gue seharian di tas" Sesal Afka saat Reza menyalahkannya.
"Mobil sialan, yang nyetir SIM nya harus di cabut. Kalau yang nyetir bocah ingusan kayak Lo, bakal Gue bogem lebih dari Gue bogem Lo" Kepalan tangan terbentuk di tangan Reza.
"Kenapa si mamah bisa kayak gini? Setau Gue mamah orangnya hati-hati" Tanya Afka pada Reza yang kini duduk di sofa kamar Kiraz.
"Menurut yang Gue tanya di TKP si, mama nyebrang tapi sambil ngelamun gitulah terus ada mobil yang ngegas kenceng. Mamah gak ngehindar, tapi si sopir yang ngehindar, akhirnya mamah ke serempet dan mobil yang nyerempet mamah bisa kabur." Jelas Reza berapi api.
"Sial" Umpat Afka.
"Tidur sana, biar Gue yang jaga mamah" Reza tau, adik tirinya itu besok sekolah.
"Gue mau disini" Tolak Afka.
"Besok Lo se-"
"Ngga, Gue jaga mamah. Besok Gue bolos, pelajarannya juga ngebosenin" Potong Afka.
"Yaudah Gue ke kamar, capek"
"Iya"
Reza pergi ke kamarnya, tinggal Afka sendiri.
Kiraz mulai mendapat kesadarannya kembali, tangannya bergerak dalam genggaman Afka. Afka yang tadinya sempat tertidur langsung mengangkat kepalanya.
"Mah, mamah udah sadar. Minum dulu mah" Afka mengambil air di nakas sebelah tempat tidur Kiraz.
"Putra, mana Putra? Kenapa kamu disini?! Mana Putra?" Kiraz histeris, Ia menyebut nama anaknya.
"Mah, Putra udah tenang Mah" Afka mencoba menenangkan.
PLAKKKK
"Tapi kamu yang buat Putra pergi" Kiraz berkata setelah menampar Afka.
Afka hanya diam, kemudian Reza memasuki kamar dengan terpogoh pogoh.
"Mah, ini Reza mah" Reza mengusap kepala mamahnya dengan sayang.
"Putra mana Rez, mamah kangen Putra" Kiraz memeluk Reza, Ia merindukan Putra.
"Ada Reza mah" Reza menenangkan, Ia melirik Afka yang tengah terdiam dan menyuruh Afka kembali ke kamarnya dengan lirikan mata.
Afka pun melangkah keluar dari kamar Kiraz, menapaki tangga dan masuk ke dalam kamarnya.
Afka hanya duduk, diam. Kantuk pun melahapnya dan Ia terjaga.
o-o
"Bu maaf, kalau boleh tahu Afka kemana ya?" Zeta mengejar guru yang tadi menerima izin dari orang yang Zeta tebak pembantu Afka.
"Afka menemani mamahnya di rumah sakit" Jelas guru itu, Ia yakin gurunya tidak berbohong.
"Rumah sakit?" Tanya Zeta sekali lagi.
"Iya, mamanya sakit" Guru itu menegaskan.
"Makasih ya bu, maaf mengganggu" Zeta menyalimi tangan guru itu dan kembali ke kelas.
--
2 jam pelajaran yang Zeta lalui hanya sia-sia, tidak ada yang tertempel di otaknya. Sebenarnya bukan hanya 2 jam terakhir tapi dariawal masuk kelas, Zeta tidak fokus. Karena apa? Karena Afka tentunya.
KRINGGGGG
Bel pulang bergema, gurunya belum keluar kelas tapi Zeta sudah lebih dulu meninggalkan kelas. Semua mata tertuju padanya.
"Siapa anak itu?" Tanya guru laki-laki itu.
"Zetalf pak" Jawab Delta asal.
"Begs, itu nama Linenya" Zaky menimpali perkataan Delta.
"Namanya Zeta Alfany pak" Sahut Rere.
Guru itu sepertinya mencatat nama Zeta di jurnalnya.
--
Brukk
Bahu Zeta tertabrak seseorang saat berjalan di koridor. Koridor memang mulai ramai, bel pulang sudah berbunyi.
"Eh maaf maaf" Seru Zeta dan hendak melanjutkan jalannya menuju gerbang sekolah.
"Lo kira maaf bisa balikin bahu Gue?!" Sentak perempuan itu.
Zeta lantas mendongak kaget, lantas melihat orang yang Ia tabrak.
Balikin bahu Gue? Perasaan bahunya gak ilang. Zeta membatin.
"Malah ngelamun, sakit bodoh" Sentaknya lagi.
"Kori yang terhormat, bahu Lo gak ilang jadi gak perlu Gue balikin. Sorry Gue buru buru. Bhay" Seru Zeta ketika melihat Kori. Semua pasang mata yang memusatkan perhatian ke arah mereka berdua lantas tertawa karena perkataan Zeta. Memang benar bahu Kori tidak hilang, lantas apa yang perlu Zeta kembalikan?
Zeta membalikan badan dari hadapan Kori dan buru buru meninggalkannya. Namun, Kori mencekal tangan Zeta hingga Ia tidak bisa pergi kemana mana.
"Lepasin, sakit" Kata Zeta, Ia harus buru buru ke rumah Afka.
"Gak, sebelum Lo minta maaf" Sahut Kori
"Iya, maaf nabrak. Kan Gue udah bilang berkali kali" Jawab Zeta.
"Sujud di kaki Gue" Kori ingin mempermalukan Zeta.
"Lo pikir Lo tuhan?"
Tunggu, suara itu tidak berasal dari mulut Zeta maupun Kori, keduanya menoleh secara bersamaan.
"Lepasin tangan Zeta" Kata orang itu tegas.
"Zaky?" Zeta tidak mengira bahwa Zaky yang akan menolongnya.
"Lepasin Ri, Lo tuli?" Sarkas.
"Peduli apa Lo?" Sentak Kori pada Zaky, Ia benci laki laki ini.
"Dia cewek Gue" Zaky berkata dengan tenang, dan sukses membuat siswa yang menonton drama tersebut terdiam.
Cekalan tangan Kori terlepas, dan Zeta melongo dibuatnya.
"Ayo" Zaky menarik tangan Zeta.
--
"Maksud Lo apa si Ky?" Tanya Zeta ketika mereka sudah berada jauh dari kerumunan.
"Kalau gak gitu, Kori gak bakal lepasin Lo" Tangan Zaky masih menggenggam tangan Zeta.
"Tapikan-"
"Nantinya Lo juga bakal jadi cewek Gue, apa masalahnya?" Zaky mengerling Zeta dan tersenyum. Zaky melepas genggamannya lalu berjalan mendahului Zeta.
Zeta terdiam ditempat, tidak melangkahkan kakinya menjauh.
Kata kata Zaky berputar di otaknya.
Nantinya Lo juga bakal jadi cewek Gue, apa masalahnya?
To Be Continued.