Pria berusia dua puluh tahun memasuki lobi rumah sakit dengan membawa seikat bunga mawar merah dan buah-buahan. Tubuhnya kurus dan tak terlalu tinggi, mengenakan topi merah yang menutupi dahi dan celana jeans robek yang ujungnya digulung jauh di atas sepatu converse warna hijaunya. Dengan senyum hampir selebar spion motor, ia melangkah ceria ke meja resepsionis rumah sakit yang segera berdiri ketika dihampiri.
"Saya mau menjenguk pasien di lantai 4, Ruang Mawar," ujarnya seperti sedang membeli air mineral botolan di pinggir jalan.
"Silahkan isi buku tamu," sahut perawat yang bertugas di meja resepsionis acuh tak acuh.
Joko mengisi buku tamu dengan tulisan berhuruf serba besar dan berantakan, kemudian meninggalkan bolpoin yang terjatuh ke lantai begitu saja, setengah melompat-lompat berjalan ke arah lift.
Di lantai empat Joko langsung menyambangi ruang tempat kekasihnya dirawat. Dina, pacarnya sejak SMA divonis menderita kanker payudara stadium tiga. Seminggu sekali Joko yang tinggal di Brebes mengunjunginya di Jakarta. Membawa bunga mawar merah kesukaan Dina dan apel serta buah-buah lainnya, secara rutin selama dua tahun terakhir.
Joko terdiam di tempat, memandangi tempat tidur Dina yang kosong. "Kemana Dina?" tanyanya kepada pasien yang tempat tidurnya tepat di samping Dina. Wanita berumur sekitar lima puluh tahun itu sudah mengenal Joko karena sering berkunjung.
"Aku tidak tahu, Dina tadi dibawa oleh petugas rumah sakit. Beberapa orang yang asing, tidak pernah aku lihat sebelumnya."
Joko terdiam bingung. "Apa dia sedang kemoterapi?"
Wanita itu menggeleng, "Sepertinya bukan, tadi dia disuruh tanda tangan selembar kertas. Pria-pria bertubuh tinggi itu berbicara bisik-bisik, aku tidak bisa dengar apa yang mereka katakan," jelas wanita ini dengan mimik wajah bingung bercampur ngeri.
Tak mengerti sama sekali kertas apa yang dimaksud, Joko coba mendekati tempat tidur Dina, ia melihat ponsel Dina tergeletak di samping bantal dan langsung meraihnya. Ponselnya mati, pantas saja sejak pagi Dina tidak bisa dihubungi. Antara bingung dan putus asa, Joko duduk di pinggir tempat tidur sambil memandangi layar ponsel yang mati. Berharap kekasihnya segera datang dan menjelaskan kemana ia pergi.
Beberapa orang duduk di kursi roda didorong oleh para perawat. Jumlahnya lebih dari sepuluh, berbeda-beda jenis kelamin dan usia, yang menyamakan mereka hanya baju piyama rumah sakit yang dikenakan dan sorot mata kosong tanpa gairah hidup di wajah yang pucat. Lorong demi lorong mereka lewati, semakin mereka berjalan ke bawah tanah semakin nafas terasa sesak.
Sebuah pintu kaca terbuka ke kedua sisi, satu persatu dari mereka masuk ke dalam ruangan yang penuh dengan peralatan ilmiah, komputer, kabel dan berbagai macam benda yang terlihat asing. Di sana juga terdapat orang-orang yang mengenakan setelan baju dan jas serba putih dengan masker yang menutupi wajah, kebanyakan di antaranya berkaca mata.
Kursi roda terus didorong menyeberangi ruangan lab yang bising karena bunyi-bunyi yang ditimbulkan dari komputer sekaligus terasa sunyi karena semua orang berbicara dalam bisikan. Mereka melihat sebuah ruangan lain di balik kaca dengan banyak tempat tidur putih berjajar di dalamnya dan sadar ke sanalah mereka sedang dibawa. Ruangan jauh terasa lebih sunyi ketika mereka memasukinya. Satu per satu dibimbing turun dari kursi roda dan berbaring di masing-masing tempat tidur.
"Bawa lagi sisanya, sama seperti ini, pindahkan sedikit-sedikit. Dan jangan buat keributan yang memancing keramaian." Perintah salah satu Professor pada perawat laki-laki yang langsung mengangguk patuh lalu membalikkan badan beserta kursi roda kosong di tangannya. Berjalan keluar lab dan menghilang dari pandangan, siap membawa pasien-pasien yang lain.
Salah satu pasien yang berbaring di tempat tidur menengok ke orang di sebelahnya, "Dina!" seru pria berkulit cokelat dan rambut keriting itu. Wajahnya kusam dan penuh kerutan yang membuatnya terlihat jauh lebih tua dari usianya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAKARTA'S RUIN
Fiksi IlmiahBeberapa part di private. Follow account terlebih dahulu. Apakah kau bisa bertahan hidup? Ketika dikirim ke sebuah kota yang hancur dan membahayakan nyawamu? Jakarta. Cover by @ReiFaldi & @Arisyifa92 Highest Ranks #3 in Science Fiction (10.04.2016)