Tepat di belakang Albert, Adam berjalan sambil memandangi punggung lelaki bertubuh tinggi besar ini. Mereka keluar lobby dan berjalan ke arah belakang mobil. Albert membuka bagasi dan Adam bersiap mengangkat plastik-plastik makanan yang ada di dalamnya.
"Jangan bergerak!" ucap Albert tiba-tiba. Membuat Adam melepas kembali plastik di tangannya, mengangkat kepala dan memandang wajah Albert yang terdiam bingung. "Kau lihat itu?" Albert menggedikkan kepalanya ke arah jam sepuluh. Menengok perlahan, Adam memperhatikan hal yang Albert maksud.
"Anjing?" Adam bingung.
"Lihat matanya."
"Astagfirullah!" Adam sekarang mengerti, yang mereka lihat bukan anjing biasa melainkan anjing yang sudah terinfeksi virus Oblivio. Terlihat dari mata anjing itu mengalir darah, mungkin karena bulunya yang putih, luka robek di kulitnya terlihat jelas meskipun keadaan sangat gelap.
Anjing Obs itu menggerakkan kepalanya ke arah mereka. Albert menepuk punggung Adam dan melangkah mundur. Namun anjing ini bergerak terlalu cepat sampai Adam tersentak kaget dan jatuh ke tanah, saat anjing Obs itu melompat ke tubuhnya. Tanpa sadar Adam menarik pelatuk pistolnya dan menembak anjing yang sekarang berdiri di atas tubuhnya tepat di bagian leher. Darah hitam muncrat membasahi wajahnya.
Albert menghampiri, membantu Adam berdiri dan menepuk-nepuk punggungnya. "Tidak apa-apa, tidak apa-apa." Dia sangat paham kalau Adam baru pertama kali menggunakan senjata, terlihat jelas dari ekspresi wajahnya yang syok sesudah menarik pelatuk senjata.
"Ada apa?" Tanya Angga ketika membukakan pintu untuk Albert dan Adam yang kembali dengan membawa beberapa kantung makanan. "Aku dengar suara tembakan."
"Ya ampun!" Helen segera berlari menghampiri Adam dan memberikannya tisu basah untuk menyeka darah yang mulai mengering di wajahnya.
"Lidia, tolong sambungkan panggilan ke Pak Rama." Pinta Albert sambil menghampiri Lidia yang langsung mengeluarkan tablet pc-nya dari dalam tas. Membuka sebuah aplikasi dan memasukkan sandi.
"Silahkan." Keluar sorotan cahaya dari samping kamera tablet pc Lidya yang langsung mengarah ke dinding di hadapan mereka, tak berapa lama kemudian wajah Rama muncul di sana, mengenakan piyama dan di atas tempat tidur.
"Ada apa?" Tanya Rama terlihat kesal diganggu waktu tidurnya.
Albert memberikan hormat, "Siap, Pak! Mohon izin, saya ingin menyampaikan berita penting. Virus Oblivio tidak hanya bereaksi pada manusia tapi juga pada binatang, barusan saya melihat seekor anjing..."
"Jadi," potong Rama, membuat mulut Albert terkatup. "Kau pagi-pagi menghubungiku hanya untuk menyampaikan berita seperti ini?"
Seisi ruangan terdiam kikuk, kecuali Lusi yang masih berbaring di posisi yang sama dengan kedua tangan di bawah kepala, tersenyum sinis pada wajah Rama yang ada di dinding. "Banci!" umpatnya.
"Kalian lupa kalian sudah mengikat beberapa real-time camera di tubuh kalian? Yang merekam semua kejadian yang kalian lihat?" Cecar Rama. Langsung memutuskan sambungan dan wajahnya menghilang di dinding.
Dada Albert naik turun, ia memejamkan matanya sejenak lalu membukanya lagi. Memutar tubuhnya dan memandang anggota tim yang lain. "Ayo kita makan dan beristirahat. Besok kita tunjukkan tontonan yang lebih menarik untuk si Brengsek itu," ujarnya, tak menyembunyikan ekspresi wajahnya yang kesal bukan main.
Seisi ruangan tersenyum geli kemudian tertawa renyah, menyenangkan menyadari tak ada satupun dari mereka yang menyukai wajah menyebalkan Rama, tak terkecuali Lidia yang notabene adalah stafnya langsung. Seakan tak peduli kalau ucapan mereka saat ini pun sedang dimonitor kementerian. Masing-masing memaki penampilan Rama di layar beberapa waktu lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAKARTA'S RUIN
Science FictionBeberapa part di private. Follow account terlebih dahulu. Apakah kau bisa bertahan hidup? Ketika dikirim ke sebuah kota yang hancur dan membahayakan nyawamu? Jakarta. Cover by @ReiFaldi & @Arisyifa92 Highest Ranks #3 in Science Fiction (10.04.2016)