(6)

4.6K 490 24
                                    

Bandung, 30 Mei 2027.

Lusi memasuki ruang rapat yang tak terlalu besar, hanya sebuah meja panjang dengan lima kursi di masing-masing sisi ruangan. Tampaknya dia orang yang terakhir datang karena hanya tersisa satu kursi yang kosong. Ia mengenakan jeans belel yang robek cukup besar di bagian lututnya dipadankan dengan kaos hitam bergambar bendera Inggris yang size-nya kebesaran. Sangat kontras dengan yang ada di ruangan, beberapa mengenakan kemeja panel dan blazer meskipun tetap dengan celana jeans.

Tanpa salam dan sapa, Lusi meloyor duduk di kursi yang kosong dan meletakkan tas ransel besarnya di lantai, tepat di samping kaki. Ia menengok ke arah Rama yang mengenakan setelan jas terlalu rapih sehingga memuakkan di mata. Tawa hampir meledak dari mulutnya ketika melihat hidung Rama dibalut dengan plester. Sekaligus puas menyadari betapa kencang ia meninju orang itu kemarin.

Satu orang yang di samping Rama berdiri, juga mengenakan setelan jas licin, tapi raut wajahnya tak semenyebalkan Rama atau mungkin lebih tepatnya, belum. Pria yang memperkenalkan namanya Dony itu memberikan ucapan sambutan dan memperkenalan masing-masing orang yang ada di dalam ruangan.

Lusi tak memandang siapa pun orang yang berbicara di depan, ia hanya melipat kedua tangannya di depan perut dan menyilangkan kaki kiri di atas kaki kanannya sambil menggerak-gerakkan kursi yang diduduki. Dari yang ia tangkap sekilas, ia akan berangkat ke Jakarta sore ini dengan lima orang lain yang ada di sini. Profesi dan umur ke lima orang itu beragam, dan Lusi sama sekali tak tertarik untuk mengenal mereka lebih jauh.

"Selama selambat-lambatnya empat belas hari kalian harus menemukan penyebab dari gagalnya Oblivio. Keberadaan kalian di sana juga sebagai real-time report kondisi Jakarta yang sesungguhnya. Pemerintah memerlukan data seakurat mungkin untuk membuat keputusan," jelas Dony panjang lebar, tak diperhatikan oleh Lusi. "Misi ini sangat rahasia, dan tidak diperkenankan menyebarluaskan apa yang kalian dapat di sana," tambahnya di akhir. Semua ucapan panjang lebar Dony dan Rama tak ada yang dia simak, meskipun begitu ia bisa memahami dengan jelas.

Seusai pertemuan perkenalan mereka dibawa ke sebuah ruangan lain, tempat tim dokter sudah menunggu. Satu persatu masuk selama sekitar sepuluh menit lalu bergantian dengan yang lainnya. Untuk disuntikkan beberapa macam vaksin di tubuhnya. Lusi sekuat tenaga menekan tangannya yang berdarah sehabis disuntik dengan kapas. Begitu berdarah tubuhnya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghentikan aliran yang keluar dari dalam kulit. Luka di tubuhnya pun lama untuk kering.

Urusan di Kementerian sudah selesai, keenam anggota tim berdiri di depan sebuah mobil Toyota yang akan mereka gunakan ke Jakarta. Masing-masing juga dilengkapi seperangkat earphone dan ponsel dengan kecanggihan dan mencengangkan di tengah kemiskinan Indonesia. Juga tiga real-time camera perorang, untuk merekam apapun yang mereka lihat dan secara langsung mengirimkan datanya ke Kementerian Kesehatan, yang memonitor mereka selama 1 x 24 jam.

Kamera-kamera tersebut bebas diletakkan di mana saja, dengan syarat tidak boleh dimatikan. Dony sebelumnya mengatakan semua benda yang mereka terima menggunakan tenaga yang diambil dari tubuh manusia, sehingga mereka tak perlu takut kehabisan baterai selama mereka masih bisa menempelkan kamera ke permukaan kulit mereka.

Satu lagi barang yang mereka dapat adalah sebuah pistol G5 Elite Pindad produksi Indonesia yang disarankan untuk digunakan hanya dalam keadaan darurat. Kecuali dua di antara mereka yang memang berprofesi sebagai anggota TNI Angkatan Darat, Albert yang bertubuh tinggi besar dan berkulit gelap memperkenalkan dirinya sebagai seorang Letnan Satu, datang dari kesatuan Kavaleri di Papua Barat yang juga tempat kelahirannya, berusia dua puluh sembilan tahun. Yang satunya lagi bernama Angga, tubuhnya tinggi terlihat sedikit kurus namun berotot, berkulit cokelat dan berkumis tipis, Sersan Kepala dari kesatuan Kostrad di Bandung. Mereka berdua juga dibekalkan senjata laras panjang, SS4 Pindad.

JAKARTA'S RUINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang