(18)

3.1K 414 14
                                    

1 Juni 2027

Mobil berhenti tepat di depan tangga menuju lobi gedung, Lidia dan Angga berjalan beriringan masuk ke dalam mobil. Kelopak mata Lidia terlihat membengkak, tampak jelas ia baru menangis. Angga menutup pintu mobil sambil diam seribu bahasa padahal Helen sudah dua kali bertanya apa yang terjadi. Lidia juga tak menjawab apa-apa.

Matahari terbit tinggi di langit, Albert menghentikan mobil di depan Central Park. "Kita perlu stok makanan dan baju layak pakai." Albert melepas safety belt-nya dan mengenakan SS4. "Ada yang mau ikut?" tanyanya menengok ke seisi mobil yang ternyata sudah turun terlebih dahulu. "Apa aku dianggap pemimpin di sini? Hish!" gerutu Albert keluar dari mobil dan memandang sebal ke punggung anggota timnya yang berjalan di depannya.

"Kau sudah lebih baik?" Helen membimbing langkah Lusi.

Lusi mengangguk, "Lebih baik," jawabnya sambil meringis menahan sakit ketika melangkahkan kaki ke tangga. "Terima kasih." tambahnya.

"Sama-sama." Helen tersenyum, ini pertama kalinya Lusi berbicara dengan ramah. Ia menengok ke arah Lidia yang terlihat masih diam, "Ada apa dengannya?" gumam Helen, terdengar jelas oleh Lusi. "Sebentar ya." Ia menyentuh lengan Lusi lalu berlari ke arah Lidia.

Saat memandang Helen yang menyambangi Lidia, Lusi tak sengaja melihat Adam yang tengah berjalan sambil memijat-mijat tangannya. "Apa aku harus bilang terima kasih?" tanyanya dalam hati, masih mengingat bagaimana Adam membawanya keluar secara dramatis siang tadi.

Tak di duga Adam menengok ke arahnya, dan entah mengapa ia langsung menggerakkan kepalanya ke arah lain. Dalam hati bertanya sendiri, ada apa ini. Dalam usahanya menghindari pandangan Adam, Lusi mengalihkan penglihatannya ke Joko yang berjalan tepat di depannya. Ada sesuatu yang janggal, kaki Joko terlihat membesar dan caranya berjalan terlihat kaku.

"Jadi ku rasa kita berpencar!" Suara Albert mengambil perhatian. "Sepertinya tak banyak Obs di sini, dan..." Ia berbicara dengan mata yang memperhatikan sekeliling. "Aku rasa tidak banyak yang bisa kita ambil."

Albert benar, sepertinya sebelum meninggalkan mall para pemilik toko sudah terlebih dahulu membawa dagangannya. Mall ini hanya terlihat seperti gudang etalase. Etalase kosong di mana-mana. Wajah Helen ditekuk, sebelumnya ia berharap bisa mengambil sepasang sepatu mahal dari showroom sepatu yang ada di lantai satu. Pupus sudah harapannya ketika melihat di dalam showroom tersebut hanya ada rak-rak sepatu yang kosong.

"Lebih baik kita cari supermarket-nya. Kita perlu stok makanan dan minuman," bisik Angga disambut anggukan dari Albert.

"Lidia kau pergi dengan Angga, Lusi dan Joko..." Albert berhenti sejenak melihat keadaan mereka yang jauh kurang fit dari yang lain. "...sebaiknya kalian tunggu di sini saja. Cari tempat untuk beristirahat," sambungnya.

"Aku akan cari obat-obatan!" sela Helen.

"Boleh aku ikut?" pinta Adam, Helen langsung mengangguk.

Troli yang didorongnya semakin penuh. Angga tidak tahu apa saja yang Lidia masukkan ke dalamnya, yang jelas ia sedang berpikir apakah bagasi mobil muat untuk semua benda ini. Ia tidak pernah belanja sebanyak ini. Di asrama militer ia lebih sering membeli makanan di warung tegal daripada masak sendiri.

"Kau..." akhirnya Angga buka suara. "...baik-baik saja?"

"Menurutmu?" sahut Lidia sinis, sambil melihat expired date biskuit gandum di tangannya.

"Ch!" cibir Angga sembari menyunggingkan senyum.

Lidia meletakkan biskuit gandum ke dalam troli dan menengok ke arahnya. "Kenapa tertawa?" tanyanya ketus.

JAKARTA'S RUINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang