"Dina!" Panggil Joko lirih. Ia menyeret beberapa langkah ke depan. Sontak Albert berteriak mencegahnya, namun seakan tak mendengar, Joko tetap berjalan mendekati Dina. Mereka kini hanya terpisah jarak sepuluh meter. Wajah Dina yang tak secantik dulu, bisa Joko lihat dengan jelas. Kekasihnya yang imut, berubah menyeramkan dan mengenaskan. Tangan Dina hanya ada satu, lengan kirinya yang putus menjuntai bebas di udara. Hidungnya patah dan matanya hitam pekat. Darah kering di seluruh tubuhnya. Badan Joko bergetar tak kuasa menahan perih yang ia rasa. Dina, hal sial itu benar-benar menimpanya.
Albert membuka pintu mobil, dan turun. Dina tampaknya mendengar suara yang ditimbulkan Albert dari bebatuan yang di injak sepatunya. Angin bertiup cukup kencang, bau bangkai tercium pekat di udara. "Dina!" Joko kembali menyebut namanya. Kali ini ia bergerak lebih cepat dan menimbulkan langkah yang keras.
"Berhenti!" seru Albert yang sudah mengangkat pistol di tangannya ke udara. Seisi mobil mulai turun satu per satu. Menimbulkan gerakan yang memancing Dina untuk menggerakkan kepalanya ke arah mereka.
"Joko! Dia bukan manusia lagi." Entah apa yang keluar dari mulutnya berarti atau tidak, yang jelas Helen tengah berusaha mencegah Joko untuk berhenti mendekati Dina.
Dina bergerak maju, tulang kering di kaki kanannya terlihat dengan jelas karena piyama rumah sakit yang ia kenakan robek tak jelas rupanya. Geraman keluar dari mulutnya, kepalanya bergerak kaku mencari-cari sesuatu yang memancing perhatiannya.
"Mundur Joko, aku perintahan mundur!" Albert memperteguh genggamannya di pistol.
Joko membalikkan badannya sejenak, "Jangan bunuh Dina! Ku mohon." Kembali menghadap ke depan dan melangkah mendekati Dina.
Helen berlari ke arah Joko dan menarik tangannya, tapi langsung di hempas dengan keras hingga gadis bertubuh kecil itu terdorong di udara.
"Joko sadar!" teriak Lidia. "Setidaknya kau sudah lihat kalau dia benar-benar seperti itu."
Joko tak menggubris, ia melangkah maju semakin dekat dengan Dina yang menyeringai menunjukkan gigi-giginya yang menghitam. Ia menggeram seperti singa yang mengetahui kedatangan mangsanya.
"Joko! Berhenti!" teriak Angga.
Namun ia sudah tepat berada di hadapan Dina, merentangkan tangannya dan menutup kedua matanya. "Aku di sini," ucapnya, mendaratkan kedua tangannya di bahu Dina.
Pelukan yang Joko berikan langsung dihadiahi gigitan dalam di lehernya. Lidia dan Helen berteriak histeris sementara Lusi mulai gemetar. Albert menarik pelatuk pistolnya, namun kesulitan melepaskan peluru karena Joko tetap memeluk Dina tak peduli tubuhnya tengah digigiti.
Dina mencabik lengan Joko dengan giginya, hingga kulitnya terkelupas dan dagingnya terlihat dengan jelas. Sambil menggeram ia terus membuat darah Joko memuncrat di udara. "Joko!" Albert melepaskan satu tembakan yang mengenai bahu Dina.
Peluru yang mengenai tubuhnya, membuat Dina melepaskan gigitannya dari tubuh Joko. Pria itu sudah tak bertenaga untuk memeluknya, Joko jatuh di tanah. Bajunya penuh darah.
"Jangan..." ucapnya lirih, melihat Albert kembali mengarahkan tembakannya pada Dina.
Dina kembali menggerakkan kepalanya kesana kemari mencari sosok Joko yang sudah menjadi santapannya saat ini. Lidia memeluk Helen, keduanya tak sanggup melihat hal yang sedang terjadi di hadapan mereka.
Albert memperkukuh telunjuknya di pelatuk pistol, dan Joko berusaha berdiri sekuat dan secepat yang ia bisa. Peluru meluncur di udara tepat saat Joko menutupi tubuh Dina dengan tubuhnya. Ia kembali memeluk Dina, keduanya langsung terjatuh ke tanah ketika dua peluru dari pistol Albert menghujam bahu Joko dan menembus hingga ke dada Dina. Di permukaan tanah keduanya terdiam kaku, Lusi menjerit histeris melihat Joko yang sudah tak bernyawa.
Adam buru-buru menutupi pandangan Lusi dengan tubuhnya, "Tenang, tetap tenang," bujuknya sia-sia, Lusi masih berteriak sambil berhujan air mata.
Helen dan Lidia terisak tak mampu berkata. Tak berani membuka mata. Di sampingnya, Angga menunduk, matanya pun terpejam. Di antara semuanya, Albert yang paling merasakan sakit di hatinya. Pistolnya terlepas dari tangan, jatuh ke tanah seiring lututnya yang melemas dan ikut menyentuh tanah. Tangannya gemetar, jari-jarinya kaku dan ia tak mampu bicara sepatah kata pun. Ia tahu hal seperti ini cepat atau lambat akan terjadi. Meski tak menduga akan terjadi secepat ini. Sekarang ia sudah berubah menjadi seorang pembunuh dan mungkin tak akan pernah memaafkan dirinya sendiri, perasaan berkecamuk di benaknya.
Lusi terisak, percakapannya dengan Joko sejam lalu tiba-tiba terbayang di benaknya.
"Lusi!" panggil Joko, "sampai aku bertemu Dina, tolong bantu aku untuk tetap ada di tim."
Lusi tersenyum, "Hei songong, umurku lebih tua. Kau harusnya panggil aku kakak."
Akhirnya Joko membuka matanya dan terkekeh.
Lega melihat Joko sudah bisa tertawa, "Jika bertemu Dina, apa yang mau kamu lakukan?" Akhirnya Lusi melontarkan pertanyaan yang di sudah ada dalam pikirannya sejak awal ia bertemu Joko.
Terdiam, Joko menegakkan posisi duduknya dan menatap ke gambar iklan yang ada di kaca salah satu toko pakaian di seberang mereka. Gambar sepasang pria dan wanita yang saling tertawa dan menatap satu sama lain sambil bergandengan tangan.
"Aku mau memeluknya," jawab Joko kemudian. "Aku mau memeluknya, hingga aku tak mampu lagi." Menengok ke arah Lusi dengan senyum yang lebar.
Lidia dan Helen datang memeluknya, Lusi tak bisa mendengar apa yang mereka katakan. Matanya yang berderai tangis terus tertuju ke mayat Joko dan Dina. "Kau memeluknya," gumam Lusi. "Kau berhasil menepati janji."
Adam memandang miris ke arah kedua wanita yang sedang memeluk Lusi, ketiganya menangis. Tak ada yang membuka mata mereka. Adam mulai menyadari betapa kejamnya misi ini, dan berpikir suatu saat nanti mungkin justru ia yang berada di posisi Albert atau malah di posisi Joko. Semua tergantung situasi saat ia menemukan istri dan anaknya nanti.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
JAKARTA'S RUIN
Science FictionBeberapa part di private. Follow account terlebih dahulu. Apakah kau bisa bertahan hidup? Ketika dikirim ke sebuah kota yang hancur dan membahayakan nyawamu? Jakarta. Cover by @ReiFaldi & @Arisyifa92 Highest Ranks #3 in Science Fiction (10.04.2016)