Tinggal mereka berdua yang ada diruangan ini. Lagi-lagi mereka saling menatap satu sama lain. Prilly tersadar dan langsung keluar dari ruangan Ali.
"Saya permisi, Pak." Ucap Prilly tanpa menoleh ke arah Ali.
"Tunggu." Cegah Ali seraya memegang lengan Prilly.
Prilly tidak ingin menoleh karena saat ini air matanya tak bisa lagi ia tahan. Bagaimana tidak orang yang sangat ia cintai sangat ia tunggu-tunggu kehadirannya bagaikan tidak mengenali dirinya terasa asing tanpa ada sapaan tanpa ucapan rasa bersalah. Orang itu merasa seolah-olah tidak terjadi apa-apa antara Prilly dengannya.
Prilly mencoba menghapus air matanya yang terus saja keluar.
"Apa kita pernah kenal sebelumnya? Soalnya aku pernah nemuin kamu di setiap mimpi aku." Tanya Ali.
"Bagaimana bisa, Li. Kamu ga ngenalin aku. Aku Prilly seorang gadis yang waktu itu kamu suruh tunggu sampe aku bener-bener jadi milik kamu." Batin Prilly yang membuat Prilly semakin terisak hingga terdengar oleh Ali suara isak tangin Prilly.
"Loh kamu nangis?" Tanya Ali namun Prilly tetap diam membisu tidak menjawab setiap pertanyaan Ali.
Ali memegang kedua bahu Prilly dan memutar tubuh Prilly agar menghadap dengannya. Di lihatnya air mata Prilly yang mengalir terus menerus. Prilly hanya bisa tertunduk.
"Kata-kata aku ada yang salah ya? Maaf aku ga bermaksud buat kamu nangis." Ucap Ali seraya mengangkat dagu Prilly.
"Maaf pak permisi." Ucap Prilly kemudian berlari keluar dari ruangan Ali.
"Dia kenapa sih?" Ucap Ali yang bingung sekaligus penasaran dengan sikap Prilly.
***
"Pril. Kamu bisa kerungan saya sebentar." Ucap Ali di telepon.
"Baik, Pak." Ucap Prilly dan segera menuju ruangan Ali.
"Huhhh." Prilly menghembuskan nafas kasar saat berdiri di pintu ruangan Ali sebelum ia masuk.
Tok tok tok.
"Permisi, Pak." Ucap Prilly saat membuka pintu ruangan Ali.
"Oh iya silahkan masuk." Ucap Ali. Prilly menghampiri meja Ali. "Silahkan duduk." Prilly duduk di kursi tepat di hadapan Ali namun Prilly hanya tertunduk tanpa berani melihat wajah Ali. Karena baginya setiap kali melihat wajah orang itu hanya membuat hatinya sakit.
"Saya mau minta tolong sama kamu nanti setelah pulang bekerja tolong temani aku ke apartment ini. Karena saya belum tahu jalanan di Jakarta." Ucap Ali seraya memberikan alamat yang tertera pada kertas.
"Baik, Pak. Ada lagi yang bisa saya bantu?"
"Oh ya kamu jangan panggil saya dengan sebutan bapak, sepertinya terdengar tua sekali. Kamu bisa panggil saya Ali karena kelihatannya kita seumuran."
"Baik, Pak. Ehhh Ali." Ali tersenyum saat Prilly menyebut namanya.
"Yasudah kalau gitu saya permisi. Selamat siang." Prilly pergi meninggalkan ruangan Ali.
"Dia kenapa sih? Jadi bingung sama sikapnya. Diem banget ga banyak omong. Udah gitu gamau lama-lama natap gue. Apa bener gue pernah ada hubungan ama gadis itu? Gadis itu bikin gue tertarik akan dirinya." Ali bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
***
Ali keluar dari ruangannya. Dilihatnya Prilly yang tengah merapikan barang-barangnya. Ali memperhatikan Prilly dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sosok Prilly yang menurut Ali gadis yang menarik membuat dirinya tak berkedip memandangi Prilly. Namun ternyata Prilly merasa dirinya diperhatikan oleh Ali.