Vina duduk di kursinya lalu menaruh tasnya begitu saja. Demion yang sedang membaca itupun tidak menghiraukan perilaku Vina. Sudah kebiasaan Vina seperti itu.
"Jumat, rumah gue, jem 3. Kita mulai bikin lagunya," kata Vina. Demion langsung menengok. "Ak-aku ga-gak bisa," ucap Demion terbata-bata. "Sumpah yah! Lo itu udah berapa kali sih gue ajakin ngomong? Hello! Gue bukan setan yang bikin lo ketakutan," balas Vina.
Demion menarik nafasnya dan membuangnya. "Aku gak bisa. Ada ekskul," jawabnya dengan mata masih memandang ke arah buku. Ia tidak berani melihat Vina. "Ekskul lo apa sih?" tanya Vina geregetan. "Inggris," jawab Demion.
"Ya ampun. Inggris doang sih! Bolos aja kenapa? Gue yang ikut ekskul cheer aja ngebolos," kata Vina tidak perduli. "Aku dan kamu beda, oke?" jawab Demion. "Fine," jawab Vina lalu memainkan handphonenya.
Vina sedang asik memainkan handphonenya hingga musuh-musuhnya datang. Menjadi queen of school bukan berarti dia tidak mempunyai musuh, bukan? "Hai, Zhevina. Nice to see you again!" ucap Laura. "Ya. You too," jawab Vina tanpa mengalihkan pandangannya.
"Wow! Gue gak nyangka kalau selera lo rendahan gini," ucap Sisca, salah satu anak buah Laura. "None of your business," jawab Vina masih dengan posisi yang sama. "Jadi lo malu sama gebetan baru lo ini? Ketemu dimana? Tempat sampah?" tanya Laura lagi. Anak-anak buahnya langsung tertawa.
That's it! Vina berdiri. Ada kilatan amarah di matanya. Vina bahkan tidak tahu kenapa dia marah, tapi ia merasa terganggu. "Sorry. Tapi kayaknya gue gak pernah nyari ribut deh sama lo," ucap Vina sambil menatap Laura.
"Lo udah ngerebut jabatan 'queen of school' dari tangan gue. Kasih pengumuman ke semua orang kalau lo berhenti jadi queen of school, dan gue gak akan pernah ganggu lo lagi," jawab Laura sambil tersenyum sinis.
"Know what? Never," jawab Vina dingin. Tangannya sudah mengepal, siap untuk menonjok Laura. "Oh, really? Lo bakal gue buat menyesal, Vina," ucap Laura. Tangannya tiba-tiba menarik rambut panjang Vina yang tergerai.
Vina tidak mengeluarkan keluhan apapun. Ia tidak bisa terlihat lemah dihadapan Laura. Bukannya mengomeli, Vina malah mengepalkan tangannya. "Woah! Girls, ini masih disekolah," ganggu seorang pria. Laura langsung menatap Harry yang berdiri dibelakangnya dan melepas tangannya dari rambut Vina.
"Hai, Harry," kata Laura sambil mendekatkan tubuhnya ke Harry. "Em, sorry. Tapi gue kesini mau ketemu Vina, bukan lo," kata Harry sambil mendorong Laura menjauh. Laura terlihat kesal lalu pergi meninggalkan kelas Vina.
"Thanks," ucap Vina. "It's okay," jawab Harry sambil tersenyum. "Pulang bareng?" tanya Harry. Vina menggeleng. "Gue bareng Vino," jawab Vina. "It's okay then! Bentar lagi bel. Gue balik duluan yah," ucap Harry. "See ya!" balas Vina lalu kembali duduk di kursinya.
***
"Selamat pagi, Vio!" sapa Vino. Vio tersenyum lalu mengangguk yang berarti 'selamat pagi juga'. Vino sudah menghafal semua gerak gerik Vio. Kurang kerjaan kan? Nah itu yang namanya jatuh cinta.
"Lunch bareng?" tanya Vino. Vio menggeleng. "Please, Vio! Ini udah keberapa kalinya aku nanya kamu! Please," pinta Vino. Vio tetap menggeleng. "Oke, fine. Gimana tugas musik kita?" tanya Vino. Vio mengetik sesuatu di iPhonenya lalu memberikannya pada Vino.
'Aku main alat musik, kamu nanyi'
"No! Aku main gitar, kamu nanyi," bantah Vino.
'I can't sing'
"Why?" tanya Vino. Vio hanya menggeleng. "Oke. Kita main alat musik, aku yang nanyi. Kamu bisa main alat musik apa?" tanya Vino. Vio memperagakan seseorang yang sedang bermain biola. "Wow! That's amazing!" jawab Vino. Vio berusaha mengucapkan 'thank you'. "You're very welcome," jawab Vino.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
Teen FictionBagaimana kalau kau mempunyai 4 orang teman yang selalu tertawa bahagia setiap kali kalian bertemu. Pasti asik, bukan? Tapi tidak dengan Zhevino, Zhevina, Demion, dan Violet. Mereka boleh tertawa dihadapan temannya masing-masing. Tapi siapa sangka...