One - Should I?

11K 288 8
                                    

Vino dan Vina memasuki gerbang sekolah dengan terburu-buru. Nyaris! Nyaris banget! Nyaris banget ditutup tuh gerbang. Vino dan Vina mencari kelas mereka. Dan oh, well. Mereka beda kelas. Great!

Vino memasuki kelas X-3, sedangkan Vina memasuki X-1. Vino memasuki kelasnya, dan guru di kelas itu sudah datang. Hari pertama, sudah telat…

“Maaf, pak, saya terlambat,” kata Vino sambil berdiri disamping guru itu. “Duduk sana. Lain kali, kamu tidak boleh terlambat lagi,” kata guru itu. “Baik, pak,” kata Vino lalu duduk di barisan tengah kelas itu.

Vino sebangku dengan seorang perempuan. Rambut panjang berwarna hitam pekat yang dikuncir satu miring ke kanan bawah, wajah mulus, hidung tidak terlalu mancung, standar Indonesia. Tapi perempuan ini terlihat manis.

Pelajaran pertama mereka adalah fisika. Vino mencari buku fisika itu di tasnya. Damn it! Buku itu tertinggal di rumah. Vino tersenyum pada gadis di sampingnya itu. “Boleh pinjem bukunya gak?” tanya Vino. Gadis itu tersenyum lalu menaruh bukunya ditengah mereka.

“Terima kasih,” kata Vino. Gadis itu hanya membalasnya dengan anggukan dan tersenyum lagi.

Pernah mendengar tentang love at first right, kan? Nah! Itu dia yang lagi dirasakan Vino sekarang. Entahlah. Gadis tanpa nama itu telah mengalihkan perhatian Vino seharian itu hanya dengan senyumannya.

*

Vina membuka pintu kelas dengan terburu-buru. Ia lupa mengetuk pintu! Semua mata langsung memandang ke arah Vina. “Eh, maaf bu!” kata Vina lalu keluar kelas lagi.

Vina mengulangi kegiatannya. Kali ini, ia mengetuk pintu terlebih dahulu. “Permisi, bu. Maaf saya terlambat,” kata Vina. Guru itu hanya menghela nafas berat. “Kali ini saya maafkan. Tapi lain kali? Tidak ada ampun,” kata guru itu. Vina mengangguk mengerti dan menduduki satu-satunya kursi yang kosong.

Oh no! Vina sebangku dengan, well, nerd! Pria dengan kacamata super tebal, rambut culun, serta baju yang culun juga.

“Untuk pelajaran musik kali ini, kalian ditugaskan untuk membuat sebuah lagu dengan teman sebangku kalian,” kata bu Ajeng. Vina langsung melongo. Harus sebangku dengan nerd ini? No to the way!!

***

"I'm home!" teriak Vina saat ia sudah membuka pintu rumahnya. Ria yang sedang membaca majalah langsung menyambutnya. "Udah pulang? Sama siapa? Vino mana?" tanya Ria berurutan. Ria menjawab pertanyaan itu dengan malas. "Udah, Harry, main basket. Vina lagi badmood nih! Nanti aja yah. Bye mom!" kata Vina lalu ia berlari naik ke kamarnya.

Vina melempar tasnya ke lantai dan langusng duduk di samping ranjang. Vina mengusap-usap wajahnya frustasi. Can you imagine it? Seorang Zhevina Putri Nugraha, anak dari designer dan pelukis terkenal harus sekelompok dengan seorang nerd?

Bagaimana dengan reputasi? Reputasi Vina hancur sudah bila dia ketahuan sekelompok dengan seorang nerd. Hello? Queen of the school gak main sama yang namanya N-E-R-D. Garis bawahi itu! 

"Aaarrgghh!" Vina berteriak frustasi. Pintu kamarnya tiba-tiba dibuka. Vino yang baru pulang langsung memunculkan kepalanya. "Kenapa lo tiba-tiba teriak gitu?" tanya Vino sambil menutup pintu dibelakangnya. 

"Gue stress, gila!" kata Vina sambil membanting tubuhnya ke ranjang. "Stress kenapa?" tanya Vino sambil duduk di samping Vina. "Noh gara-gara guru musik yang nyari ribut itu," ucap Vina. "Bu Ajeng?" tanya Vino. Vina mengangguk.

"Lo juga dapet tugas itu kan?" tanya Vina. "Yap!" jawab Vino sambil membanting badannya ke samping Vina. "Pasangan lo siapa?" tanya Vina. "Pasangan gue Violet Winata. Lo tau kan?" tanya Vino. "Violet yang pendiem itu? Cewe yang gak pernah ngomong di sekolah? Tau," jawab Vina.

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang