Twelve - What happened?

3.4K 167 7
                                    

Thank you ya buat yang udah bantu milih mau masuk IPA ato IPS.. dihargain abis-abisan lah! TOP BGT! tapi, kayaknya lebih ke minat yah.. mungkin saya bakal masuk IPA. ato IPS... gimana kalau kita tes aja? *kedip-kedip mata*

oh iya.. thanks juga yah buat temen-temen gueh tercintah yang mulai nulis gara-gara terinspirasi dari gue *cie elah* *uhuy!* *digebukin* *kabur*

So, mungkin buat yang minat, boleh silakan di baca juga!

- Next Door Neighbor (Horror Story, oneshoot) by: gracenataliaa
- Blue Sky and You (Fiksi Remaja) by: shavira_aileen
- Fairy Tale (fiksi remaja) by: shavira_aileen
- Unexpected Love (fiksi remaja) by: sherinangela_

KEEP WRITING GUYS! LOVE YOU FULL LAH! *cium satu-satu*

'''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''

Vio memasuki rumahnya. Lidya yang duduk di sofa sambil membaca majalah itu langsung menutupnya. “Habis dari mana kamu?” tanya Lidya. “Habis nginep di rumah temen, ma,” jawab Vio. Wajah Lidya sempat kaget, tapi ia menetralkan lagi.

“Udah bisa ngomong ternyata?” tanya Lidya sambil bangkit berdiri dan berjalan mendekati Vio. Vio hanya menundukkan kepalanya. “Jawab mama!” bentak Lidya sambil memegang kedua pipi Vio dengan tangannya, memaksa Vio untuk menatap matanya.

“I-iya, ma,” jawab Vio terbata-bata. “Kenapa gak dari dulu?” tanya Lidya. Vio masih tidak menjawab. “Kenapa, hah?!” tanya Lidya dengan suara yang lebih tinggi. Vio masih tidak mau menjawab. “JAWAB, VIOLET!” bentak Lidya sambil memukul tangan Vio.

“KARENA MAMA GAK PERNAH PEDULI SAMA AKU. MAMA GAK PERNAH MAU DENGERIN AKU. JADI BUAT APA AKU NGOMONG? EMANGNYA MAMA PERNAH ANGGAP AKU JADI ANAK MAMA? AKU SAMA AJA KAYAK ANAK BUANGAN!” bentak Vio balik.

Plak!!

Satu tamparan mendarat mulus di pipi Vio. “Jangan kurang ajar kamu sama orang tua!” kata Lidya. Lidya mengangkat tangannya, hendak menampat Lidya lagi. Tapi tangannya cengkram dengan erat.

"Jadi gini sifat kamu selama aku pergi? Suka mukulin Violet, iya?" tanya Varo dingin. Varo itu ayah Violet. "Va-Varo? Ka-kamu udah pu-pulang? Ak-aku kira ka-kamu pulang be-besok," kata Lidya ketakutan.

"Jangan mengalihkan pembicaraan, Lidya. Jawab aku!" kata Varo sambil mengencangkan suaranya. Lidya hanya terdiam. Kali ini mata Varo berpindah pada Violet. Violet masih menunduk. Varo berjalan mendekati Vio dan memeluknya.

"Vio, apa Lidya suka mukulin kamu?" tanya Varo. Vio langsung menangis terisak sambil mengangguk. Kilatan marah langsung muncul di mata Varo.

"Kita cerai," kata Varo pada Lidya. "Apa?! Gak bisa! Aku cinta kamu, Varo!" kata Lidya. "Kita cerai. Titik," kata Varo sambil menarik tangan Violet. "Pa, tapi Lidya kan-"

"Lidya bukan ibu kandung kamu," potong Varo sebelum Vio bicara. Varo menarik Vio dan memasukannya ke dalam mobil. Mobil Varo melesat begitu saja, membiarkan Lidya menangis tersedu-sedu di rumahnya sendiri.

***

"Pagi, Vina," sapa Demion sambil duduk di sebelahnya. "Pagi, Vina," kali ini Vian yang menyapa. Vina hanya mendiamkan mereka berdua dan mulai membaca novel yang baru di belinya.

"Vin?" panggil Demion saat tidak ada jawaban dari Vina. "Vina, lo kenapa? Sakit yah?" tanya Vian sambil memegang dahi Vina. Vina hanya menggeleng pelan lalu membaca lagi. "Vin, kenapa sih?" tanya Demion bingung.

"Em, gue ke toilet dulu yah," kata Vina lalu pergi meninggalkan Demion dan Vian. "Dia kenapa?" tanya Vian. Demion mengangkat bahu, tidak tahu juga. "PMS kali," jawab Demion asal. "Maybe," balas Vian lalu duduk di kursinya.

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang