INI hari pertama Jessica mulai bekerja sebagai Presiden Direktur di GL Entertainment.
Dan Jessica benci fakta bahwa ia merasa gugup.
Setelah selesai berpakaian dan hanya mengoleskan sedikit make-up, well... yang dimaksud sedikit hanyalah bedak dan lipgloss, Jessica turun ke ruang makan.
Ia mendengus pelan saat melihat dua orang yang sudah duduk di sana.
"Singkirkan semua roti," kata Jessica sambil duduk. "Jangan pernah menyajikan roti saat sarapan."
Seorang pelayan dengan sigap menyingkirkan roti dan selai di atas meja dan membawanya ke dapur.
"Kami sedang makan, Jess!" kata gadis seusianya sambil menggebrak meja.
"Aku tahu, Nicole," kata Jessica santai sambil membuka tabnya. "Aku bisa melihatnya."
"Kau baru datang! Jangan seenaknya memberi perintah, bodoh!" bentak Nicole.
Jessica meletakkan tabnya dan memandang Nicole. "Satu, kata-kataku lebih berkuasa di sini. Dua, kurasa kau tak bisa menyebut seseorang yang menyelesaikan kuliahnya di Jerman dalam waktu tiga setengah tahun dan gelar cumlaude dengan sebutan 'bodoh'. Tiga, lihat siapa dirimu, Nicole! Seorang lulusan SMA ingin menguliahiku? Siapa yang bodoh di sini? Dan empat, ini rumahku."
Nicole mendengus. "Benarkah? Well... kami pernah membuatmu terusir dari rumah ini. Kurasa tak akan sulit untuk melakukannya lagi."
"Aku tidak terusir. Aku yang memutuskan untuk pergi." kata Jessica tenang. "Tapi jangan khawatir! Kali berikutnya orang pergi dari rumah ini, kupastikan itu adalah kalian."
"Kau..."
"Cukup, Nicole!" kata Mary. "Dia tidak cukup berharga untuk membuatmu mendapat kerutan di wajahmu. Abaikan saja dia."
Jessica mendengus.
Pelayan kemudian datang dengan sup tomat dan meletakkannya di depan Jessica.
"Terima kasih," kata Jessica sambil tersenyum sebelum merunduk untuk berdoa.
Nicole mendengus melihat tingkah Jessica.
Tapi Jessica dengan mudah mengabaikannya.
Ketika Jessica akhirnya selesai, pelayan datang untuk membawa pergi mangkok kotor.
"Jangan ada lagi roti. Yah, sesekali kurasa tak masalah. Aku tidak keberatan dengan nasi dan daging. Tapi jangan pernah menghidangkan salmon di atas meja." kata Jessica.
"Baik, Nona."
Pintu menuju ruang makan terbuka dan Paman Hery masuk dan membungkuk pada Jessica.
"Sudah saatnya, Nona,"
Jessica mengambil tabnya dan bangkit berdiri.
Tanpa mempedulikan Mary ataupun Nicole, Jessica berjalan cepat keluar dengan Paman Hery yang mengikuti.
"Jadwal Anda akan segera disampaikan oleh sekretaris Anda di kantor nanti. Seperti permintaan Anda, dia seorang perempuan dan cerdas. Anda akan menyukainya,"
"Aku percaya padamu, Paman. Tapi aku akan menilainya sendiri nanti," kata Jessica sebelum berhenti di depan mobil.
"Kita akan jarang bertemu, Nona. Saya hanya akan mengunjungi Anda ketika ada masalah atau ada hal yang harus Anda setujui di bagian administratif." kata Paman Hery.
Jessica tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih, Paman."
"Sudah tugas Saya, Nona." kata Paman Hery.
Jessica masuk ke dalam mobil yang langsung membawanya ke kantor pusat yang juga menjadi tempat berlatih artis-artisnya di Jakarta Selatan.
Ketika Jessica turun, para staf dan pegawai, juga artis-artis dan para trainee sudah berjajar rapi di depan dan membungkuk memberi hormat.
Jessica tersenyum pada mereka semua. "Terima kasih. Tapi kalian tidak perlu melakukan ini. Kembalilah bekerja, oke?"
Mereka membungkuk sebelum bubar dan kembali ke bagian masing-masing kecuali seorang gadis yang mendekat dan membungkuk.
"Selamat datang, Nona Jessica." katanya sopan. "Saya Emily. Saya yang akan menjadi asisten Anda mulai sekarang."
"Halo, Emily," kata Jessica sambil berjalan ke arah lift. "Lantai sembilan belas, bukan?"
"Ya, Nona." kata Emily yang dengan sigap mengikuti Jessica.
"Jadwalku?"
"Jam delapan pagi ini Blue Bird akan tampil di hadapan Anda. Anda adalah orang terakhir yang harus mereka yakinkan sebelum debut. Ada beberapa dokumen yang harus Anda baca tentang keadaan perusahaan dan perkembangan mengenai industri musik terakhir di Indonesia dan Asia. Dan jam satu nanti, Anda memiliki jadwal pertemuan dengan Johnson Corporation." kata Emily.
"Kemudian?"
"Kemudian akan diadakan rapat mengenai comeback X0Y dan Seth August. Tapi masalah itu dapat disesuaikan waktunya sesuai pertemuan dengan Johnson Corporation. Dan karena Johnson sering menggunakan artis-artis kita untuk setiap acara mereka dan mereka juga pemegang saham terbesar kedua di perusahaan, ditambah lagi fakta bahwa mereka pemilik stasiun televisi SJE, jalannya pertemuan nanti akan sangat mempengaruhi."
"Begitukah?" gumam Jessica.
Lift berhenti di lantai sembilan belas.
Lantai sembilan belas hanya terdiri dari beberapa ruangan. Tim kreatif dan bagian keuangan serta kantor utamanya terletak di lantai ini.
"Ada yang bisa Saya ambilkan, Nona?" tanya Emily saat Jessica duduk di kursinya.
"Teh, tolong? Dan kumohon, jangan pernah membawa kopi ke ruanganku. Aku benci bau kopi," kata Jessica.
"Tentu, Nona." kata Emily sambil membungkuk sebelum keluar.
Jessica membuka laptopnya dan mulai membaca beberapa dokumen yang sudah dimasukkan Emily.
@@@
Musik yang cepat mengiringi gerakan-gerakan kelima gadis sementara mereka bernyanyi menurut bagian mereka masing-masing. Lagu yang menceritakan tentang cinta pertama.
Mereka berhasil menyelesaikan penampilan dengan baik yang membuat semua orang di ruangan itu bertepuk tangan.
Kecuali Jessica.
Mereka berlima berbaris di depan Jessica dengan wajah yang hanya bisa diidentifikasikan sebagai gugup.
"Resya, Katy, Mayla, Venus, Naomi," kata Jessica sambil membaca profil mereka berlima. "Apakah aku benar?"
"Ya, Bu."
Jessica tertawa. "Astaga! Jangan panggil aku 'Ibu'. Aku hanya dua tahun lebih tua dari kalian. Panggil saja 'Kak'."
"Baik, Kak."
"Well, lagu yang kalian nyanyikan tentang cinta pertama dengan musik ceria yang cocok untuk remaja. Target kalian adalah kalangan remaja, 'kan?" tanya Jessica.
"Ya,"
"Kalau begitu kenapa ada begitu banyak gerakan seksi?" tanya Jessica. "Jangan pakai heels. Gantinya, pakai saja sneaker. Ubah beberapa gerakan seksi itu jadi gerakan yang energik. Kalian masih muda. Pakai itu sebagai senjata. Alih-alih seksi, gunakan imej cute dan lucu." Jessica mengalihkan pandangan pada staf. "Kalian belum membuat pengumuman mengenai tanggal debut mereka, 'kan?"
"Belum," kata Rangga yang merupakan penulis lagu di GL Ent.
"Bagus," kata Jessica. "Tunda tanggal debut. Pastikan mereka lebih siap dan lebih matang dalam konsep yang lebih cocok bagi mereka."
"Siap," kata Rangga dan beberapa staf lainnya.
Jessica mengalihkan pandangannya ke arah lima gadis di depannya. "Kalian luar biasa. Tapi kalian belum siap. Beberapa minggu persiapan dan kalian akan lebih mampu bersaing di dunia hiburan. Paham?"
"Ya, Kak."
"Berlatihlah lebih giat," kata Jessica sebelum berjalan keluar ruangan.
Jessica berjalan di lorong dengan Emily saat langkahnya terhenti karena mendengar suara dentingan piano.
"Nona...?"
"Masih ada waktu sampai pertemuan dengan Johnson Corporation, 'kan?" tanya Jessica.
"Ya," kata Emily yang mengecek jam tangannya. "Sekitar satu jam. Tapi untuk baiknya, Anda harus berangkat tiga puluh menit lebih awal. Jakarta jauh lebih macet dibanding Berlin, Nona."
Jessica tertawa pelan. "Jangan khawatir. Aku masih ingat satu hal itu. Panggil saja aku jika waktunya sudah tiba, oke?"
"Tentu, Nona."
Jessica kemudian berjalan ke arah ruangan sumber suara piano itu dan membuka pintunya perlahan.
Ia tersenyum melihat orang yang sedang memainkan piano itu.
Orang itu juga memandang Jessica dan menghentikan permainannya sambil tersenyum.
"Hei,"
"Hai, Seth," kata Jessica sambil berjalan mendekat. "Bagaimana kabarmu?"
Seth August nyengir lebar dan memeluk Jessica singkat. "Aku baik. Kupikir kau akan sangat sibuk hari ini dan tidak punya waktu untuk menemuiku."
"Aku hanya punya tiga puluh menit," aku Jessica sambil duduk di salah satu kursi. "Lagu barumu?"
"Hmm," kata Seth yang kembali duduk di belakang piano. "Bagaimana kabarmu, Jess?"
"Baik," kata Jessica. "Selamat! Untuk konser perdanamu di Jepang dan China. Kudengar respon mereka sangat bagus dan mereka sudah menawarimu kerja sama."
"Trims. Kurasa itu berkat ayahmu juga. Dia benar-benar memperhatikanku," kata Seth.
"Benarkah?" tanya Jessica sambil tersenyum.
Seth ikut tersenyum tipis meski hanya sesaat. "Kau tidak harus kembali, Jess."
"Ini rumahku, Seth. Kenapa aku tidak boleh pulang ke rumahku sendiri?" tanya Jessica sebelum menghela napas panjang. "Dia sudah membunuh kedua orangtuaku. Dan sekarang dia dengan tenangnya tinggal di rumahku dan menikmati semua jerih payah Dad. Aku gila kalau aku membiarkannya begitu saja."
"Kau juga akan lebih sering berhubungan dengan laki-laki itu. Dan sekarang mereka bertunangan. Kau akan lebih sering berhubungan dengan orang-orang yang dulu menyakitimu, Jess. Dengan mereka yang akhirnya memaksamu untuk pergi..." Seth menghela napas. "Aku tak suka memikirkan kau akan menghadapi mereka semua."
"Well... setidaknya aku tidak sendirian." kata Jessica sambil tersenyum. "Mother Teresa pernah berkata, 'penderitaan yang sesungguhnya bukanlah rasa lapar, tapi rasa kesepian'. Aku tidak sendirian. Jadi aku akan baik-baik saja."
"Kau benar-benar sudah lebih dewasa." komentar Seth. "Senang mendengarnya. Bahkan penampilanmu sudah lebih mirip dengan perempuan sekarang."
"Jahat," protes Jessica meskipun kemudian ia tertawa.
"Baru satu hari bekerja dan banyak staf yang sudah menyukaimu," kata Seth. "Untuk satu hal itu kau sama sekali tidak berubah."
"Hmm...?"
"Untuk ukuran seorang Presiden Direktur, kau sangat rendah hati, Jess. Kau memerintah dan meminta di saat yang bersamaan sehingga tidak ada orang yang akan mengatakan tidak. Kau tegas dan lembut di saat yang bersamaan sehingga tak ada yang bisa membantahmu. Orang-orang melakukan apa yang kau inginkan bukan karena mereka takut tapi karena mereka menghormatimu. Kau masih 21 tahun tapi kau jauh lebih dewasa dibandingkan kebanyakan orang."
Jessica tersenyum. "Aku tidak berpikir bahwa kau sedang mendeskripsikanku."
"Itu karena kau selalu melihat dirimu sendiri buruk. Kau tak pernah percaya saat orang memujimu. Dan jujur saja itulah yang membuatku heran," kata Seth sambil memainkan piano.
Jessica mengabaikannya.
"Aku suka lagu ini," kata Jessica. "Untuk comeback-mu?"
"Hmm," gumam Seth. "Tapi masih belum ada liriknya sama sekali."
"Kupikir tanggal comeback-mu sudah dekat," kata Jessica bingung. "Emily memberitahuku bahwa nanti akan diadakan rapat untuk comeback-mu dan X0Y."
"Ada lagu lain, tapi kalau bisa aku ingin meluncurkan single ini sebagai bagian dari album baruku. Tapi mungkin aku harus menahan diri." kata Seth sambil mengedikkan bahu. "Ideku saat ini sedang macet begitu saja."
"Mungkin kau terlalu banyak bekerja," komentar Jessica. "Ambil waktu untuk liburan, Seth."
"Akan kulakukan lain waktu," kata Seth sebelum menguap lebar. "Kurasa aku ingin tidur selama beberapa saat sebelum rapat nanti. Keberatan?"
Jessica menggeleng. "Kau ingin tidur di sini?"
"Ada sofa nyaman di ruangan kostum," kata Seth. "Aku akan tidur di sana. Well... biasanya aku memang tidur di sana."
"Biasanya kau tidur di semua tempat," ralat Jessica.
Seth terkekeh.
Pintu diketuk sebelum dibuka. Emily masuk dan membungkuk. "Sudah waktunya, Nona."
"Selamat tidur siang, Seth." kata Jessica sambil memeluk Seth singkat. "Makan malam bersama?"
"Itu akan menyenangkan," kata Seth sambil nyengir. "Selama kau yang traktir."
"Tidakkah kau punya harga diri sebagai laki-laki?"
Seth hanya tertawa dan melambai pada Jessica.
Jessica berjalan menuju lift dengan Emily.
"Bagaimana penampilanku, Emily?' tanya Jessica gugup.
"Anda tampak luar biasa, Nona." kata Emily sambil tersenyum. "Setiap laki-laki akan jatuh hati,"
Jessica tersenyum. "Kau penghibur yang ulung,"
"Terima kasih, Nona."
Jessica menghela napas panjang. Ia memandang pantulan wajahnya di pintu lift.
Kau siap, Jess! gumamnya dalam hati.
@@@
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm [Not] A Cinderella
RomanceEmpat tahun lalu, Jessica Lauren bersumpah ia akan melupakan semuanya dan memulai hidup baru di Berlin. Tapi kemudian ia mendapat kabar tentang kematian ayahnya dan harus kembali ke Jakarta untuk mengambil alih posisi ayahnya. Kembali ke kota yang m...