"WAH, sudah lama sekali aku tidak kesini," kata Charlie sambil memandangi pemandangan kota Jakarta yang terlihat dari balkon apartemennya.
Charlie menoleh pada sobat karibnya yang hanya duduk diam di sofa dengan kedua tangan terlipat.
Charlie meneguk minumannya. "Ada apa dengan wajahmu itu? Tidakkah kau merindukan sahabatmu ini?"
"Darimana saja kau selama ini, brengsek?" tanya Stefan jengkel.
Charlie tertawa mendengar nada jengkel Stefan. "Ada banyak hal yang harus kulakukan."
"Tanpa mengatakan apapun padaku?" tanya Stefan. "Kau menghilang begitu saja hingga aku berpikir kau mungkin sudah mati."
"Woah..." kata Charlie dengan nada terkejut dan wajah terluka. "Itu doa yang mengerikan, Dude,"
Stefan menghela napas panjang dan diam selama beberapa saat seolah ingin menenangkan diri. "Kalau begitu ceritakan semuanya padaku. Sekarang."
"Tidakkah kau berpikir bahwa sekarang sudah larut dan..."
"Aku tidak peduli," potong Stefan tenang. "Katakan saja padaku. Ceritakan semuanya."
Charlie menghela napas sebelum berjalan masuk dan duduk di depan Stefan.
"Aku bukan anak kandung orangtuaku yang sekarang," kata Charlie tenang.
Meskipun demikian, tampaknya kata-kata pembukaan ini cukup mengejutkan bagi Stefan.
"Apa maksudnya? Bagaimana bisa...?"
Charlie tersenyum masam. "Aku mengetahuinya saat kita kelas tiga. Kau ingat kita diminta mengumpulkan ijazah SMP untuk mendaftar ujian nasional, 'kan?"
Stefan mengangguk pelan.
"Aku mencarinya sendiri di brankas karena ayahku sibuk. Saat itulah aku menemukan surat adopsiku. Juga penggantian namaku. Nama asliku adalah William. Aku diadopsi dari sebuah panti asuhan di Michigan. Kenapa aku tiba-tiba menghilang? Karena aku pergi mencari tahu siapa aku sebenarnya, siapa orangtua kandungku, dari mana asalku." kata Charlie sambil mengedikkan bahu.
"Paman dan Bibi tahu bahwa kau sudah mengetahui semuanya?" tanya Stefan.
Charlie menggeleng. "Aku pergi dengan alasan aku ingin sekolah di sana. Mereka tidak curiga karena mereka memang membebaskanku untuk memilih sendiri jalan hidupku. Lagipula aku tidak berpikir bahwa mengatakan aku mencari orangtua kandungku pantas setelah apa yang mereka lakukan padaku."
"Kau menemukan mereka?" tanya Stefan pelan.
"Ya," kata Charlie sambil tersenyum. "Ayahku sudah meninggal dan ibuku sudah memiliki keluarga baru. Aku hanya datang untuk memperkenalkan diri dan kukatakan padanya aku tak akan mengganggu hidupnya dan aku harap ia juga tidak mengganggu hidupku karena aku sudah bahagia dengan hidupku dan keluargaku."
"Kau yakin?" tanya Stefan. "Maksudku, jika kau mengatakannya karena kau kecewa dan marah..."
"Aku memang kecewa dan marah," aku Charlie. "Tapi aku tidak sebodoh itu mengatakan sesuatu sepenting ini hanya karena emosi. Aku berpikir bahwa inilah jalan terbaik. Ia hanya seorang wanita yang pernah melahirkanku. Aku menghormatinya. Tapi ia tak akan pernah jadi ibuku."
"Dan sekarang kau kembali ke sini," kata Stefan.
Charlie mengangguk. "Dad ingin aku kembali untuk membantunya di perusahaan."
"Artinya kau akan bekerja untukku." kata Stefan tenang.
"Bekerja sama," ralat Charlie jengkel.
Stefan hanya menyeringai.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm [Not] A Cinderella
RomanceEmpat tahun lalu, Jessica Lauren bersumpah ia akan melupakan semuanya dan memulai hidup baru di Berlin. Tapi kemudian ia mendapat kabar tentang kematian ayahnya dan harus kembali ke Jakarta untuk mengambil alih posisi ayahnya. Kembali ke kota yang m...