HUBUNGAN Jessica dan Stefan sedikit merenggang setelah pesta ulang tahun ayah Stefan.
Well, sebenarnya, Jessica-lah yang menjaga jarak.
Stefan berulang kali meminta maaf pada Jessica. Dan berulang kali juga Jessica berkata bahwa ia baik-baik saja dan bahwa ia sudah memaafkan Stefan. Toh bukan Stefan yang bersalah dalam hal ini.
Tapi bukan berarti hubungan mereka dapat sepenuhnya kembali seperti semula.
Dan fakta bahwa ibu Stefan lebih menyukai Nicole hanyalah satu alasan penambah.
Jessica merasa apa yang dikatakan oleh ibu Stefan memang benar.
Jessica mungkin punya ayah setara seperti mereka. Tapi sikap Jessica sendiri sudah pasti menunjukkan hal yang sebaliknya.
Jessica juga jadi lebih sering menghabiskan waktu istirahat di kamar mandi perempuan.
Kenapa?
Karena di sana adalah satu-satunya tempat yang tak bisa didatangi oleh Stefan.
Tapi sepertinya Jessica salah besar saat ia mengira bahwa ia bisa menghindari Stefan Johnson.
Jessica yang baru saja berniat pulang terpaksa menghentikan langkahnya saat melihat Stefan yang berdiri bersandar di motornya.
"Aku sedang bertanya-tanya apakah kau berniat menginap di sekolah malam ini," gumam Stefan tanpa memandang Jessica.
Jessica tertawa gugup. "Untuk apa aku menginap di sekolah? Maaf saja. Tapi aku bukan tipe orang yang suka menyiksa diri sendiri."
"Kata-kata itu keluar dari seseorang yang rela tidur di lantai hanya untuk membuat ayahnya merasa bersalah," dengus Stefan sebelum berdiri tegak dan mulai berjalan mendekat dengan perlahan. "Bisa kita bicara, Sica?"
"Ehm... entahlah, Stefan. Aku ada janji dengan Rachel untuk..."
"Aku sudah bertanya pada Rachel dan dia mengatakan bahwa kalian tidak memiliki rencana apapun hari ini." potong Stefan tenang tanpa menghentikan langkahnya.
"Oh, well... aku baru ingat bahwa aku ada les..."
"Kau jenius. Kau tak pernah mengambil les."
"Aku... aku... ayahku pasti ingin aku segera..."
"Aku sudah bicara dengan Paman Ronald. Kukatakan padanya bahwa aku yang akan mengantarmu nanti."
Jessica kini benar-benar terdesak.
Otaknya macet dan ia tak bisa memikirkan alasan lain untuk pergi. Ditambah Stefan yang kini berdiri menjulang di depannya. Jessica yang berusaha mundur akhirnya menemui jalan buntu karena di belakangnya ada tembok.
"Apa kau akan memberiku kesempatan bicara atau kau masih perlu memikirkan alasan untuk lari?" tanya Stefan pelan.
"Apa... apa maksudnya itu?"
"Bukankah aku yang seharusnya bertanya?" Stefan balik bertanya. "Apa maksud sikapmu selama ini?"
"Aku tak mengerti maksudmu," gumam Jessica sementara wajahnya memerah ketika ia merasa jantungnya berdetak terlalu keras.
"Kurasa kau sudah tahu pasti apa maksudku," gumam Stefan sementara ia membungkuk untuk menatap mata Jessica. "Kenapa kau menghindariku? Kesalahan apa yang kulakukan?"
Jessica tercekat.
Kenapa Stefan berpikir bahwa ia melakukan kesalahan? Demi Tuhan! Semua ini hanya karena Jessica sadar diri bahwa tak ada yang bisa dibanggakan darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm [Not] A Cinderella
RomanceEmpat tahun lalu, Jessica Lauren bersumpah ia akan melupakan semuanya dan memulai hidup baru di Berlin. Tapi kemudian ia mendapat kabar tentang kematian ayahnya dan harus kembali ke Jakarta untuk mengambil alih posisi ayahnya. Kembali ke kota yang m...