JESSICA hanya diam setelah Stefan selesai bercerita.
Mereka berdua duduk di sebuah bukit dan di hadapan mereka terhampar pemandangan menakjubkan yang sangat indah.
Pemandangan malam dan lampu-lampu dari rumah penduduk yang terlihat kecil dari tempat mereka duduk. Udara malam terasa dingin dan bau hujan masih tercium.
Harusnya tempat ini jadi tempat yang menyenangkan untuk menghabiskan malam akhir pekan.
Tapi Jessica ataupun Stefan bahkan tidak terlalu peduli ada di mana mereka saat ini.
"I'm so sorry to hear that," kata Jessica pelan.
"Yeah," gumam Stefan. "Me too,"
Stefan tidak menangis saat menceritakannya. Tapi entah kenapa Jessica merasa beban yang dipikul laki-laki itu jauh lebih berat dari yang ia perlihatkan.
"Are you okay?" tanya Jessica meski rasanya ia sudah tahu jawaban yang akan diberikan oleh Stefan.
"No, I'm not," kata Stefan jujur. "Tapi apa yang bisa kulakukan untuk itu? Aku tak bisa membangkitkannya lagi, 'kan? Aku tidak menguasai edo tensei."
Jessica mengernyit bingung mendengar perkataan Stefan.
"Hah? Edo ten...sei? Apa itu?"
Stefan terkekeh pelan. "Aku lupa kau tidak suka baca komik. Itu salah satu jutsu di komik Naruto. Kau bisa membangkitkan orang mati dengan jutsu ini."
"Maksudmu seperti memanggil hantu?" tanya Jessica ngeri.
Kali ini Stefan tidak hanya terkekeh. Ia terbahak.
"Kau hampir tujuh belas tahun, Sica. Dan kau masih takut hantu?" tanyanya masih sambil tertawa.
Jessica cemberut. "Terus kenapa?"
"Tidak apa-apa. Itu manis," kata Stefan sambil mengacak rambut Jessica.
Jessica hanya merunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang memanas.
"Aku menemukan tempat ini dua tahun setelah kematian Daniel," kata Stefan yang sudah duduk dengan tangan menyangga tubuhnya dan memandang ke langit.
"Sekitar... tiga tahun lalu?" tanya Jessica.
"Dua atau tiga," kata Stefan. "Aku lupa detailnya."
"Bagaimana bisa kau sampai di sini?"
Stefan tersenyum saat ia mengingatnya. "Saat itu peringatan kematiannya. Papa pulang sedikit terlambat dan Mama marah-marah. Itu membuatku jengkel. Maksudku... selama Daniel hidup, mereka sama sekali tidak peduli. Mereka bahkan tidak tahu Daniel sakit. Dan setelah Daniel pergi, mereka bersikap selayaknya orangtua. Itu membuatku muak. Jadi aku pergi. Aku membawa mobil milik saudara sepupuku dan berkendara tanpa tahu kemana aku pergi."
"Kau sudah bisa naik mobil di usia semuda itu?" tanya Jessica kagum.
"Aku tidak kesulitan dalam mempelajari hal baru," kata Stefan sambil mengedikkan bahu.
Sikapnya yang sok seperti inilah yang paling Jessica benci.
"Lanjutkan saja ceritamu," gerutu Jessica.
Stefan terkekeh. "Well, aku tidak memperhatikan kalau bensinnya habis. Jadi aku keluar dari mobil dan berniat mencari bantuan saat aku menemukan tempat ini. Aku langsung jatuh cinta dengan tempat ini."
Jessica tersenyum. "Kurasa aku tahu sebabnya,"
"Yeah," gumam Stefan.
Selama beberapa saat tak ada yang bicara hingga akhirnya Jessica buka suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm [Not] A Cinderella
RomanceEmpat tahun lalu, Jessica Lauren bersumpah ia akan melupakan semuanya dan memulai hidup baru di Berlin. Tapi kemudian ia mendapat kabar tentang kematian ayahnya dan harus kembali ke Jakarta untuk mengambil alih posisi ayahnya. Kembali ke kota yang m...