If you love somebody,
let them go,
for if they return,
they were always yours.
If they don't, they never were.-Kahlil Gibran-
----------------------------------------
"Kau tahu, akan ada orang baru yang bakal menempati kamarmu," kataku kesal sambil terus menyuapkan french fries ke dalam mulutku. "Dan aku berjanji padamu akan membuatnya tidak betah tinggal di sana."
Laki-laki yang menjadi tempat aduanku menertawai reaksiku yang menurutnya sedikit berlebihan. Tidak ada rasa kesal ataupun marah sedikitpun di raut wajahnya.
"Jang Doyoon, kenapa kau malah tertawa?" tanyaku semakin kesal. "Aku baru saja bilang padamu bahwa akan ada orang yang menempati kamarmu. Dan bagaimana kalau seandainya kau sudah bisa kembali lagi tinggal di asrama? Mau tidur di mana kau?"
Jang Doyoon, teman baikku yang tengah duduk di atas tempat tidur rumah sakit dengan tangan terinfus tidak terpengaruh dengan rasa kesalku. "Seungcheol, untuk apa kau kesal? Aku memang sudah keluar dari asrama dan wajar jika pihak asrama menerima penghuni baru."
"Tetap saja!" aku bersikeras. "Kau bilang kau akan kembali tinggal di asrama. Bukankah karena itu kau memintaku untuk tetap tinggal di sana dan menjaga kamar yang sudah kita tempati bersama selama lebih dari dua tahun ini?"
Aku melihat Jang Doyoon menghela napas. Perlahan senyum mulai meninggalkan bibirnya.
Apa ada sesuatu yang tidak dia ceritakan padaku? Aku terlalu mengenalnya untuk tahu bahwa dia sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Kami suah berteman sejak kecil karena rumah kami yang bersebelahan. Bedanya rumahku sederhana dan minimalis, sedangkan rumah Jang Doyoon begitu besar dan mewah.
Dan tentu saja bukan hanya rumah kami yang berbeda, kehidupan keluarga kami juga sangat berbeda.
Dulu aku menghabiskan masa kecilku dengan iri akan kehidupan Jang Doyoon yang terkesan sempurna. Tetapi Jang Doyoon malah selalu menghabiskan waktunya dengan mengekorku kemanapun aku pergi.
Sejak sekolah dasar kami memang selalu satu sekolah, sampai sekarang kami juga masuk ke perguruan tinggi yang sama. Bahkan kami tinggal satu kamar di asrama yang sama. Jang Doyoon selalu saja menjadi orang yang pertama mengajakku mengobrol, pergi kemanapun aku pergi dan membantuku tanpa aku memintanya. Dia akan membantuku menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang-orang di sekitar kami.
Jang Doyoon adalah saksi bagaimana hidupku berjalan dengan begitu pelik. Drama demi drama aku lewati. Jang Doyoon membuktikan bahwa dirinya adalah seorang sahabat yang baik dan begitu loyal terhadapku. Dia adalah satu-satunya orang yang aku percaya ketika aku tidak mempercayai orang lain.
Dia memberiku tempat di tengah keluarganya yang tidak aku dapatkan di keluargaku sendiri. Perhatian seorang ibu dan didikan seorang ayah.
Sayangnya kehidupan Jang Doyoon yang menurutku sempurna tidak sesempurna itu karena kanker sel darah putih yang dideritanya. Sebagai sahabatnya, aku tidak bisa melakukan apapun untuknya. Aku hanya bisa bersedih dan marah kepada takdir untuknya. Dan ketika aku melakukannya, Jang Doyoon yang akan menghiburku dan menyemangatiku. Bukankah seharusnya aku yang melakukan itu untuknya?
Sahabat macam apa aku ini? Yang hanya bisa menerima sesuatu darinya tanpa memberikan suatu balasan yang berarti untuknya.
"Seungcheol, apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Doyoon membuyarkan lamunanku.
"Aku berfikir bahwa kau sedang menyembunyikan sesuatu dariku," aku menatap Doyoon dengan pandangan yang menyelidik. "Apa yang seharusnya aku ketahui dan belum kuketahui?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Iris dan Takdir
FanfictionIris Art University adalah salah satu universitas seni ternama di Seoul, Korea Selatan. Salah satu tempat yang dituju bagi mereka yang merasa mempunyai bakat bermusik, akting, tari, lukis, dan juga kesenian lainnya. Tidak pernah ada batasan umur unt...