"You can hide memories, but you can't erase the history that produced them."
-Haruki Murakami- (dalam novelnya (yang diterjemahkan dalam bahas Inggris)Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage)
----------------------------------------
Jeonghan mengernyitkan keningnya ke arahku dengan tatapannya yang skeptis. "Seungcheol, apa angin malam dan menahan lapar selama sekitar dua belas jam kemungkinan membuat fungsi otakmu terganggu?"
Ugh!
"Tidak ada masalah dengan fungsi otakku," aku menghela napas berat sebagai respons atas ucapan menyindir Jeonghan. Aku tahu, pasti akan tidak mudah untuk membuat Jeonghan yang adalah tipikal orang sarkastik untuk bisa langsung percaya pada kata-kataku, apalagi setelah apa yang telah kuperbuat padanya.
"Kalau begitu kenapa kau harus mengucapkan kata-kata konyol seperti itu?" tuntut Jeonghan sambil melepaskan tangannya dari genggamanku.
"Memangnya kata-kataku yang mana yang menurutmu konyol?" sergahku, lalu dengan nada yang lebih lembut melanjutkan, "Aku mengatakan yang sebenarnya. Aku jatuh cinta padamu bahkan sebelum pertemuan pertama kali kita di lobby asrama."
"Apa kau berharap aku akan percaya pada kisah picisan seperti—kau bertemu denganku entah di mana di masa lalu yang kemudian membuatmu jatuh cinta pada pandangan pertama padapku dan entah karena takdir apa sehingga kita bertemu kembali beberapa tahun kemudian—buatanmmu itu?" Jeonghan memutar bola matanya sinis. "Oh, ayolah Choi Seungcheol! Kau harus mengurangi kebiasaanmu menonton drama-drama romantis di televisi!"
Aku meringis, tidak hanya karena perkataan Jeonghan yang hampir sepenuhnya benar, tetapi juga karena kekeraskepalaannya yang menolak untuk percaya padaku.
Memangnya apa salahnya jika aku mempunyai kisah cinta yang picisan?! Toh, dia adalah bagian dari kisah picisanku itu!
"Bukan cinta pada pandangan pertama," ralatku, masih berusaha menahan ekspresi seriusku dan menyabarkan hatiku. "Aku memang tertarik padamu sejak pertama melihatmu, tetapi aku baru jatuh cinta padamu ketika untuk yang pertama kalinya melihat senyummu."
Persetan dengan kata-kataku yang terdengar cheesy ataupun gesture Jeonghan yang saat ini, dengan sengaja, menunjukkan seakan-akan sedang mual hanya untuk mengejekku.
"Jeonghan, kalau memang kau tidak mempercayai kata-kataku, apa kau bisa menjelaskan kenapa aku bisa menyatakan perasaanku padamu begitu tiba-tiba meskipun dengan kemungkinan aku akan mempermalukan diriku sendiri, mengingat tidak ada dalam riwayat hidupmu sebelumnya pernah menyukai sesama jenis, selain karena aku memang sudah memendam perasaanku jauh sebelumnya terhadapmu?"
Aku benar-benar tidak peduli dengan kata-kataku yang terdengar berbelit, bahkan untuk telingaku sendiri.
"Kau tidak tahu itu," sahut Jeonghan sambil mengernyitkan keningnya. "Kau tidak tahu apa-apa tentang kisah cin–"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Iris dan Takdir
FanfictionIris Art University adalah salah satu universitas seni ternama di Seoul, Korea Selatan. Salah satu tempat yang dituju bagi mereka yang merasa mempunyai bakat bermusik, akting, tari, lukis, dan juga kesenian lainnya. Tidak pernah ada batasan umur unt...