Power Bank?

849 187 48
                                    

When you try your best but you don't succeed
When you get what you want but not what you need
When you feel so tired but you can't sleep
Stuck in reverse

(Fix You, Coldplay)

--------------------------------------

"Kau sendirian?"

Lee Jihoon, yang sedang duduk di tempatnya yang biasa di kafetaria asrama dengan piring sarapan yang sudah kosong, mendongak menatapku ketika mendengar pertanyaan yang baru saja kulontarkan. "Sedang apa kau di sini?" tanyanya ragu.

Tanpa menunggu persetujuan dari laki-laki yang menatapku dengan kernyitan di keningnya, aku mengambil duduk di depannya, memutar bola mataku menanggapi pertanyaannya. "Tentu saja untuk sarapan. Untuk apa lagi aku datang ke kafetaria di jam seperti ini?!"

Mengabaikan pertanyaan retorikku, Jihoon masih menatapku dengan pandangan bingung. "Bukankah kemarin kau bilang padaku akan menginap di rumah Seungcheol?"

"Memang."

"Dan kau sudah berada di asrama lagi pagi ini?"

"Begitulah."

"Sepagi ini?"

Pura-pura tidak menyadari adanya penekanan dalam ucapan Jihoon barusan, aku menggumamkan kata 'Aku butuh sarapan' dengan kesan tidak terlalu peduli.

"Kenapa tidak sarapan di rumah Seungcheol?" Tidak puas dengan jawabanku, Jihoon masih saja menghujaniku dengan pertanyaannya. "Rencanamu kau baru akan pulang siang nanti bukan?"

"Aku berubah pikiran."

"Berubah pikiran?"

Kenapa Jihoon harus mencecarku dengan pertanyaan-pertanyaannya sekarang?!

Hah!

Tampaknya dengan terlalu banyak menghabiskan waktu bersama Soonyoung sedikit berdampak buruk pada sikap Jihoon. Jihoon yang dulu tidak terlalu bisa mengekspresikan apa yang dia rasakan tiba-tiba berubah menjadi cerewet seperti ini.

Oh, baiklah. Seharusnya aku mengatakan bahwa sebenarnya dampak yang diberikan Soonyoung pada Jihoon adalah dampak yang baik. Bagaimanapun Soonyoung telah dapat membuat seorang Lee Jihoon lebih mudah berbaur. Hanya saja dengan kondisi mood-ku yang buruk sekarang ini, pertanyaan-pertanyaan Jihoon sedikit menggangguku.

"Dan Jeonghan," Jihoon kembali mengernyitkan keningnya. "Omong-omong di mana sarapanmu? Kenapa tidak membawa nampan sarapan?"

Dengan melintangkan senyum ceria yang kubuat-buat seperti sedang mengiklankan suatu produk, aku menunjukkan sebuah apel merah di tanganku kepada Jihoon sebelum menggigitnya dengan satu gigitan besar. "Ini sarapanku."

"Hanya apel itu saja?"

"Tidak. Aku juga punya satu botol air untuk diminum."

Jihoon mengerjapkan matanya heran menatapku.

Mengamatiku lama dalam diam, Jihoon terlihat sedang menilaiku, seakan-akan berusaha mencari sesuatu yang salah padaku, sebelum kemudian ekspresinya tiba-tiba berubah menjadi penuh pengertian. "Jeonghan," Demi Tuhan! Bahkan suara Jihoon pun terdengar begitu lembut dan tulus di telingaku. "Kalau ada sesuatu yang sedang menganggumu, kau bisa menceritakannya padaku."

Ugh!

Kalau sudah ditatap seperti itu oleh seorang Lee Jihoon yang biasanya terlihat cuek dan sedikit galak, pertahananku sudah pasti akan melemah. Aku tidak akan bisa berlama-lama bersikap tak acuh padanya dan menyembunyikan masalahku darinya.

Bunga Iris dan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang