Sudah Saatnya?

528 119 68
                                    

Golden days before they end
Whisper secrets to the wind
Your baby won't be near you any more.
Tender nights before they fly
Send falling stars that seem to cry
Your baby doesn't want you any more,
It's over.

(It's Over, Roy Orbison)

--------------------------------------

"Kalian sudah makan?" tanyaku, dengan tatapan tetap fokus pada jalanan di depanku.

Jihoon yang duduk di kursi penumpang tepat di sampingku menjawab, "Sudah tadi di kereta."

"Tapi itu sudah pagi tadi," protes Soonyoung dari kursi belakang. "Sekarang aku sudah merasa lapar."

"Pagi tadi itu bahkan belum ada tiga jam yang lalu!" tukas Jihoon dengan nada tidak percayanya. "Bagaimana mungkin kau bisa lapar lagi?!"

"Sistem metabolisme tubuhku itu sangat cepat. Makanan yang tadi pagi kumakan sudah diolah menjadi energi," ujar Soonyoung tidak mau kalah.

"Kau bahkan tidak melakukan apapun dan hanya tidur saja sepanjang perjelanan!" Jihoon mencemooh.

"Menyeret koper sepanjang stasiun dan mengangkatnya ke dalam bagasi mobil Jeonghan adalah kegiatan yang membutuhkan energi!"

"Uh, aku melihat kalau tadi Jeonghan lah yang mengangkat kopermu dan memasukkannya ke dalam bagasi."

"Tentu saja aku ikut membantu!"

"Ya, membantu dengan melihat dari samping dan hanya memutari mobil Jeonghan untuk mengaguminya!"

"Apa kau tidak tahu bahwa melihat juga membutuhkan energi?!" Soonyoung masih ngotot mengeluarkan argumennya. "Apalagi ditambah dengan memutari mobil sebanyak tiga kali dan kemudian mengaguminya, berarti sudah banyak sekali energi yang kukeluarkan sampai dengan saat ini. Lagian aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengagumi mobil Jeonghan. Demi Tuhan, mobil ini adalah Roll-Roys Cullinan!"

"Berdebat denganmu membuat IQ-ku turun beberapa digit," Jihoon menggerutu.

"Itu karena IQ-ku saja yang terlalu tinggi."

"Ya, saking tingginya sampai-sampai dia terbang ke langit bersama otakmu dan tidak meninggalkan apapun di dalam kepalamu."

"Dan apa maksudnya hal itu?" Soonyoung bertanya, dari kaca depan aku melihat dia menyipitkan matanya-yang memang sudah sipit menjadi hanya dua buah garis-untuk menatap Jihoon. "Kau bilang kalau aku bodoh?"

"Aku tidak bilang kalau kau bodoh," Jihoon membalas dengan kalem. "Aku hanya mengatakan bahwa tidak ada apapun di dalam kepalamu itu."

...

Aku tersenyum dalam diam, hanya menyimak dan membiarkan saja mereka berdebat. Lama-kelamaan argumen-argumen yang mereka keluarkan menjadi tidak masuk akal dan melenceng dari topik awalnya.

Haah... Sudah berapa lama aku tidak mendengar mereka berdebat seperti ini? Satu minggu? Dua minggu? Yang jelas belum ada satu bulan lamanya dan ternyata aku sangat merindukan momen-momen seperti ini. Momen yang sangat familier bagiku.

Aku sangat kaget ketika Jihoon bilang bahwa dia akan membawa teman ketika tadi meneleponku. Aku sama sekali tidak menyangka bahwa teman itu adalah Soonyoung, karena sama sekali tidak ada nama Soonyoung dalam obrolan kami beberapa hari terakhir ini. Kukira...

Tidak!

Sekarang bukan saatnya untuk memikirkan dia.

"Kita akan pulang terlebih dulu dan aku bisa meminta Bibi Seok, juru masak di rumahku, untuk membuatkan makanan untuk Soonyoung," kataku, menyela perdebatan mereka sebelum lari lebih jauh lagi dan tidak akan bisa diikuti oleh orang-orang yang memiliki 'otak normal' sepertiku. "Sementara itu nanti Jihoon bisa istirahat."

Bunga Iris dan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang