2 - Quality Love

2K 111 0
                                    

Shilla tidak berhenti tertawa menikmati permainan murah meriah potocopian dufan yang ada di pinggiran jalan dengan halaman luas di sampingnya, hampir semua wahana di cobanya bersama Gabriel dan Sivia yang tampak asyik dengan antrian di depan mereka, Alvin tidak ikut serta bersamanya, lelaki itu hanya duduk di area tunggu sambil sesekali memainkan ponselnya entah untuk apa.

Shilla merengut sebal melihat itu, ini si Alvin yang tidak peka atau memang dirinya saja yang kurang beruntung? bisa-bisanya disaat kencan begini kekasihnya itu masih saja sok sibuk dan tidak bisa di ganggu barang sedikit. Shilla tidak terima dong, dikalahkan si kotak begitu saja.

"Vin... aku mau naik itu dong!"

Alvin berjingkat saat suara Shilla tampak melengking ditelinganya. "Yaudah, tinggal naik sayang,"

"Ish, Sama kamu dong, Nggak peka banget sih mas, jadi pacar! Tuh liat, Iyel sama Via aja udah ngantri, masak gue sendirian, kayak jomblo aja!" Shilla menunjuk pintu masuk permainan yang menampakkan siluet tegap Gabriel dan Sivia sedang menunggu giliran masuk ke dalam kipas raksasa.

Alvin mencebik kentara melihat kelakuan Gabriel, bisa-bisanya anak itu malah ceroboh setelah sebelumnya berjanji untuk tidak kekanak-kanakan di tempat ini. lupa apa ya sama badan sendiri.

"Ish, ingetin Iyel deh, males aku."

Shilla mengerucutkan bibirnya, menghentakkan kakinya keras-keras ke tanah, "Tahu ah, nggak asyik lo! Ini nih yang namanya perhatian, sayang sama pacar?! halah!"

Alvin mencebik, mulai lagi deh si ratu drama, mana ngambeknya nggak liat-liat dulu lagi. kalau sudah begini, Ia bisa apa? tanpa banyak bicara digandengnya lengan Shilla menuju antrian tiket, menyusul Gabriel dan Sivia yang melambaikan tangan padanya. Mereka bermain sepuas hati hari ini, lebih baik menghabiskan banyak waktu untuk bersenang-senang daripada merelakan sebagian waktu terbuang untuk hukuman yang tadi nyaris diberikan gadis-gadis ini yaitu memasak.

❇❇❇

Rio mengajak Ify pergi ke tempat dimana dia biasa bermain basket. begitu Ify menjemputnya tadi, gadis itu bercerita panjang lebar tentang seleksi basket Ray kemarin, menyalahkannya yang tidak datang dan hilang tanpa kabar dan mau tidak mau Rio harus mengajari Ify basket hari ini sebagai hukumannya. Rio menyanggupi tanpa pikir panjang, mereka bersantai dulu sebelum latihan.

Rio memejamkan matanya tenang, menikmati hembusan angin yang menerpanya hingga helaian rambutnya bergerak pelan mengikuti arah angin yang berhembus perlahan. Disampingnya, Ify menyibukkan diri, memandangi wajah damai kekasihnya yang tengah menikmati kesejukan pemberian semesta, bersyukur dalam hati karena Tuhan begitu baik padanya, Tuhan berkenan memberikan kesempatan seindah hari ini, sehingga dia bisa dengan leluasa memandangi lekukan tampan nan indah ini sepuas yang dia mau, sejeli yang dia inginkan.

Satu detik...

Dua detik...

Tiga detik...

Sekian detik kemudian, Ify merasa ada yang berbeda dalam pandangannya, dia memiringkan wajah ke kanan dan ke kiri, mengamati wajah kekasihnya lebih jeli lagi. kelopak matanya yang indah, alisnya yang seperti ulat bulu, bibir yang mempesona, lesung pipitnya menyiratkan semburat merah yang menguar seperti buah ceri.

Dia terkikik geli, sejauh dirinya mengenal Rio, hanya hal-hal tertentu saja yang bisa membuat lelaki itu mendadak bhulshing. Ah, mungkinkah? Mungkinkah dia malu karena mereka sangat dekat sekarang? Tapi kenapa? Bukankah selama ini dirinya sudah biasa meper-meper modus sama cowok itu? Ah! entahlah, yang jelas salah satu alasan yang mampu membuatnya lebih hidup adalah untuk menghabiskan waktu berapapun itu bersama lelaki ini.

[2] BAHASA RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang