27 - Menolak Lupa

666 50 4
                                    

Rio merapatkan jaket denim yang dipakainya hari ini, membiarkan Ify menggandeng lengannya sepanjang perjalan menuju kantin sekolah. Masa Orientasi Siswa yang belum selesai membuat Kegiatan Belajar Mengajar belum efektif sebagaimana pembelajaran normal, sehingga dalam satu hari selalu ada jam kosong yang membuat siswa - siswi Cakrawala banyak menghabiskan waktu mereka di luar kelas sembari menunggu jam pulang.

Seperti yang tengah Ia lakukan bersama Ify hari ini.

Setelah menghabiskan dua malam di rumah sakit hingga memaksa Pak Dedi menjadikan Bisnis Pak Marcel sebagai alasan pada Bu Manda dan orang rumah lainnya demi kesejahteraan bersama. Ia harus membayar mahal dengan menceritakan kejadian sebenarnya termasuk serangan fajar yang membuatnya terpaksa berdalih dengan kebohongan yang kini justru memutar pedang padanya.

Ify sempat marah menyalahkan keadaan dan alasan mengapa Ia tidak jujur saja sejak awal. Ify mengomel panjang, memintanya untuk berkata jujur, namun tidak dilakukannya. Tidak etis jika dia memaksa mereka kembali dengan iming - iming sakit seperti di film - film. Baginya, Ify bisa mengerti dan tidak berlaku sama seperti mereka saja sudah lebih dari cukup.

Dan pada akhirnya, Rio hanya bisa pasrah saat Ify menarik lengannya penuh semangat setelah mendapat pesan dari Shilla kalau Alvin dkk sedang berkumpul di kantin.

Ify meminta, ah ralat lebih tepatnya memohon agar mereka kembali bicara. Ia sudah menjelaskan ihwal penolakan sore itu tapi Ify tetap bersikeras sehingga Ia pun tak kuasa menolak.

"Itu mereka!" seru Ify semangat begitu mendapati target sudah dekat, cepat saja Ia menarik lengan Rio untuk bergabung.

"Hai, semuanya... Kita belum telat, kan?" Ify menggeser kursi kosong di samping Sivia lalu duduk disana sementara Rio pasrah mengambil tempat yang sama diseberang meja tepat disamping Gabriel.

"Udah pada pesen belum?" interupsi Ify lagi pada siapapun yang mau jawab.

Shilla menggeleng, "Baru kumpul nih" terangnya agak keras.

"Kalau gitu gue pesen dulu deh, Yuk Vi... " Ify berdiri dari tempatnya, mengajak Sivia yang dengan senang hati mengekorinya menuju salah satu stand makanan. Baru beberapa langkah sampai kemudian Shilla ikut berdiri dari kursinya "Eh, gue ikutlah, mau beli camilan buat dikelas" sahutnya cepat.

"Kuy!"

---

Jika ada bahasa yang lebih manis untuk mengungkapkan ketidakpedulian hakiki, maka Agni akan menggunakan itu untuk menjabarkan apa yang dilihatnya sekarang. Sekumpulan manusia yang tiba-tiba saling diam dan tidak menatap satu sama lain.

Aneh tentu saja, Cakka yang biasanya menjadi pemanis dan perusuh suasana mendadak diam, Gabriel sibuk dengan ponselnya, Alvin yang sejatinya memang irit bicara tidak banyak menunjukkan perubahan sementara Rio hanya menunduk tanpa menunjukkan tanda-tanda akan memulai aksi atau obrolan seperti biasanya. kali ini mereka benar-benar saling diam dalam arti sebenarnya.

Ia menatap intens empat laki - laki dalam satu meja yang kompak saling diam begitu para gadis menghilang dari peredaran. seingatnya tadi mereka masih sempat mengobrol santai sembari menunggu. Kemana semua itu pergi? Mengapa suasana mendadak kaku begini?

"Kalian berantem?" Ujarnya spontan.

Alvin, Gabriel dan Cakka kompak menoleh diinterupsi seperti ity, "E- E- enggak, kok!" ketiganya menjawab nyaris bersamaan.

"Bohong!"

"Beneran kok, Kita nggak bohong" timpal Alvin kali ini

Gabriel mengangguk saja, "Iya, Ag..." lanjutnya.

"Lagian ngapain juga pake berantem - berantem segala, kayak nggak ada kerjaan lain aja" Cakka terkekeh pelan diakhir kalimatnya. Netranya melirik sejenak satu orang lainnya yang masih tadi betah diam.

[2] BAHASA RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang