Sorak-sorai suporter dari masing-masing tim menjadi backsound utama Gedung Cendrawasih hari ini. Pertandingan Final basket tingkat SMP akan segera digelar, ajang ini juga merupakan sebuah pembuktian dan pengembangan potensi demi sebuah apresiasi dari yayasan dan sederet undangan penting lain yang mampu memberikan jaminan pendidikan dan pengembangan karir bagi pemain berbakat dan berprestasi. salah satunya adalah Yayasan Lembaga Pendidikan Cakrawala yang selalu meregenerasi siswa-siswa terbaik dibidangnya, baik Akademik atau Non Akademik, dedikasinya dalam dunia pendidikan sudah tidak diragukan lagi. Terlihat dari kejauhan Bu Ira, Pak Joe dan beberapa dewan guru turut berbaur di dalam gedung serbaguna yang sudah sangat ramai sekali.
Selain dari pihak sekolah, tentu saja para pemain basket Cakrawala ikut serta disana, Rio, Alvin, Cakka dan Gabriel dan gadis-gadisnya rela berdesakan di barisan penonton, berbaur ditengah keramaian para pendukung lainnya.
"Huaah! gini ya rasanya nonton final, deg degannya lebih berasa banget, padahal belom pada main..." seloroh Cakka heboh.
"Iya, akhirnya ngerasain juga rasanya jadi suporter..." sambung Alvin.
"Gue fikir pemain doang yang deg-degan di lapangan, ternyata bangku penonton kayak gini lebih waw ya..." sahut Gabriel ikutan.
"Bener, eh itu Ray sama Deva" interupsi Rio.
Mereka melambaikan tangan bersamaan kearah dua pemain SMP Cakrawala yang datang bersama timnya, Keduanya membalas dengan senyum mengembang terutama Ray yang merasa semangatnya jauh lebih lengkap melihat Rio dan Gabriel juga kakak-kakaknya yang lain datang mendukung. Untuk pertama kalinya Ray merasa keluarganya utuh, tidak jauh dari mereka tampak Pak Tama dan Bu Manda yang juga menyempatkan untuk nonton.
'Gue bakal berusaha buat wujudin itu, Gue bakal bawa medalinya buat kalian, terimakasih ya Allah, penantian hamba selama ini terjawab' kata Ray dalam hati.
---
Masing-masing pemain bersiap di tengah lapangan, wasit yang bertugas berdiri diantara kedua tim dengan bola ditangannya, melambungkan bola dalam hitungan ketiga.
Priiiiiiiiitt...
Quarter satu dimulai, Ray memulai aksinya dengan merebut bola dari tangan lawan, posisinya kali ini playmaker. Seperti dugaannya Tim lawan memulai serangan di awal, Empat pemain mereka mulai masuk zona pertahanan, melakukan operan pendek untuk memecah konsentrasi timnya. Ray berusaha mempertahankan bola, memberikan operan pada Deva karena posisinya sedang sulit.
Huupp...
Deva berhasil menangkap bola, menggiringnya mendekati ring dan...
Shoot...
Masuuuukk...
Pertandingan dilanjutkan, keseruan di lapangan semakin memanas, tidak terasa Quarter dua sudah berakhir, selisih Score sangat tipis, kedua tim menunjukkan strategi bermain yang apik, para pemain sudah mulai lelah namun semangatnya begitu luar biasa. Antusiasme pendukung yang masih sangat kuat meneriakkan nama-nama pemain favorit mereka menambah keseruan permainan sampai saat ini.
"Ray sama Deva bagus juga mainnya, padahal mereka masih amatir..." ungkap Cakka ditengah aktifitasnya, menonton.
"Yaa... itu mah turunan dari kakak-kakaknya," sahut Gabriel bangga yang di sambut anggukan oleh Agni.
"Yee, Ray sama Deva 'kan nggak ada hubungan darah sama lo!" sahut Alvin sakartis
"Apalagi Deva, kakaknya berisik gitu, nggak ada bakat main basket sama sekali, ya meskipun Rio pacarnya Ify, sih..." lanjut Cakka enteng. Kebetulan, Ify, Sivia dan Shilla sedang membeli makanan diluar, jadi di jamin Ia tidak kena semprot.
"Yaa... tapi tetep aja! turunan nggak berarti harus sedarah, kan? Misal nih ya, antara Pelatih sama anak didiknya, bisa disebut turunan juga menurut gue" keukuh Gabriel yang lagi-lagi di setujui Agni.
"Tetep aja kasusnya beda, mereka baru belajar beberapa bulan, masih amatir banget." Sahut Alvin
"Bener tuh! lain ceritanya kalau udah latihan setahun-dua tahun..."
"Yaa beda dong, latihan sebentar, kalau ngajarinya pake hati, dan ahli dibidangnya, nggak ada yang nggak mungkin menurut gue, buktinya main mereka bagus." sahut Agni tegas.
Alvin dan Cakka memilih diam dan menyudahi perdebatan, toh mereka nggak akan menang kalau Agni dan Gabriel bersatu. Tidak ada yang bisa melawan kredibilitas sanggahan mereka dalam hal ini selain Rio, hanya dia yang bisa melakukannya dengan caranya tidak biasa.
Alvin menoleh pada Rio yang duduk di sampingnya, seketika dia sadar bahwa sejak perdebatan di mulai anak ini sama sekali tidak mengambil bagian seperti yang biasa mereka lakukan.
"Yo..." panggil Alvin.
"Woy!"
"Eh, hah? Apa?"
"Bengong aja, kenapa?"
"Eh, eng... enggak kok! Nggak apa-apa!" Rio gelagapan.
Alvin menggeleng, "Sayangnya mata lo nggak bilang gitu" bisiknya pelan hingga hanya mereka berdua yang bisa mendengarnya, dalam hati Alvin tertawa puas melihat sahabatnya semakin gusar.
Rio mendesah pasrah, kalau sudah begini dia tidak punya pilihan selain memberi tahu Alvin perihal kejutan yang disusunnya bersama Ify beberapa minggu ini, Alvin mengangguk antusias, menyetujui dan mendukung rencana sahabatnya itu.
"Hebat juga si Ify, bisa aja dia naklukin macan tidur. Eh, tapi lo nggak ngerasain yang aneh-aneh kan? Lo nggak di pelet kan sama dia?" komentar Alvin serius yang lansung berhadiah bunyian diatas kepalanya.
Ctakk!
"Sembarangan aja lo pelet-pelet! emang gue nggak punya tuhan apa! gue tuh naklukin Rio pake hati tahu nggak!" Omel Ify yang tahu-tahu sudah berada disamping Rio. Rio menahan tawa seraya mengusap surai gadis itu lembut.
"Lagian, Si Ify itu idolanya pemain basket! Dua kapten basket terbaik plus mantan kapten basket pernah ngerebutin dia! Seorang Ify nih, pernah di rebutin sama Debo dan Gabriel. Ya kali dia masih sempet bikin aji-aji buat Rio." sambar Cakka
Gabriel menyikut pundak Cakka keras "Kok jadi gue?"
Ify mencubit lengan Cakka, wajahnya cemberut lucu, menatap lelakinya yang masih betah diam seperti patung disamping Alvin, meminta pembelaan. "Yo, Sohib lo minta di gampar nih!" adunya
Rio tidak tega melihatnya, dalam satu gerakan Ia menarik Ify dalam rengkuhannya, "Udah nggak apa-apa, aku seneng kok. aku nggak masalah kamu pernah dikejar-kejar siapa. Toh, tetep aku yang paling beruntung karena udah menangin hati kamu, milikin kamu, aku nggak salah minta kamu bertahan sampai kamu benar-benar jadi istri aku nanti" kata Rio menenangkan membuat Wajah gadisnya merona.
"Aduuh, Rio so sweet banget sih!" koor Shilla dan Agni barengan, Cakka dan Alvin sontak membuang muka karena lagi, lagi dan lagi kekasihnya memuji laki-laki lain.
"Ify emang beruntung banget ya, bisa dapetin Rio..." Kata Shilla terbawa suasana.
Alvin panas, "Terus? Lo nggak ngerasa beruntung gitu dapetin gue?" sahutnya jutek, Shilla menatapnya tidak suka 'apaan sih vin, ganggu aja'
"Pacaran aja sana sama Rio!"
"Ohh... gitu, Gue sih mau aja kalo Rio bersedia jadiin gue yang kedua, gimana, Yo? Kamu mau nggak?" tawar Shilla saat itu juga, sebal juga dia lihat tingkah alvin seperti itu.
"Kok beneran sih, Parah lo ah..." kata Alvin ngambek, dia menarik Shilla menjauh dari barisan Rio dan Ify.
Shilla mencebik, "Siapa yang parah? Lo apa gue? Kan lo yang nyuruh cewek lo pacaran sama sahabat lo sendiri..."
"Abis lo muji dia terus..."
"Gue nggak muji, gue ngomong apa adanya" Shilla menatap Alvin dalam-dalam "Ify memang beruntung dapetin Rio, tapi kan itu Ify, bukan gue..."
"Udah... udah... jangan berantem, maksud Shilla itu Ify sama berutungnya kayak dia ngedapetin Lo! Lo nggak tahu aja sih, Vin. gimana Shilla kalo udah muji-muji Lo di depan aku, Agni sama Ify..." sela Sivia yang seketika membuat Shilla tertunduk tidak berani menatap alvin.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] BAHASA RASA
Dla nastolatkówSEKUEL : [1] LUKA SEMESTA Blurb : Akhirnya, setelah melewati perjuangan yang panjang Rio bisa berdamai dengan masa lalu, menikmati kebersamaan keluarga yang selama ini dia rindukan bersama wanita yang dia perjuangkan. Siapa sangka, Rio akhirnya b...